Suka Cita di Balik Duka



Oleh : Septa Yunis
(Analis Muslimah Voice)

Guru merupakan penyambung yang bisa menghubungkan anak – anak dengan harapannya. Gurulah yang paling tahu potensi anak didiknya. Guru juga yang akan mengantarkan anak didikna meraih cita-citanya. Terbukti, profesi apapun dari pilot sampai dosen,pasti ada pro aktif guru di belakangnya.

Dengan demikian harusnya guru layak mendapatkan apresiasi dari para orang tua murid, terlebih pemerintah. Di Indonesia sendiri, setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hal ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden no. 78 tahun 1994. Disambut suka cita di setiap tahunnya. Dan tak ketinggalan banyak yang memberikan ucapan secara langsung maupun melalui media sosial.

Dilansir dari Kompas.com (25/11/2019) Ucapan "Selamat Hari Guru" meluncur untuk para guru sebagai apresiasi atas dedikasinya mengabdi. Bahkan, pada Senin (25/11/2019) pagi, tagar #selamathariguru dan #harigurunasional menjadi trending di media sosial Twitter Indonesia.
Salah satu yang ikut meramaikan tagar ini adalah Khusni Abbas melalui akun @kabbas_khusni. "Selamat Hari Guru, formal maupun nonformal. Guru adalah pemberi ilmu, agar jalanmu tak buntu," tulisnya dengan menyertakan tagar #HariGuruNasional2019.

Peringatan hari guru tersebut tidak muncul begitu saja, akan tetapi ini adalah hasil dari perjuangan guru pada masa lalu yang terhimpun dalam Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Perkumpulan ini didirikan pada tahun 1912 oleh pemerintahan kolonial Belanda, lalu menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada 1932. Saat Jepang mulai menduduki Indonesia, semua organisasi dilarang, sekolah-sekolah ditutup, sehingga PGI tidak lagi beraktivitas.

Hari guru seharusnya dimaknai bukan sekedar ceremonial belaka. melainkan sebagai ajang refleksi evaluasi kerja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai bentuk perhatian dan kepeduliannya terhadap nasib-nasib pahlawan tanpa tanda jasa.

Namun faktanya kesejahteraan guru terutama guru honorer sangat jauh dari kata sejahtera. Bagaimana tidak, gaji guru yang tidak seberapa harus ditahan bahkan tidak diberikan. Seperti di Ende yang dilansir Kompas.com (22/11/2019) Nasib sebagian guru honorer di Kabupaten Ende, Flores, NTT di tahun 2019 ini terkatung-katung.  Betapa tidak, mereka yang mengajar setiap hari, dari pagi hingga sore sepanjang tahun 2019 ini belum mendapat gaji dari pemerintah daerah. Padahal, pemerintah daerah Kabupaten Ende mempunyai kebijakan tersendiri untuk guru honorer. Kebijakan itu adalah berupa insentif tambahan dari pemerintah melalui biaya operasional sekolah daerah (Bosda). Kebijakan itu mulai di tahun 2018.

Prosesi guru sejatinya adalah profesi yang mulia, namun di negeri ini nasib guru tidak diperhatikan sampai diabaikan. Beda perlakuan dengan para pejabat yang mendapat gaji dan tunjangan yang bisa dikatakan lebih, selain itu fasilitas yang didapatkan juga tak kalah mewah.

Pemerintah dan pemilik lembaga pendidikan seharusnya memperhatikan bahwa hak yang berkecukupan akan berbanding lurus dengan kewajiban. Tanggung jawab yang cukup berat itu alangkah bijaksananya jika diimbangi dengan penghargaan yang layak.

Dengan kondisi yang demikian, sebenarnya menunjukkan jika kegagalan sitem pendidikan hari ini, mengapa karena  pendidikan hari ini dijauhkan dari agama, dan ketidak pastian tujuan, serta dibisniskan. Pendidikan ala kapitalis jelas tidak akan pernah mampuh membangun, memajukan dan meningkatkan kesejahteraan dan martabat kehidupan masyarakat termasuk guru.

Sungguh ironis ketika jasa yang luar biasa tidak mendapat apresiasi, hanya ucapan selamat dan ceremony. Jika pemerintah yang punya andil dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat termasuk guru itu hanya memberi janji-jani tanpa bukti, dapat dipastikan kesejahteraan guru hanya mimpi manis yang terus dipupuk. Semua ini akan terus terulang kembali jika masih berharap pada system pendidikan hari ini. Yaitu sitem sekuler kapitalis.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم