Kejahatan Seksual Gawat Darurat




Penulis: Ummu Alif
(Pengurus MT Ar-Rahmah Pare)

Kekerasan seksual terhadap perempuan kian meningkat di Indonesia. Data terbaru dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa hingga April 2025 saja sudah tercatat 5.949 kasus. Komnas Perempuan juga mengatakan jika tindak kejahatan kekerasan seksual naik lebih dari 50% dibandingkan pada 2023.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan 70% korban kekerasan seksual kenal dengan pelaku mulai dari ayah kandung, paman, kakek, kakak, keluarga, guru, dosen, aparat, dan pejabat negara.

Jelas sekali, hari ini seolah-olah tidak ada ruang aman bagi perempuan. Kejahatan seksual kerap mengintai baik di ruang umum maupun pribadi, seperti di transportasi umum, tempat kerja, sekolah, maupun pesantren. Bahkan di dalam ruang praktik dokter sampai di rumah sendiri yang seharusnya aman tidak luput dari ancaman. Begitu juga dengan ruang sel tahanan oleh pengawasnya.

Meskipun sudah ada Komnas Perlindungan Perempuan dan UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) juga sudah disahkan, namun tidak juga mampu membuat kaum perempuan merasa aman. Para pelaku kejahatan seksual bahkan tidak takut atau jera.

Sungguh, peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan ini membuat kita layak bertanya, apa yang salah dengan hukum hari ini? 

Akibat Sistem Sekuler Liberal Kapitalisme

Meski Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita berada dalam sistem sekuler liberal kapitalisme. Salah satu hal yang dilindungi dalam sistem kapitalisme adalah kebebasan berperilaku. Hal ini di antaranya tampak dari maraknya konten pornografi. Miris, sejak 2005 Indonesia masuk 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Sedangkan sudah sangat jelas pemicu sek bebas, perzinaan dan kekerasan seksual adalah konten pornografi. 

Di sisi lain, masyarakat juga makin permisif. Interaksi bebas antara laki-laki dan perempuan sebagaimana pacaran dianggap biasa. Selain itu, kontes kecantikan juga aksi lenggak-lenggok para model di catwalk, telah mencitrakan perempuan halal sebagai objek pelampiasan hawa nafsu kaum laki-laki.

Sayang, penegakan hukum justru gagal melindungi kaum perempuan. Kebanyakan korban kejahatan seksual merasa trauma, namun sebaliknya pelaku hanya mendapatkan hukuman ringan. Tidak sedikit pula yang kasusnya tidak diselesaikan secara hukum, melainkan hanya dengan jalan damai.

Solusi Islam

Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, Islam memberikan aturan yang teperinci bagi perempuan. Tidak sekadar penanganan setelah terjadi kasus, Islam memiliki berbagai bentuk pencegahan kekerasan seksual.

Islam mewajibkan seluruh individu muslim, baik laki-laki maupun perempuan, untuk senantiasa menundukkan pandangan kepada lawan jenis yang bukan mahram. Celah-celah yang berpeluang menumbuhkan naluri seksual dalam diri tiap individu, dikendalikan dan dibentengi oleh keimanan.

Islam juga mengatur batasan-batasan aurat dalam berpakaian. Islam menetapkan bahwa pakaian wajib kaum muslimah saat keluar rumah adalah kerudung (khimar) yang terulur hingga menutupi dada (QS An-Nur [24]: 31) dan baju jilbab (gamis), yakni baju panjang yang lebar dan tidak menampakkan lekukan tubuh mereka (QS Al-Ahzab [33]: 59).

Islam mengharamkan aktivitas yang bercampur baur (ikhtilat) juga berduaan (khalwat) antarlawan jenis tanpa ada kepentingan yang syar'i seperti muamalah, pengobatan, dan pendidikan. Islam juga mewajibkan pendamping yaitu seorang mahram bagi perempuan saat bepergian maupun berinteraksi dengan lawan jenis. 

Dalam Islam, haram mempekerjakan perempuan dengan cara mengeksploitasi tubuh dan penampilan mereka seperti dalam sistem kapitalisme. Kaum perempuan diperbolehkan bekerja di luar rumah sebatas berdasarkan keterampilan mereka. Namun, mereka harus menutup aurat mereka secara sempurna dengan memakai kerudung dan jilbab syar'i serta tidak tabarruj (berhias yang mengeksploitasi kecantikan mereka).

Negara Islam (Khilafah) menerapkan aturan yang adil dan hukum yang memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan seksual. Islam memiliki sanksi tegas bagi para pelaku seperti penjara, hukuman cambuk, bahkan hukuman mati jika kejahatannya sangat buruk. Semua sanksi takzir ditetapkan menurut ijtihad khalifah. Takzir juga diterapkan untuk para pelaku pelecehan seksual seperti cat calling, menyentuh/meraba perempuan, mengintip, dsb. 

Bagi para pelaku pemerkosaan ada sanksi yang jauh lebih berat. Jika pelakunya adalah lelaki yang belum menikah (ghayru muhshan), sanksinya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya kategori sudah pernah menikah (muhshan), sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati. Sanksi ini bisa ditambah lagi jika pelaku melakukan tindak penculikan dan penganiayaan terhadap korban. Adapun korban wajib diberi perlindungan oleh negara. Negara wajib menjamin keamanan korban, juga perawatan fisik dan mental hingga pulih.

Sungguh, kebebasan berperilaku produk sistem kapitalisme telah merusak dan mengeksploitasi kaum perempuan. Tidak ada solusi dan perlindungan terbaik untuk kaum perempuan kecuali dengan menerapkan sistem kehidupan Islam dalam institusi negara, yakni Khilafah Islamiah. Wallahualam bissawab. [NA]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama