Oleh : Ummu Zein
Sejumlah siswa Sekolah Menengah Pertama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menglami keracunan usai mengonsumsi Makanan Bergizi Gratis (MBG). Diketahui siswa SMP Negeri 3 Berbah, Sleman ini mencapai 135 orang siswa dan 2 di antaranya adalah guru yang mengalami diare, 66 orang korban langsung di tangani oleh Puskesmas yang di datangkan oleh Kepala Sekolah SMPN 3 Berbah, dan 3 orang lainnya harus Rawat jalan di dua RSUD yang berbeda.
Makanan yang mereka konsumsi dari program MBG ini yaitu berupa paket nasi kuning, telur dadar, abon, tempe kering, dan buah jeruk sebagai makanan penutupnya. Pihak sekolah masih menunggu hasil laboratorium untuk mengetahui lebih lanjut yang menjadi penyebab keracunan yang dialami siswa dan guru ini. Apakah sanitasi, makanan, atau dari air minum nya belum di ketahui pasti penyebabnya. Kepala Sekolah Siti Rochmah Nurwati mengatakan, total keseluruhan siswa itu ada 380 orang, dan karena ini program yang disediakan pemerintah otomatis tidak ada yang bisa menolak. Namun yang terkena dampak keracunan seperti diare dan mual hanya mencapai 137 orang.
Hal ini tentunya menuai kontroversi di kalangan orang tua siswa sehingga mengusulkan perlunya mengevaluasi ulang, jikapun program ini dilanjutkan maka para orang tua siswa meminta untuk lebih berhati-hati lagi, selain itu orang tua siswa juga berpendapat agar mengganti dengan uang saku yang bisa dipergunakan untuk keperluan sekolah lainnya. (Tirto.id 27/08/2025)
Dibeberapa negara program ini terbukti dapat meningkatkan kesehatan, status gizi anak, prestasi dan juga bertujuan untuk mengurangi angka putus sekolah. Namun sayangnya program ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Mewujudkan generasi sehat yang berkualitas unggul nyatanya belum bisa terwujud mengingat pengawasan yang kurang apik dalam kualitas dan keamanannya. Anggaran yang digunakan pun tidak diolah secara matang dan rinci sehingga harus tetap gali lubang tutup lubang malah menambah utang dan rakyat pula mesti ikut bergotong royong demi program ini. Sungguh sangat ironis bukan ?
Sebagai program yang menjadi prioritas pemerintah anggaran MBG ini masih gelap dan jauh dari ekspektasi. Indonesia yang selalu ingin mengikuti program beberapa negara maju mengambil inisiatif dengan mengadakan program MBG ini, hanya saja anggaran yang digunakan dari dana APBN ini nyatanya hanya bisa diberikan sebesar Rp.15 ribu dan masih harus mengalami pemangkasan menjadi Rp. 10 ribu per porsi. Dengan anggaran Rp. 10 ribu per porsi nya, berapa rupiah kira-kira yang akan sampai ke peserta didik ? Dengan wilayah yang terbentang luas dari Sabang hingga Merauke, dengan anggaran Rp 10 ribu per porsi bagaimana cara merealisasikan target peningkatan kesehatan dan gizi ? Disebagian wilayah mungkin masih bisa mendapatkan nasi dan lauk sederhana, tetapi sebagian wilayah lainnya dengan bahan baku yang serba mahal apakah benar masih bisa mendapatkan makanan yang layak dan bergizi ?
Semua pertanyaan masyarakat yang semacam ini pasti muncul mengingat harga bahan makanan sekarang itu serba mahal, sehingga menjadi nada pesimis di kalangan masyarakat bukan tanpa alasan.
Pasalnya Indonesia yang selama ini memakai sistem kapitalistik hanya mementingkan keuntungan untuk dirinya sendiri namun tidak ingin melihat apakah itu merugikan, mencukupi, dan mensejahterakan rakyatnya. No free lunch menjadi ungkapan yang menyatakan
"Tidak ada makan siang gratis semua harus ada kompensasinya."
Dalam Islam pembangunan sumber daya manusia merupakan titik tekan yang diberikan oleh Negara Khilafah. Kualitas pendidikan, kesehatan, gizi generasi adalah prioritas bagi negara, yang menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Negara wajib memenuhinya baik langsung atau tidak langsung mekanismenya, itu adalah tanggung jawab negara besar ataupun kecil anggaran pembiayaan nya tetap menjadi tanggung jawab negara. Islam mengharamkan masalah jaminan kualitas gizi generasi digantungkan kepada orang-orang kafir(investasi asing). Seperti tertulis dalam terjemahan QS. An Nisa: 141
" ... Allah sekali-kali tidak akan pernah memberi jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman."
Peran penguasa sebagai pelayan sekaligus pelindung merupakan seorang yang harus bertanggung jawab dalam merealisasikan jaminan kemaslahatan umum, kesehatan dan kesejahteraan bagi warga negaranya.
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) ini tidak akan terbesit dalam benak seorang pemimpin yang menerapkan sistem Islam.
Dalam Islam mekanisme pertama yang harus dilakukan oleh negara adalah menyediakan lapangan kerja yang layak bagi setiap warga negara laki-laki yang telah akil balig. Sebab seorang laki-laki merupakan pemimpin bagi setiap keluarganya yang di haruskan untuk menafkahi keluarganya dan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan untuk setiap keluarganya. Sehingga negara harus memastikan seorang pemimpin keluarga tersebut memiliki mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari mulai pemenuhan gizi generasinya.
Begitupun negara wajib memastikan tidak ada satu pun rakyatnya yang mengalami kelaparan. Seperti yang di contohkan oleh Kholifah Umar bin Khaththab, beliau rela memanggul gandum sendiri yang di ambilnya dari baitul mal, pada saat berkeliling di malam hari untuk memastikan ketercukupan pangan rakyatnya. Kemudian diberikan kepada keluarga yang berhak menerimanya agar tidak kelaparan. Mekanismenya langsung dengan bantuan dari kas negara untuk mereka yang berhak menerimanya, besaran anggaranya yaitu sampai mengangkat keluarga keluar dari kelaparan, bukan dengan ukuran dinar ataupun dirham.
Dalam syariat Islam juga swasembada pangan harus diwujudkan tanpa harus bergantung pada impor, mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan, rantai distribusi yang disiapkan juga untuk menjangkau setiap daerahnya dari kota sampai pelosok desa, pantai, sampai pulau yang terjauh semua harus merata mendapatkannya. Negara membangun infrastruktur secara mandiri tanpa bergantung pada investor asing.
Menjaga asupan gizi melalui makanan bukanlah satu-satunya ukuran untuk menjaga kesehatan bagi generasi. Aspek lain seperti lingkungan hidup yang bersih dari pencemaran air dan udara pun menjadi hal yang harus diperhatikan untuk perbaikan gizi dan kesehatan warga negara. Begitupun dengan aspek papan seperti rumah tinggal harus diperhatikan dari mulai ventilasi, kebersihan lingkungan, pencahayaan, air yang bersih, material yang aman, ramah, dan nyaman harus memadai. Semua aspek ini sangat terbatas apabila dibebankan kepada individu saja, oleh sebab itu islam meletakan keperluan ini sebagai tanggung jawab bagi negara dengan mekanisme yang sesuai syariat Islam.
Ketika syariat Islam yang dijadikan sebagai sumber untuk mengatur segala hal tentang kemaslahatan negara. Maka kesejahteraan, keamanan, kemakmuran bagi masyarakat akan terwujud. Sebab yang dibutuhkan oleh rakyat adalah penerapan Islam secara kafah, yang mengatur segala kehidupan manusia sesuai dengan aturan Allah dalam sistem kepemimpinan Khilafah. (Muslimahnews. 31/12/2024).
Wallahu 'alam bisshawwab.