Oleh : Fauziyah Ali
Indonesia masuk jadi anggota G-20 keren nggak ya? Atau biasa-biasa saja? Atau apa peduli saya? Memang apa sih G-20? Pikiran saya nggak sejauh G-20 itu? Yang penting ini anak-anak sekolah, bisa makan makanan bergizi, cukuplah. Ya, rekreasi bolehlah, ke tempat-tempat yang tiket masuknya murah aja. Biar seger aja gitu.
Kalau seandainya masuknya Indonesia jadi anggota G-20 itu akan mempengaruhi stabilitas keuangan rumah tangga kita? Percaya nggak? Misal nih, sekolah terbaik menjadi sulit terjangkau karena semakin mahal. Boro-boro bisa makan bergizi? Bisa makan aja udah alhamdulillah. Dan kalau udah begini, boro-boro ada dana untuk piknik walau murah sekalipun.
G-20 itu adalah kelompok 20 ekonomi utama yang terdiri dari 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan uni Eropa. G-20 didirikan tahun 1999.
Indonesia adalah satu-satunya negara dari Asia Tenggara yang menjadi anggota G-20. Sepertinya memang membanggakan? Tapi benarkah?
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap baik sehingga layak dijadikan anggota G-20. Benarkah ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Konon katanya pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5 %. Saya koq 'mbuh' begini ya? Gimana coba ngerasain pertumbuhan ekonomi Indonesia itu tumbuh. Sehingga Indonesia dianggap layak jadi anggota G-20 sejajar dengan negara-negara maju yang lain.
Padahal kemiskinan di Indonesia terpapar begitu nyata, jurang antara di si kaya dan si miskin menganga begitu lebar, gizi buruk, ada bapak yang terpaksa puasa seminggu jika tidak dapat penghasilan pada waktu yang sudah ditentukan. Astagfirullah.
Selidik punya selidik, ternyata ekonomi Indonesia dianggap baik karena batasan orang tidak miskin itu jika mempunyai penghasilan di atas Rp 401.000/bulan. Hitung-hitungan yang aneh dan terlalu dipaksakan. Bayangkan Rp 401.000 untuk biaya hidup sebulan dapat apa? Realistislah! Jangan asal ngarang begitu! Lagipula ada yang perlu diperhatikan bahwa yang dikatakan kebutuhan pokok ya tidak hanya konsumsi untuk makan saja tapi biaya kesehatan, pendidikan, tempat tinggal yang layak, air bersih dll. Bagaimana itu bisa dipenuhi dengan Rp 401.000. Belum lagi ditambah daya beli masyarakat yang semakin rendah, lapangan pekerjaan yang semakin sulit. Benar-benar menyebalkan.
Lalu mengapa Indonesia dengan kondisi ekonomi yang masih begitu, bisa-bisanya jadi anggota G-20? Pertanyaan ini didukung dengan kenyataan negara Malaysia dan Thailand yang PDB (Produk Domestik Bruto)nya lebih tinggi dari Indonesia tapi tidak menjadi anggota G-20.
Banyak analisis ekonomi yang menyatakan masuknya Indonesia menjadi anggota G-20 bukan karena ekonomi Indonesia yang baik melainkan karena negara-negara besar yang paham posisi geopolitik dan geostrategis Indonesia juga dari sisi pengadaan bahan baku, sumber tenaga kerja, dan objek pasar bagi industri negara-negara maju.
Lihatlah SDA Indonesia begitu menggiurkan, SDM begitu banyak dan murah, merupakan pasar yang besar dan tentu mempunyai wilayah yang luas. Hal-hal inilah yang disinyalir menjadi alasan ditariknya Indonesia sebagai anggota G-20. Kan biasanya begini diadakan forum. Dalam forum itu akan dibahas isu-isu internasional yang mendukung kapitalisme-liberal seperti iklim, terorisme, gender. Yang ujung-ujungnya negara berkembang akan mengikuti skenario mereka. Hal ini semakin jelas karena mekanismenya B to B.
Jadi apa dong yang harus kita lakukan. Yang pertama jangan ge er Indonesia jadi anggota G-20 berikutnya ungkap fakta ini dan jadikan Indonesia punya ekonomi yang mandiri.
Bukankan para anggota G-20 sebagian besar adalah negara yang kuat dari sisi ekonomi. Sulit untuk melepaskan diri. Betul. Jadi mari membuat kekuatan baru yang sejajar dengan mereka. Kekuatan baru ekonomi itu bisa tercipta jika ada Daulah Khilafah Islam yang menerapkan Sistem Ekonomi Islam. Wallahu 'alam bisshowab.[]