Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Admin Kajian Online BROWNIS
Bulan Syawal memang bulan kemenangan kaum Muslimin, menang dari melawan hawa nafsu dan bertambah kesabaran karena wabah Corona. Suasana kemenangan tak hanya merambah hati rakyat biasa namun juga para pembesar negeri ini, sebut saja menko bidang Kemaritiman dan investasi, Luhut Binsar pandjaitan yang mengatakan pandemi COVID-19 saat Idul Fitri 1441 Hijriah merupakan momentum yang tepat untuk menguatkan kembali rasa persaudaraan.
Dalam unggahan di media sosialnya, Luhut mengajak segenap masyarakat, terutama umat muslim yang merayakan Idul Fitri untuk saling menguatkan diri di tengah pandemi ( merdeka.com, 25/5/2020).
Kemudian Menkoekuin Sri Mulyani yang mengatakan," Di Hari Raya ada elemen kesucian, artinya kita telah membasuh diri kita dari segala nafsu kita. Ada elemen kepasrahan karena kita sudah berikhtiar secara luar biasa dan pada akhirnya kita berpasrah kepada tuntunan untuk mendpatkan suatu soluasi, tapi juga ada elemen ketawakalan, ada rasa daya tahan, meskipun kita selalu menahan diri tapi kita tidak menyerah. Meskipun kita dalam situasi pasrah, tapi kita tidak menyerah," sambungnya (liputan6.com, 25/5/2020).
Mendadak religius. Masih ada Menteri Sosial Muliati P Batubara dan Tri Rismaharini Walikota Surabaya, senada seirama mengajak rakyat untuk memanfaatkan moment Lebaran untuk " kembali" kepada Tuhan. Sang Pencipta alam semesta. Ada apa?
Mengakui keberadaan Allah memang sudah jadi fitrah manusia. Itu telah tercantum dalam Quran surat Al - A' raf : 172, yang artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (serayaberfirman) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keEsaan Tuhan)”.
Maka bukan hal yang aneh, jika dalam keadaan tertentu manusia ingin kembali mengingat keberadaan Allah dan menyadari siapa dirinya. Masalahnya, hanya mengingat tak berimbas pada perubahan keadaan. Padahal Allah memerintahkan manusia untuk selalu dinamis. Mengupayakan bahwa hari ini lebih baik dari kemarin, begitu seterusnya. Allah berfirman dalam Quran Surat Al Hasyr:18 yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.".
Inilah bukti bahwa penguasa kita hari ini fix mengadopsi sekulerisme dalam mengatur urusan rakyatnya. Kebijakan yang disahkan tak satupun yang didasari dari apa yang dihalalkan atau diharamkan Allah. Mereka mengingat Tuhan, Allah hanya sekedar simbolis lisan, namun tak meresap ke dalam amal. Padahal moment Idul Fitri ini sangat tepat untuk kita kembali kepada yang fitrah, yang sesuai dengan keberadaan penciptaan kita yaitu sebagai hamba Allah.
Bukti sistem sekulerisme kapitalisme makin tak bisa diberi hati. Apalah yang bisa diharapkan pada kepemimpinan seorang manusia jika ia yang sama-sama makluk dengan kita, memiki keterbatasan. Bahkan tak menjadikan hukum Allah sebagai hukumnya ketika ia memimpin umat. Padahal jelas ia muslim.
Islam memandang fitrahnya hari raya tak sekedar kebahagiaan sesaat, namun perjuangan menuju bahagia hakiki. Dan bahagia hakiki hanya bisa dicapai dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya. Sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat Ali Imran :102 yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Takwa itu hal yang wajib dimiliki oleh kaum Muslim hingga mereka mati. Bahkan, Allah SWT melarang siapa saja yang telah bersyahadat meninggalkan Islam hingga ia mati dalam keadaan kafir. Dengan kata lain takwa adalah perilaku kaum Muslim yang senantiasa melekat dalam setiap saat, setiap tempat dan disetiap amanah.
Seorang pemimpin dalam Islam lebih-lebih, tak sekedar bisa mengucapkan kata-kata religius tapi juga wajib mengajak rakyat yang ia pimpin untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa. Agar keberkahan benar-benar menyelimuti langit dan bumi. Wallahu a' lam bish showab.[]