Oleh: Rahmawati Ayu Kartini (Pemerhati Sosial)
Harus ekstra hati-hati saat ini dalam memilih dan memilah mana makanan yang betul-betul halal. Karena baru-baru ini umat Islam kecolongan, sembilan produk makanan ringan serta ayam goreng legendaris di Solo, 'Ayam Widuran' yang disertifikasi halal ternyata mengandung bahan yang diharamkan!
Di negeri mayoritas muslim terbesar di dunia ini, masih ada saja masalah terkait kehalalan produk makanan. Padahal kita sudah merdeka 80 tahun, tapi penerapan sistem halal masih bobrok alias kurang bisa menjaga integritas.
Sulitnya Mencari Jaminan Halal di Negeri Muslim Terbesar
Restoran Ayam Widuran buka sejak tahun 1971, dan dipercaya sebagai salah satu kuliner lezat di Solo. Namun sejak diberitakan tentang penggunaan minyak babi dalam proses pengolahan ayam, citra itu langsung runtuh.
Menurut Tulus Abadi, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), minta maaf saja tidak cukup. Ini adalah kasus penipuan sistemik yang berjalan puluhan tahun. Publik merasa dibohongi, karena makanan yang mereka konsumsi ternyata tidak sesuai seperti klaim halal yang disampaikan.
Tentu saja hal ini menyebabkan kekhawatiran dalam membeli produk makanan lainnya. Apalagi juga ditemui 9 produk lain yang ternyata juga tidak halal. Ini yang sudah ditemukan, bagaimana dengan produk makanan lain yang belum terungkap? Sulitnya mencari informasi makanan yang betul-betul halal, bahkan di negeri muslim terbesar!
Mengapa bisa terjadi pembohongan publik seperti ini? Hal ini akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme sekuler yang memisahkan urusan agama dengan kehidupan. Karena itu tidak penting urusan pengolahan makanan halal ataukah haram, yang penting keuntungan besar yang didapatkan. Bisnis adalah bisnis, tidak ada kaitannya dengan akhirat.
Inilah yang membuat mereka tidak masalah melakukan pembohongan publik. Asal tidak diketahui masyarakat, beres.
Bahaya Makanan Haram
Bagi umat Islam, makanan dan minuman adalah sesuatu yang sangat diperhatikan tidak saja tentang kehalalannya. Namun kandungan gizi dan manfaatnya pun diperintahkan dari hal-hal yang baik saja (Thayib). Sebagaimana firman Allah SWT:
"Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi sebagai makanan halal dan baik, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah: 168)
Ayat ini menekankan pentingnya mengkonsumsi makanan yang halal secara agama, baik dari segi zat maupun cara memperolehnya. Makanan yang halal adalah makanan yang tidak dilarang oleh syariat Islam dari mengandung daging babi, darah, bangkai, dan makanan yang disembelih tidak atas nama Allah. Sedangkan makanan yang baik (thayyib) adalah makanan yang sehat, aman, dan tidak berlebihan.
Makanan haram sangat berbahaya, karena tidak hanya merusak secara fisik, namun juga secara mental. Berikut ini beberapa bahaya makanan haram:
_Pertama,_ makanan haram akan menghalangi pengabulan doa dan diterimanya ibadah. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa jika seseorang memakan makanan haram, doa dan shalatnya tidak akan dikabulkan selama 40 hari. Hal ini karena daging dan darah seseorang yang tumbuh dari makanan haram akan menjadi penghalang antara dirinya dengan Allah dalam berdoa.
Tidak hanya memakan makanan haram, bagi muslim yang gemar melakukan maksiat serta meminum minuman haram pun doanya tidak akan dikabulkan Allah SWT. Hanya amal sholih yang menjadi penyebab terangkat dan diterimanya doa.
_Kedua,_ makanan haram menyebabkan hati menjadi keras dan gelap, serta dapat mengikis keimanan. Sehingga pelakunya cenderung berbuat keburukan dan maksiat. Seorang ulama, Syekh Abdul Wahab Asy Sya'roni dalam _Al Minahus Saniyyah_ berkata:
_"Maka sesungguhnya mengkonsumsi makanan haram itu dapat mengeraskan dan menggelapkan hati, menghalangi dalam mendekatkan diri kepada Allah, dan melusuhkan pakaian."_ (Semarang, Toha Putra, hal.7)
Syekh Asy-Sya‘roni juga menjelaskan sejumlah dampak buruk dari mengonsumsi makanan haram, di antaranya adalah bisa menjadi api yang akan memadamkan ketajaman berpikir dan nikmatnya berzikir, menghanguskan keikhlasan niat, membutakan dan menggelapkan mata hati, melemahkan agama, badan, dan akal, mewariskan lalai dan lupa, serta menghalangi dalam merasakan hikmah dan makrifat.
Sebaliknya, mengonsumsi makanan halal bisa membuat hati seseorang menjadi lunak, lembut, terang, mudah dalam mendekatkan diri kepada Allah serta tidurnya pun sedikit. Menurut Syekh, sedikit tidur ini merupakan karunia dari Allah agar orang yang mengkonsumsi makanan halal itu bisa banyak beribadah karena makanan halal bisa mendorong anggota badan untuk melakukan ibadah.
_Ketiga,_ pengkonsumsi makanan haram akan berada di neraka. Sebagaimana hadits berikut ini:
_Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka azab neraka lebih layak baginya._ (HR Tabrani)
Jaminan halal dalam Sistem Islam
Selama sistem kapitalisme sekuler masih diterapkan di negeri ini, umat Islam tidak pernah tenang dan tenteram. Akan selalu ada masalah, karena sistem ini tidak mengakui agama dalam mengatur kehidupan.
Buktinya, penerapan sistem Halal saja masih bisa menabrak UU yang berlaku. Sebagaimana kasus Ayam Widuran yang melanggar UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan, dan UU Jaminan Produk Halal. Keuntungan materi masih lebih dicari daripada taat aturan.
Apalagi adanya sistem self-declaration, pernyataan halal mandiri yang diizinkan dari UU Cipta Kerja. Mekanisme ini memungkinkan pelaku usaha mikro dan kecil untuk menyatakan produknya halal tanpa melalui verifikasi ketat oleh lembaga terkait. Tentu saja hal ini sangat meresahkan, karena sertifikat halal nantinya bisa diperjualbelikan.
Inilah jika aturan kehidupan diserahkan kepada manusia. Tidak bisa memberikan solusi, bahkan makin meresahkan.
Tidak ada jalan lain selain kembali pada aturan Allah. Allah telah menyediakan aturan kehidupan bagi manusia, mengapa manusia sok tahu mengatur kehidupannya sendiri? Bukankah dia mahluk yang lemah, sehingga membutuhkan aturan dari penciptanya?
Telah terbukti bahwa sistem Islam mampu menjamin kehalalan makanan. Pemimpin dalam Islam (Khalifah) wajib menjalankan tugasnya untuk menjaga agama (Hifzi Diin) dan menjaga jiwa (Hifzi Nafs) rakyatnya. Kelak amanah ini akan dipertanggungjawabkan kepada Allah.
Dalam sistem Kekhilafahan Islam, negara akan menyaring kehalalan makanan yang masuk ke pasar. Khalifah Umar bin Khattab pernah menolak daging sapi yang tidak disembelih secara syar'i.
Kebiasaan memeriksa pasar ini juga telah dicontohkan Rasulullah Saw sebagai kepala negara. Beliau setiap pagi selalu berkeliling untuk melakukan pengawasan terhadap produk-produk yang dijual di pasar. Kebiasaan ini diteruskan oleh para Khalifah setelahnya melalui Qadhi hisbah, yang mendapat tanggung jawab mengawasi proses jual beli di pasar.
Selain itu, negara juga tidak akan menjalin kerjasama perdagangan dengan negara lain yang tidak bisa dipastikan kehalalan produk yang dijual. Negara melakukan semua itu atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Demikianlah, jika Islam diterapkan secara keseluruhan, akan terwujud ketenangan dan ketentraman masyarakat. Karena negara betul-betul akan menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya. Maka tidak akan ada kekhawatiran umat Islam untuk mendapatkan produk makanan yang halal, serta tidak akan terjadi lagi pembohongan publik.
Wallahu a'lam bishowab..[]