Pasien OTG Milenial Meledak di Peradaban Sekuler



Oleh : Siti Nur Rahma
(aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Seperti halnya kematian, virus Covid-19 pun juga tak pandang usia. Apalagi pemuda milenial yang gak betah berlama-lama di rumah aja. Sudah jenuh, ditambah setumpuk tugas sekolah atau kuliah yang tak tau entah kapan akan berakhir. Agenda di luar rumah pun menjadi favorit semua kalangan.

Baru-baru ini ditemukan kasus pasien positif Covid-19 sebagai status Orang Tanpa Gejala (OTG). Pasien tidak mengalami keluhan dan sakit apapun meski dinyatakan positif corona. Hal ini membuat Juru Bicara Penanganan Covid-19, Ahmad Yurianto untuk mewajibkan karantina mandiri secara ketat, agar penularan virus tidak semakin meningkat.

Di Jakarta, Anies Baswedan menyatakan bahwa 66% kasus pasien Covid-19 adalah pasien OTG, data ini diperoleh dari pelacakan kasus secara aktif atau active cash finding di fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik kesehatan.

Dari ribuan siswa Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat  (AD) juga banyak terpapar kasus positif corona. Siswa baru tersebut merupakan usia muda. Untuk menjadi Siswa-siswi Secapa AD yang ada di Jalan Hegarmanah, Kecamatan Cidadap Kota Bandung, calon siswa mesti berusia di bawah 26 tahun bagi yang berijazah D3, 30 tahun bagi yang berijazah S1, dan 32 tahun bagi yang berijazah S1 Profesi. Dalam kasus Secapa AD tersebut pasien terpapar sekitar 1280 orang, yang dinyatakan pasien dengan gejala sakit hanya 17 orang. Sungguh pasien OTG semakin menjadi ancaman penularan virus corona.
(jabar.idntimes.com)

Dilansir dari nasional.tempo.co, dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui akun Youtube BNPB, Ahad 19 Juli 2020, Ahmad Yurianto melaporkan penambahan kasus Covid-19 sebesar 1.639, sehingga total menjadi 86.521 kasus. Kemudian terdapat 2.133 orang pasien sembuh, sehingga total menjadi 45.401 kasus.

Itulah proses kebijakan dalam peradaban sekuler yang meminggirkan aturan sempurna lagi paripurna dari Sang Pencipta dengan kehidupan dunia yang berasas manfaat belaka. Alih-alih ingin mengatasi pandemi dengan solusi jalan tengah, yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ), tanpa lock down yang dirasa belum mampu untuk menanggung biaya hidup rakyat. Kini kebijakan itu dilanjut ke era New Normal, dengan tetap memberlakukan protokol kesehatan. Sebab, jika PSBB kembali diberlakukan secara penuh, warga menurut Gubernur DKI Jakarta,  harus diam di rumah dan kegiatan ekonomi, keagaman dan kegiatan sosial lainnya dihentikan sementara. ‘’Jangan sampai ita harus menarik rem darurat atau emergency break. Bila itu terjadi kita semua harus kembali ke dari rumah, kegiatan sosial, keagamaan, perekonomian, dan kegiatan sosial terhenti, kita semua yang akan merasakan kerepotan bila situasi ini jalan terus.’’ Kata Anies dalam video yang diunggah akun Youtube Pemprov DKI Jakarta, Minggu (12/7)

Pertanyaannya, sampai kapankah rakyat menjalani kebijakan ini? Sedangkan pergerakan kurva kasus pasien corona belum menunjukkan penurunan.

Peradaban islam yang memberlakukan Lock Down sejak awal wabah menyebar merupakan solusi tuntas tanpa berlarut-larut. Mengkunci zona merah agar tidak menyebar kedaerah lain, dan mensuplay seluruh kebutuhan warga di daerah tersebut. Kemudian menerapkan sistem ekonomi islam,yang diharapkan mampu mendanai kebijakan lock down dengan penuh berkah ilahi. Lantas zona hijau tetap menjalankan aktivitas ibadahnya secara normal. Maka tidak hanya sekedar bermanfaat mengatasi wabah penyakit dengan menghentikan rantai penularan, tetapi juga menjadikan kehidupan rakyat sebagai lingkup hidup penuh rahmat. Hal ini juga sebagai bentuk ketaatan kepada Sang Maha Mengetahui. Dan inilah nilai yang diambil dari pemberlakuan lock down.

Sungguh benar bahwa Negara yang menjalankan titah Sang Ilahi akan menjaga nyawa setiap warganya dengan begitu berharga. Tak menunggu sampai ribuan korban melayang sebagai dampak kebijakan kapitalistik. Negara tersebut juga akan menjaga agama. Aktifitas dan tempat ibadah tidak dibatasi di semua daerah. Menjaga akal warganya, yakni dengan tidak membiarkan stress selama daring bagi pelajar, serta para orang tua yang ekonominya terdampak dari wabah corona. Menjaga jiwa, islam meminimalisir orang yang dengan mudah menganiaya orang lain. KDRT saat pandemi semakin meningkat, tentu salah satu pemicunya dari sisi ekonomi rumah tangga yang sempit, akhlak terpuji pun tersingkirkan. Negara yang menerapkan aturan islam juga akan menjaga harta. Dengan prinsip kepemilikan dalam islam, yakni kepemilikan individu, kepemilikan Negara dan kepemilikan umum, semua akan terarah secara benar dalam posnya masing-masing.

Tak tertinggal, institusi yang islami akan menerapkan aturan yang sempurna dengan menjadikan generasinya terjaga. Kesehatan para pemuda milenial akan menjadi fokus kebijakan saat pandemi sebagai bentuk tanggung jawab Negara dalam menjaga keturunan / generasi bangsa. Biaya sekolah gratis, anak didik atau mahasiswa tidak perlu memikirkan mencari uang untuk membayar pendidikannya. Kurikulumnya islami, yang membentuk pola pikir dan pola sikap islam nan mulia. Menuju sekolah pun merasa aman tanpa pergaulan bebas yang salah dan sesat. Sehingga generasi bangsa terjaga akal dan jiwanya untuk berprestasi membawa kemaslahatan umat membangun peradaban cemerlang.

Bahkan tak akan terjadi ledakan pasien dalam pengayoman syar’i. Pencegahan lebih prioritas daripada pengobatan. Semua orang pun akan menghirup udara sehat dengan kehidupan mulia di dalam peradaban yang sesuai dengan tuntunan ilahi.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم