Sertifikasi Perkawinan, Perlukah?


Noviantika
Praktisi dan Pengamat Pendidikan

Pemerintah berencana memberlakukan program sertifikasi bagi calon pasangan yang akan menikah. Melalui Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan  Manusia dan Kebudayaan, program ini akan diberlakukan mulai tahun 2020.   Sebagaimana dilansir dalam Kompas.com bahwa salah satu tujuan sertifikasi ini  untuk mencegah stunting. Para calon pasangan akan mendapatkan pembekalan terkait masalah gizi, dan kesehatan reproduksi.

Pasangan yang akan menikah memang perlu mendapatkan bimbingan sebelum memasuki  rumah tangga. Banyak ilmu yang harus dipersiapkan terutama terkait ilmu agama karena  dalam Islam kepala keluarga  bertanggung jawab untuk melindungi anggota keluarganya dari siksa api neraka. Selain itu diperlukan ilmu lainya seperti pengetahuan tentang gizi, tumbuh kembang anak, pengelolaan keuangan, pengolahan makanan.  Karena itu,   telah banyak persiapan  pra nikah  khususnya di kalangan umat islam yang digagas oleh lembaga atau individu.  Penyelenggaraan persiapan pra nikah  dalam bentuk seminar atau kursus merupakan  ikhtiar  agar rumah tangga yang dibangun  berkualitas.

Gagasan sertifikasi perkawinan  perlu diseriusi jika dikaitkan dengan tingginya  jumlah perceraian yang dari tahun ke tahun meningkat. Dalam detik.com disebutkan sepanjang tahun 2018 saja ada setengah juta pasangan yang bercerai. Ini baru dari pasangan beragama islam.  Angka sebenarnya lebih tinggi.  Dan yang berinisiatif mengusulkan perceraian lebih banyak kaum perempuan. Fakta ini tentu memprihantinkan mengingat kualitas pernikahan berhubungan erat dengan kualitas pendidikan anak anaknya termasuk penanganan gizinya.

Penyebab perceraian terbesar adalah faktor ekonomi dan pertengkaran yang tidak ada penyelesaian terkait finansial. Kondisi ini tidak lepas dari kehidupan sekarang yang memang serba mahal.
Berbagai kebijakan pemerintah misal pencabutan subsidi listrik, kenaikan BBM berimbas pada kenaikan berbagai kebutuhan pokok. Tentunya ini menambah beban  keluarga terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Tidak jarang istri terpaksa harus ikut bekerja untuk mencukupkan kebutuhan rumah tangga. Namun, seringkali penghasilan tetap tidak bisa mengejar kenaikan harga harga kebutuhan pokok.

Istri yang seharusnya menjalankan fungsi pendidikan di rumah, waktunya  tersita untuk mencari nafkah. Akhirnya saat suami istri bertemu di rumah, dalam keadaan lelah yang mudah memicu pertengkaran.  Anak anak pun menjadi korban.

Keterbatasan  ekonomi inilah yang sebenarnya  salah satu penyebab stunting. Sehingga seharusnya jika pemerintah ingin mengatasi stunting, bukan melalui sertifikasi perkawinan. Melainkan harus melihat bahwa masalah stunting ini terkait dengan aspek lainnya seperti ekonomi, penyediaan kebutuhan pokok yang terjangkau, pelayanan kesehatan, keamanan negara.

Persiapan menjelang pernikahan menjadi suatu program yang terpisah dari penanganan stunting. Tidak cukup dengan pengetahuan tentang gizi untuk bisa membangun rumah tangga sakinah mawaddah warrohmah yang melahirkan generasi sehat dan kuat sebagai penerus masa depan.

/Solusi Islam Mengatasi Stunting/

Sesungguhnya gambaran negara ideal – yang mampu menciptakan  kesejahteraan, kehormatan setiap keluarga. Dimana keluarga dapat menjalankan fungsinya sebagai benteng pertahanan keluarga yang kokoh. Keluarga yang mampu mencukupi kebutuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan anggotanya, memberi perlindungan pada anak-anaknya dan menjaga kehormatan perempuan yang menjadi anggota keluarganya.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Islam memiliki  sistem ekonomi, pendidikan, aturan sosial, media dan yang lainnya untuk  memberi jaminan perlindungan bagi keluarga muslim termasuk kaum perempuan dan anak. Satu sistem terkait dengan sistem yang lain yang jika diterapkan menyeluruh akan mencegah terjadinya stunting.
Berikut adalah gambaran jaminan yang dilakukan oleh sistem Islam.

Pertama, jaminan terhadap kehormatan perempuan. Posisi utama perempuan adalah sebagai pendidik generasi muda. Ibu yang cerdas, beriman dan sadar akan tugas utamanya, akan melahirkan generasi  yang berkualitas. Islam menjaga kehormatan kaum perempuan dengan hukum-hukumnya yang mulia. Perempuan diminta menutup aurat dan berhijab dan berbagai hukum lainnya yang sangat melindungi perempuan. Setelah menjaga kehormatannya, Islam memerintahkan kaum perempuan untuk menjalankan berbagai peran yang luar biasa dalam menjaga masyarakat, yakni berperan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa robbatul bayt), mendidik anak-anak mereka dan menguatkan suami mereka dalam mengemban Islam.

Kedua, jaminan kesejahteraan keluarga. Ketika perempuan mendapatkan tugas utama dalam keluarga yakni sebagai ibu serta pengatur dan penyelamat bahtera rumah tangga, maka perempuan tidak dibebani tugas untuk bekerja menafkahi dirinya sendiri. Tugas tersebut dibebankan kepada laki-laki—suaminya, ayahnya ataupun saudaranya. Dengan terlaksananya kewajiban masing-masing dari ibu dan ayah, maka anak-anak akan terjamin kehidupannya.

Islam akan menindak suami yang tidak memenuhi kebutuhan keluarganya dengan baik. Negara akan mendetili suami yang tidak melaksanakan kewajiban nafkah ini. Andai mereka tidak melakukannya karena tidak memiliki pekerjaan maka Negara akan membantunya untuk mendapatkan pekerjaan. Jika disebabkan karena kurangnya ilmu dan keterampilan maka Negara akan melakukan pembinaan.

Begitupun kalau mereka lemah dari sisi modal maka Negara akan memberinya bantuan modal. Namun, jika penyebabnya karena malas dan enggan bekerja maka Negara akan menasehatinya dan bahkan bisa sampai memberlakukan sanksi jika tetap tidak ada perubahan.

Di saat yang sama diberlakukan kebijakan ekonominya untuk pemenuhan kebutuhan hidup rakyat. Kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka.

Ketiga, jaminan untuk memperoleh pendidikan. Dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. Karena itu setiap keluarga harus memperoleh akses terhadap ilmu yang bermanfaat.

Negara menyiapkan sistem pendidikan murah dan berkualitas yang menjamin setiap warganegara mendapat pengajaran yang efektif terhadap ilmu-ilmu Islam dan ilmu bermanfaat lainnya.

Demikianlah gambaran jaminan dari sistenm Islam terhadap keluarga.  Walhasil, inilah sesungguhnya solusi bagi permasalahan stunting. Dengan kata lain melaksanakan sertifikasi perkawinan untuk.mencegah stunting ibarat jauh panggang dari api. Masalah dan solusi tidak nyambung. Dengan kata lain menyelenggarakan sertifikasi perkawinan untuk mengatasi stunting tidaklah tepat namun memberikan pembekalan pada pasangan yang akan menikah tetap penting.   Menyiapkan laki laki agar siap menjadi ayah dan perempuan menjadi ibu adalah proses yang tidak cukup dilakukan dalam waktu 3 bulan. Ini sebuah proses yang terintegrasi dalam proses pendidikan di rumah oleh orang tua.

/Persiapan Menuju Pernikahan/

Untuk  menciptakan keluarga yang tangguh adalah proses yang harus dilakukan sejak dini melalui proses pendidikan di rumah dan sekolah.  Pengokohan aqidah adalah yang utama karena merupakan inti dari kehidupan seorang muslim yang akan mengarahkan pada tujuan ibadah kepada Allah.  Otang tua juga mengenalkan syariah islam sebagai acuan perbuatan sehingga seluruh anggota keluarga terbiasa terikat pada hukum syara. Bukan akal manusia yang menghukumi perbuatan.

Orang tua memberikan pendidikan sex.  Pendidikan sex dalam islam berbeda dengan  cara pandang barat.  Pendidikan sex ala barat hanya berkisar pada alat reproduksi, bagaimana  melakukan sex yang aman.  Sementara  islam sudah mengajarkannya sejak dini.  Pengenalan jenis kelamin, berperilaku sesuai jenis kelamin, memisahkan tempat tidur, kewajiban menutup aurat, meminta izin di waktu tertentu saat memasuki.kamar orang tua, menundukkan pandangan, tidak berikhtilat dan berkhalwat.  Inilah praktek  pendidikan sex dalam islam  yang diberikan secara bertahap sesuai usia.

Mengembangkan potensi anak agar tumbuh menjadi anak mandiri khsususnya pada anak laki laki karena ia memiliki tanggung jawab terhadap keluarga sehingga harus berkemampuan bekerja untuk memberi nafkah.  Anak perempuan dibiasakan  melakukan aktivitas di rumah sehingga cekatan dan mampu mengelola waktu dengan baik. Ia terbiasa merapihkan rumah agar menjadi tempat yang nyaman bagi penghuninya. Sebagai penanggung jawab terkait gizi saat menjadi ibu, anak perempuan dibekali ilmu gizi dan pengolahan makanan.

Tatkala anak dididik dengan pola pikir seperti aqidah, pemahaman akan syariah, dan potensinya terasah lalu amalan keseharian adalah amal sholeh, ia tumbuh menjadi pribadi muslim yang produktif.  Menikah dan membangun rumah tangga dilihat sebagai  sarana ibadah untuk melahirkan generasi yang bertaqwa, sehat dan kuat.

Menyelesaikan  masalah stunting,  menekan angka perceraian tidak cukup dengan selembar sertikat perkawinan hitungan 3 bulan melainkan memerlukan penanganan secara menyeluruh oleh negara dengan tata kelola yang bersumber dari Allah Subhana wa Ta’ala. Negara melalui penerapan hukum Islam secara kaffah akan menciptakan keluarga-keluarga yang tangguh.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم