Generasi Rusak dalam Asuhan Kapitalisme

 



Oleh: Mahrita Julia Hapsari

(Aktivis Muslimah Banua)


Di tengah arus deras peradaban kapitalisme, kehidupan generasi hari ini ibarat kapal tanpa nakhoda. Mereka dihantam ombak kemaksiatan dari segala arah. Narkoba, tawuran, pembegalan serta tenggelam dalam kelemahan diri menghadapi persoalan hidup. Tak sedikit yang mudah terseret arus depresi, cemas berlebihan, dan kehilangan arah. Inilah wajah buram generasi yang lahir dan dibesarkan dalam sistem rusak bernama kapitalisme.


Sistem pendidikan sekuler-kapitalis, yang digadang-gadang mampu mencetak sumber daya manusia unggul, nyatanya justru gagal total. Fokusnya semata pada pencapaian akademik dan keterampilan pasar kerja, bukan pembentukan kepribadian Islam. Hasilnya adalah generasi yang tidak mengenal jati dirinya sebagai muslim. Mereka tak memahami hakikat penciptaan dirinya sebagai hamba Allah yang harus taat dan tunduk pada aturan-Nya. Akibatnya, pola pikir dan pola sikapnya dibentuk oleh standar manfaat, kesenangan, dan kebebasan ala kapitalisme.


Lebih parah lagi, lingkungan sosial yang ada justru menambah kerusakan. Lingkungan yang seharusnya menjadi benteng pembentukan karakter kini diwarnai nilai-nilai sekuler yang permisif terhadap kemaksiatan. Media, baik televisi maupun internet, nyaris tanpa kontrol. Ia menjadi corong penyebaran ide-ide liberal, hedonisme, dan gaya hidup bebas yang menyesatkan. Tayangan yang mempromosikan kekerasan, seks bebas, hingga candu hiburan, menjadi santapan harian generasi. Sementara konten edukatif dan dakwah justru terpinggirkan.


Kerusakan ini bukan sekadar masalah individu atau keluarga, tapi sistemik. Kapitalisme membebaskan kebebasan berperilaku, berpikir, dan berpendapat tanpa standar halal-haram. Negara dalam sistem ini tidak melihat generasi sebagai amanah yang harus dijaga akidah dan moralnya, melainkan sebagai sumber daya ekonomi yang siap dieksploitasi untuk pertumbuhan pasar. Maka, jangan heran jika pembinaan karakter generasi dianggap bukan tanggung jawab negara, melainkan beban keluarga atau bahkan individu semata.


Padahal, berbagai persoalan generasi membutuhkan solusi yang komprehensif, yang hanya bisa diberikan oleh sistem Islam di bawah naungan negara khilafah. Islam memandang generasi sebagai aset umat yang harus dibina secara total: akidahnya, akhlaknya, ilmunya, dan kemampuannya untuk memimpin peradaban.


Dalam sistem Islam, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pembentukan kepribadian Islam (syakhshiyyah islamiyyah). Setiap mata pelajaran, dari ilmu agama hingga sains, diorientasikan agar peserta didik memahami hakikat hidup, tujuan penciptaan, dan tanggung jawabnya sebagai khalifah fil ardh. Proses pendidikan dilakukan dengan mengintegrasikan akidah Islam ke dalam seluruh materi ajar dan metode pembelajaran, sehingga melahirkan generasi yang berpikir dan berperilaku sesuai dengan hukum syara’.


Negara khilafah juga memikul tanggung jawab penuh atas pendidikan rakyatnya, tanpa memungut biaya dari mereka. Pendidikan diberikan secara gratis, dengan sarana dan prasarana terbaik. Guru dan tenaga pendidik dibina agar memahami peran strategis mereka sebagai pencetak generasi pemimpin umat, bukan sekadar pengajar materi.


Tak kalah penting, negara khilafah akan memastikan lingkungan sosial yang mendukung pembentukan kepribadian Islam. Negara mengatur interaksi masyarakat dengan hukum syariah—menghapus sumber kemaksiatan, melarang pergaulan bebas, menghilangkan sarana yang membuka jalan pada kriminalitas, dan menegakkan sanksi hukum bagi pelanggar syariat.


Media pun ditempatkan pada fungsi yang mulia: sebagai sarana edukasi, dakwah, dan kontrol sosial yang sejalan dengan syariah. Negara akan mengontrol isi media agar bebas dari ide-ide rusak, propaganda liberalisme, dan konten yang merusak moral. Sebaliknya, media akan difungsikan untuk membentuk kesadaran umat terhadap Islam, membangun semangat jihad ilmiah, dan mengangkat martabat umat di mata dunia.


Inilah yang akan melahirkan generasi tangguh: mereka yang memiliki kekuatan iman, kejernihan berpikir, dan kemuliaan akhlak. Generasi yang tidak rapuh oleh tekanan hidup, karena keyakinannya kepada Allah menjadi benteng dari segala kecemasan. Generasi yang siap memimpin, bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk mengembalikan peradaban Islam yang gemilang.


Sudah saatnya umat meninggalkan sistem kapitalisme yang telah nyata-nyata gagal membina generasi. Islam dengan institusi khilafah telah terbukti selama berabad-abad mencetak generasi emas. Dari para sahabat Nabi, tabi’in, hingga para ilmuwan besar yang menginspirasi dunia. Jalan ini bukan utopia, melainkan satu-satunya solusi yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk mengangkat kembali kemuliaan umat.


Generasi hari ini memang sedang sakit parah, tapi mereka bisa disembuhkan. Obatnya bukan sekadar perbaikan kurikulum atau program motivasi remaja, melainkan perubahan sistemik menuju penerapan Islam kaffah. Dengan khilafah, generasi akan dibentuk menjadi pemimpin peradaban, bukan korban peradaban rusak. Wallahu a'lam bishshowab []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم