Oleh: Nada Mazaya
Krisis tenaga kerja tengah melanda dunia. Di berbagai negara besar seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, hingga Cina, angka pengangguran kian meningkat. Fenomena yang lebih menyedihkan muncul sebagian orang rela bekerja tanpa upah, bahkan hanya berpura-pura bekerja, semata agar terlihat memiliki pekerjaan.
Indonesia pun tidak sepenuhnya aman. Walaupun pemerintah mengklaim angka pengangguran menurun, kenyataannya generasi muda masih menjadi korban utama. Data menunjukkan separuh dari pengangguran di Indonesia adalah anak muda. Ironis, di tengah semangat dan potensi yang besar, mereka justru terjebak dalam lingkaran ketidakpastian.
Kapitalisme dan Janji Palsu Lapangan Kerja
Kondisi ini memperlihatkan wajah asli kapitalisme. Sistem ini gagal menciptakan lapangan kerja yang layak, sekaligus memperparah ketimpangan kekayaan. Laporan Celios menunjukkan bahwa kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta penduduk. Ketika kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir elit, jutaan anak muda hanya menjadi roda penggerak ekonomi tanpa jaminan masa depan.
Pemerintah mencoba menutupi masalah dengan berbagai program, seperti job fair, sekolah vokasi, dan pelatihan kerja. Namun, fakta berbicara lain. Dunia industri sendiri tengah menghadapi gelombang PHK. Ribuan lulusan vokasi justru menganggur. Kapitalisme dengan segala instrumen pasarnya hanya memproduksi janji, bukan solusi.
Dalam sistem ini, negara sekadar fasilitator bagi pasar, bukan penanggung jawab kesejahteraan. Akibatnya, anak muda yang seharusnya menjadi motor perubahan malah kehilangan arah. Mereka terdidik tapi tidak terserap pasar, berpotensi tapi tidak diberdayakan. Inilah generasi frustrasi yang diciptakan kapitalisme.
Jalan Keluar dari Perspektif Islam
Islam menawarkan paradigma yang berbeda. Dalam pandangan Islam, negara wajib berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat), bukan sekadar regulator. Kesejahteraan rakyat adalah amanah, bukan komoditas.
Pertama, negara wajib membuka lapangan kerja nyata. Melalui pengelolaan sumber daya alam, pembangunan industri, pemberian tanah, hingga dukungan modal bagi wirausaha, negara memastikan setiap rakyat memiliki peluang untuk bekerja.
Kedua, Islam melarang konsentrasi kekayaan di segelintir elit. Sumber daya alam tidak boleh diprivatisasi, tetapi dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Dengan mekanisme ini, distribusi kekayaan menjadi adil, tidak berputar hanya di kalangan kaya.
Ketiga, pendidikan dalam Islam diarahkan untuk membentuk generasi berkualitas dan berkepribadian Islam. Mereka tidak hanya siap bekerja, tetapi juga memiliki visi membangun peradaban. Pendidikan bukanlah proyek bisnis, melainkan investasi negara untuk mencetak SDM unggul yang siap berkarya.
Keempat, Islam menjamin kehidupan rakyat yang tidak mampu bekerja. Bagi yang sakit, cacat, atau tua, negara memastikan mereka tetap sejahtera melalui mekanisme Baitul Mal. Dengan demikian, tak seorang pun warga negara yang dibiarkan terpuruk dalam kemiskinan.
Krisis tenaga kerja global yang menghantam generasi muda adalah bukti telanjang kegagalan kapitalisme. Selama sistem ini dipertahankan, pengangguran akan terus menjadi penyakit kronis, dan anak muda akan tetap menjadi korban utama.
Islam menawarkan jalan keluar yang komprehensif. Dengan penerapan syariat secara menyeluruh dalam naungan Khilafah, kekayaan akan terdistribusi adil, lapangan kerja terbuka luas, dan anak muda tidak lagi menjadi generasi yang terpinggirkan, melainkan generasi pembangun peradaban.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]