Oleh Dina Febri (Muslimah Pemerhati Umat)
Penjajahan di bumi Palestina hingga sampai saat ini masih terus berlangsung. Sedangkan upaya para petinggi dunia untuk mencari solusi atas genosida yang terjadi di Palestina, hingga kini nampaknya belum menemukan titik terang. Usulan membagi wilayah Palestina menjadi dua negara atau sering disebut two-state solution digadang-gadang menjadi jalan keluar satu-satunya. Benarkah demikian?
Dilansir dari cnnindonesia.com 30 Mei 2025, Presiden Prabowo mengaku siap membuka hubungan diplomatik dengan Israel dan menjamin hak Israel untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat, jika Palestina diakui oleh Israel.
Selain itu, Prabowo juga mengatakan bahwa satu-satunya kemerdekaan bagi Palestina adalah dengan solusi dua negara. Ia mendukung upaya Perancis dan Arab Saudi menyelenggarakan KTT untuk membahas mengenai solusi dua negara, yang telah dijadwalkan oleh PBB pada tanggal 17–20 Juni 2025 mendatang di New York, Amerika Serikat (Tempo.co, 30 Mei 2025).
Two-State Solution Hanya Ilusi
Awalnya, solusi dua negara tersebut pertama kali diusulkan oleh Komisi Peel pada tahun 1937. Dalam usulan ini, wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza diberikan kepada warga Arab Palestina, sedangkan wilayah lainnya, yaitu sebagian besar garis pantai dan beberapa tanah pertanian di Galilea diberikan kepada entitas Yahudi. Adapun Kota Yerusalem ditetapkan tidak masuk dalam wilayah yang dibagi, tetapi akan ditangani secara terpisah oleh pihak internasional.
Sejak awal diusulkannya saja solusi dua negara ini sudah tidak bisa diterima. Maka apakah adil, jika tanah yang merupakan milik kaum muslim yang sampai saat ini dipertahankan dengan pertumpahan darah tersebut kemudian dibagi menjadi dua, seolah bagaikan sepotong kue yang harus dibagi agar tidak terjadi pertengkaran?
Apalagi jika kita usut tentang keberadaan Zionis di Palestina yang sejak awal memang terus berupaya menguasai wilayah Palestina. Bahkan sampai saat ini, mata dan hati mereka telah dibutakan oleh hawa nafsu yang terus menjadikan rakyat sipil tak bersalah sebagai korban kebengisan mereka, hingga puluhan ribu nyawa melayang?
Tentu tidak. Hal ini hanya bak ilusi perdamaian sesaat, yang batil dan menimbulkan ketidakadilan. Sebuah solusi yang terus digaungkan oleh Amerika dan para pendukungnya, demi melanggengkan kekuasaan entitas Yahudi atas wilayah Palestina. Yang sebenarnya tidak memiliki hak sedikitpun atas tanah Palestina.
Persatuan Umat Kunci Pembebasan Palestina
Tanah Palestina merupakan milik kaum muslim hingga hari akhir nanti, yang telah dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra. sejak15 H. Tanah tersebut diserahkan oleh Uskup Safruniyus secara langsung kepada Khalifah Umar melalui perjanjian ‘Umariyyah. Sehingga tidak seorang pun memiliki otoritas untuk mengambil alih kepemilikan atas tanah tersebut walau hanya sejengkal. Rasulullah saw. bersabda :“Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi pada hari kiamat pada lehernya.” (HR. Muttafaq ‘alayh)
Sehingga solusi dua negara bukanlah solusi. Satu-satunya solusi tuntas atas genosida di Palestina adalah dengan persatuan umat Islam, dibawah naungan seorang Khalifah dan terwujudnya persatuan kekuatan militer global. Karena hanya dengan jihad, tanah Palestina yang telah dirampas oleh Zionis bisa kembali menjadi milik kaum muslim. Allah SWT. berfirman:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 190-191)
Persatuan umat Islam menjadi hal yang sangat ditakuti oleh Amerika, sebagai negara adidaya yang saat ini menguasai kekuatan global, termasuk sebagai sponsor utama atas berlangsungnya genosida di Palestina. Sehingga mereka terus berupaya untuk memecah belah kaum muslim, membuat umat Islam lupa akan identitasnya, dengan berbagai metode perang pemikiran (ghazwul fikri), moderasi beragama, framing negatif tentang agama Islam, hingga memunculkan islamofobia.
Aturan Islam Kaffah Harus Segera Diterapkan
Namun hal ini tentu tidak akan berlangsung seterusnya, sebagaimana Allah swt. telah berjanji bahwa Khilafah akan tegak kembali. Karena sejatinya, Islam adalah akidah yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, bukan hanya ibadah spiritual saja. Islam mengatur bagaimana hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan dirinya dengan Allah dan hubungan dirinya dengan orang lain.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, sehingga harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, sistem yang saat ini diterapkan adalah sistem sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Sistem ini melahirkan aturan-aturan yang dibuat oleh sekelompok manusia. Aturan-aturan tersebut sudah terbukti dengan nyata menimbulkan banyak kerusakan dalam berbagai aspek kehidupan, di kancah nasional maupun internasional. Karena aturan-aturan yang ada dalam sistem sekuler adalah buatan manusia yang lemah dan terbatas.
Sehingga umat Islam harus segera bangun dari tidur panjangnya. Sudah saatnya kita berjuang bersama partai ideologis untuk mewujudkan tegaknya sistem Islam, dan diterapkannya aturan-aturan Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari. Karena hanya dengan sistem Islam lah kehidupan seluruh umat akan terjamin keadilan, keamanan dan kesejahteraannya. Bukan hanya bagi kaum muslim saja, melainkan bagi seluruh umat manusia.
Allah SWT berfirman:
“Dan jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7]: 96)
Wallahu a’lam bishshawab.[]