Tiada Guna Perayaan Tanpa Kesejahteraan

 


Oleh : Hebi

Aktivis  Muslimah Peduli Umat


80 tahun negara ini berdiri. Narasi tersyiar negara kian kokoh namun yang dirasa berbanding terbalik. Dimulai dari kebutuhan pokok terus beranjak naik, penghidupan sulit, minimnya lapangan kerja di tengah PHK massal, daya beli masyarakat turun yang menyebabkan kalangan menengah kebawah bergantung kepada utang. Belum lagi data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, penyaluran pinjaman melalui Pegadaian meningkat tajam sebesar 25,83 persen, sementara pinjaman daring meningkat sebesar 9,03 persen secara tahunan. Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan sebagian kecil dari daftar panjang masalah pelik di negara ini.


“Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju" adalah slogan HUT RI ke 80 yang agaknya tidak sesuai dengan situasi bangsa saat ini. “Bersatu” tidaklah cukup jika para koruptor masih dengan mudahnya memperkaya diri dan keluarganya menggunakan uang rakyat. “Berdaulat” bukanlah kata yang tepat ketika Trump mengatakan penurunan tarif import untuk barang Indonesia menjadi 19% yang merupakan bagian dari kesepakatan dagang di mana Amerika tidak akan membayar tarif apapun. “Sejahtera” dimana letak kesejahteraan itu ketika gelombang PHK terjadi dimana- mana, daya beli menurun dan jumlah masyarakat miskin di Indonesia meningkat. “Indonesia Maju”, adakah tampak kemajuan dari “tumpukan” masalah yang ada? Jawabannya tidak.


Ditengah kesengsaraan ini rakyat tidak butuh tambahan satu hari libur yakni tanggal 18 Agustus 2025 yang bertujuan agar masyarakat lebih leluasa menggelar perlombaan dan acara perayaan HUT RI. Perayaan hanyalah kesenangan sekejap mata dan realitanya tidak memunculkan solusi nyata untuk kehidupan dan kesejahteraan. Rakyat tidak butuh kegembiraan yang semu, rakyat hanya butuh keberpihakan negara. Rakyat membutuhkan manuver politik para pemangku jabatan untuk meringankan beban rakyat. Keseriusan pemerintah untuk penyelesaian masalah secara menyeluruh bukan hanya sekedar “omon-omon” atau malah kebijakan politik yang dikeluarkan semakin menyengsarakan rakyat.


Inilah hasil dari negara yang dikelola dengan sistem yang buruk. Tidak punya pondasi yang jelas, sarat kepentingan pribadi dan golongan tertentu dan hanya berdasarkan pemikiran manusia yang terbatas. Padahal masyarakat semakin cerdas dengan kemajuan teknologi saat ini. Tetapi kecerdasan dan kritik membangun itu hanya menjadi uap di udara tanpa bisa menjadi pertimbangan para pemangku negara. Banyak yang menyadari dengan sistem yang diterapkan sekarang ini yang timbul hanyalah kebathilan. Hanya saja, kita masih terlalu sombong dan masih termakan narasi negatif atas framing buruk yang ditujukan kepada penerapan sistem islam dalam suatu negara.


Khilafah seolah momok menakutkan bahkan bagi umat islam sendiri. Padahal satu- satunya jalan keluar untuk menyelesaikan keruwetan hingga mensejahterakan bangsa dan negara ini adalah dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh yang bersumber dari Al Quran dan Sunnah di setiap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan negara. Semoga rakyat semakin cerdas dan tercerahkan sehingga terbuka pemikirannya bahwa penerapan sistem Islam merupakan satu- satunya solusi terbaik dalam pengurusan negara. Penerapan sistem Islam akan mengakhiri penderitaan dan kesengsaraan rakyat indonesia. Wallahua’lam bish-shawwab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم