Tren "Job Hugging" Melanda Kaum Muda, Dampak Kapitalisme Global Menggurita



Oleh Siti Rohmah, S. Ak

(Pemerhati Kebijakan Publik) 


Baru -baru ini telah muncul tren "job hugging" dalam dunia kerja. Fenomena "job hugging" adalah istilah untuk pekerja muda yang memilih (memeluk) pekerjaannya yang ada saat ini. Fenomena ini makin marak di Indonesia maupun Amerika karena situasi pasar kerja yang penuh ketidakpastian. Kondisi ekonomi makin lesu dan PHK meningkat. 


Guru Besar UGM menyebut munculnya Fenomena job hugging (kecenderungan untuk tetap bertahan dalam satu pekerjaan yang tengah dijalani, meskipun sudah tidak memiliki minat dan motivasi dalam pekerjaan tersebut) karena faktor ketidakpastian pasar kerja. Lulusan PT terjebak dalam job hugging demi keamanan finansial dan stabilitas. Lebih baik asal kerja daripada menjadi pengangguran intelektual.


Dilansir dari detik.com, (20-09-2025) tingkat pengunduran diri sukarela di AS sejak awal 2025 hanya 2%, level terendah dalam hampir satu dekade. Artinya, karyawan makin enggan melepaskan pekerjaan yang sudah digenggam. Survei ZipRecruiter juga mencatat, pekerja yang sama sekali tidak yakin akan ketersediaan lowongan kerja meningkat menjadi 38% pada kuartal-II (Q2) 2025. Angka ini naik dari 26% tiga tahun lalu. Pasar tenaga kerja saat ini stagnan, baik dari sisi perekrutan, PHK, maupun pengunduran diri. Konsultan eksekutif di Korn Ferry, Matt Bohn juga menilai tren ini wajar. Apalagi, di tengah ketidakpastian global. 


Dampak Kapitalisme Global


Penyebab fenomena "Job Hugging" makin banyak adalah karena kapitalisme global gagal menjamin pekerjaan bagi rakyat. Di Indonesia sendiri berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan ( Kemnaker) pada tahun 2024 lalu jumlah pengangguran anak muda ( usia 15-24 tahun) mencapai 3,92 juta orang. Sedangkan pada paruh pertama tahun 2025 ini jumlah pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mencapai 42.385 orang, meningkat 32% dibandingkan periode sebelumnya. 


Dengan fakta diatas, maka tak heran membuat pekerja muda saat ini memilih job hugging sebagai pilihan karena, hanya dengan mempertahankan pekerjaan saat ini mereka bisa mempertahankan hidup. Selain itu dalam kapitalisme, negara tidak terlibat langsung dalam menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan pekerja. Akibatnya, keberlangsungan hidup pekerja bergantung pada mekanisme pasar. Negara hanya menjadi regulator yang membuat regulasi untuk membantu para kapitalis dan negara juga hanya menjadi fasilitator untuk para swasta menyediakan lapangan kerja. Ketika swasta mengambil alih kewajiban negara untuk menyediakan lapangan kerja, maka untung rugi lah yang dijadikan sebagai patokannya. Akhirnya rakyat menjadi korban, kondisi pekerjaan yang sulit dengan standar gaji yang tidak sesuai. 


Dalam sistem kapitalisme juga negara melegalkan sumber daya pada segelintir kapitalis. Sumber daya alam dikelola oleh investor swasta maupun asing sehingga hanya memperkaya para pengusaha sedangkan rakyat tidak mendapatkan manfaatnya. Selain itu, praktik ekonomi non riil dan ribawi minim menggerakkan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Adanya inflasi membuat ekonomi tidak stabil sehingga bisa berdampak pada sektor yang lain. 


Dalam peradaban kapitalisme, meskipun kurikulum PT disiapkan untuk adaptif dengan dunia kerja, tetapi prinsip liberalisasi perdagangan (termasuk perdagangan jasa) menjadikan negara lepas tangan dalam memastikan warganya bisa bekerja, untuk memenuhi kebutuhan dasar/pokok mereka. Maka, mustahil kapitalisme bisa menjamin kesejahteraan masyarakat. 


Islam Solusinya


Negara adalah penanggung jawab utama mengurus rakyat, termasuk menyediakan lapangan kerja. Negara menjamin kebutuhan primer setiap warga negara. Negara juga menjamin kebutuhan kolektif warga negara berupa kesehatan, pendidikan, dan keamanan. 


Rasulullah Saw. bersabda,


“ _Imam itu adalah pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas orang yang ia pimpin._”(HR Bukhari dan Muslim).


Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat agar bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Selain itu, negara juga wajib menanggung nafkah orang-orang tidak mampu jika tidak ada kerabat yang sanggup memberinya nafkah. Dalam pengertian syariat, orang yang tidak mampu diartikan sebagai orang yang secara fisik benar-benar tidak mampu bekerja atau orang yang tidak mendapat pekerjaan yang dari pekerjaan itu ia bisa memperoleh nafkah.

Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:


"_Siapa saja yang meninggalkan harta, itu adalah hak ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan orang lemah (yang tidak punya anak maupun orangtua), itu adalah urusan kami_" (HR al-Bukhari dan Muslim).


Kebijakan Khilafah menyediakan lapangan kerja dengan mengelola sumber daya alam, industrialisasi, ihyaul mawat, memberikan tanah produktif, memberikan bantuan modal, sarana dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan. 


Dalam Islam, pendidikan dan pekerjaan selalu dibingkai dengan ruh dan keimanan, sehingga rakyat melakukannya dengan dorongan ibadah, terikat dengan standar halal-haram. Negara melayani urusan rakyatnya juga dengan dorongan ibadah. Maka, hanya dengan kembali menerapkan sistem Islam di muka bumi ini segala urusan akan teratasi. Waallahu'aalam bisshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama