Oleh: Nurjanah
Aksi Demonstrasi akhir-akhir ini semakin marak ditengah publik, dengan berbagai macam tuntutan mulai dari perbaikan akses pendidikan, penurunan harga bahan pokok, layanan publik yang buruk, kurang nya penyediaan lapangan kerja yang layak, hingga protes terhadap korupsi.
Tekanan hidup yang sangat berat akhirnya mendorong ribuan warga untuk menyuarakan keluhan mereka dengan turun ke jalan. Lain hal nya dengan para GenZ yang menggaungkan keluhan mereka melalui kreatifitas nya baik berupa poster visual, meme, bahkan hingga narasi digital.
Menurut penilaian Anastasia Satriyo ,MPSI selaku psikolog anak dan remaja bahwa aksi dari ekspresi digital Gen Z merupakan hal yang sangat positif sebab mereka mampu bersuara tanpa harus melakukan tindakan destruktif.
Sedangkan menurut Psikolog Universitas Indonesia, Prof Rose Mini Agoes Salim, justru berpendapat bahwa banyak nya anak dibawah umur yang ikut untuk berdemonstrasi bisa beresiko sebab meski demo bisa menjadi ajang belajar berpendapat tapi karena kontrol diri mereka belum matang akan membuat mereka mudah Terprovokasi. Senin (1/9/2025). INFOREMAJA.
Hal ini menjadi bukti bahwa demonstrasi bukan sekedar ruang untuk berekspresi tapi juga menjadi dasar terjadinya resiko. Demonstrasi yang terjadi di kalangan Gen Z ini bukanlah sekedar gaya komunikasi khas Gen Z melainkan bentuk fitrah manusia yang tidak rela di tindas, sebab pada dasar nya manusia memiliki naluri baqa' yaitu naluri mempertahankan diri hingga membuat nya menolak kedzaliman serta menginginkan kehidupan yang adil.
Berbagai tuntutan yang digaungkan masyarakat termasuk Gen Z seharusnya tidak terpaku pada isu-isu pragmatis semata, mereka membutuhkan solusi yang fundamental serta mampu menghilangkan akar kedzaliman, yang artinya kesadaran politik harus di bangkitkan bukan malah di redam dengan narasi psikologis. Saatnya generasi muda di arahkan dan di fahamkan bahwa apa yang menjadi keresahan mereka saat ini hanya bisa terwujud dengan perubahan sistemik yang menata kembali cara negara dalam mengelola urusan rakyat.
Dalam pandangan Islam manusia sejak awal penciptaannya memiliki fitrah dengan khasiatul insan atau karakteristik kemanusiaan yang harus mendapatkan pemenuhan berdasarkan tuntunan Syara' bukan sekedar tuntunan psikologi. Dalam fitrah tersebut diantaranya ada naluri baqa'(mempertahankan diri), naluri tadayun (beragama), naluri na'u(melestarikan keturunan). Ketika ke tiga naluri ini di penuhi dengan syariat maka manusia akan spontan bereaksi terhadap tekanan, tetapi juga akan menemukan arah perjuangan yang benar untuk melawan kedzaliman.
Islam memiliki mekanisme yang sudah diterapkan sejak masa kenabian Rasulullah Saw, mekanisme ini menjelaskan bagaimana dalam menghadapi penguasa yang dzalim, yaitu melalui mukhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa), dengan cara yang argumentatif, hikmah serta penuh hujjah. Sebagaimana telah di perintahkan dalam Al Qur'an:
Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan penuh hikmah serta pelajaran yang baik, dan bantah mereka dengan cara yang baik pula.(TQS. an nahl 125).
Rasulullah Saw menegaskan keutamaan orang yang berani berdiri dihadapan penguasa dzalim dengan menyampaikan kebenaran.
Sebagaimana hadits Rasulullah Saw
Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin abdul Muthalib, dan juga seorang laki laki yang berani berdiri di hadapan para penguasa dzalim. (HR.Muslim)
Lalu ia memerintahkan nya (kepada kebaikan), dan melarang nya (pada kemungkaran), kemudian penguasa itu membunuh nya.(HR.Al hakim)
Mekanisme ini menegaskan bahwa menyampaikan kritik, protes serta demonstrasi dalam Islam, bukan sekedar ekspresi emosional, melainkan bagian dari kewajiban syar'i untuk menolak kedzaliman.Tak hanya itu sejarah Islam menunjukkan bahwa potensi pemuda sejak masa Rasulullah Saw menempati posisi sentral dalam perubahan hakiki, yaitu perubahan yang menyelesaikan akar masalah secara menyeluruh (taghyir).
Wallahu alam bishshawwab.[]