Tukar Guling Kemerdekaan, Jelas Pengkhianatan


  


Oleh : Farzana (Aktivis Dakwah)


Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, memberikan pernyataan mengejutkan bahwa ketika negara Palestina diakui oleh Zionis, Indonesia akan siap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.


Bapak Prabowo juga menyampaikan dengan tegas bahwa kita harus mengakui dan menjamin hak Israel sebagai negara yang berdaulat dan harus dijamin keamanannya. (Cnnindonesia.com, 30/05/2025)


Tidak hanya itu, Presiden Republik Indonesia juga menyampaikan dukungannya terhadap upaya Prancis dan Arab Saudi untuk menyelenggarakan KTT di New York pada Juni ini dalam rangka mendorong solusi dua negara dan mewujudkan perdamaian Timur Tengah. (tempo.co, 30/05/2025)


Statemen Presiden Prabowo yang mengatakan siap mengakui kemerdekaan Israel jika Palestina diberi kemerdekaan adalah jebakan narasi solusi dua negara buatan Inggris dan Amerika. Hal tersebut sangat jelas dengan arah pembicaraan Bapak Prabowo yang mendukung solusi dua negara yang akan dibahas lebih lanjut di KTT New York, Amerika Serikat.


Statemen tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Gaza. Bahkan mengkhianati perjuangan para penakluk di masa Khalifah Umar, pasukan Sultan Shalahuddin, korban Nakba, intifada dan martir taufan al Aqsa.  Yang selama ini mereka berjuang untuk pembebasan seluruh wilayah Palestina sebagai tanah kharaj kaum muslim dengan mengorbankan darah suci mereka. 


Dan jangan lupakan penduduk Gaza dan Palestina yang hingga saat ini masih berjuang, menahan lapar menanggung kemiskinan ekstrim, kehancuran yang amat parah, merelakan keluarganya dan harta mereka,  namun tetap semangat mempertahankan tanah Palestina. Mereka semua masih bertahan sejauh ini, hanya untuk mengambil kembali tanah Palestina dan mengusir Zionis. Padahal mereka ditawarkan untuk tinggal di berbagai negeri muslim. Tawaran itu sebagai celaan bagi mereka apalagi mengikuti kehendak AS untuk kepentingan dan ide gila  wisata Timur Tengahnya.


Dalih bahwa statemen Presiden harus dibaca sebagai tujuan perantara dan batu loncatan diplomatik untuk menekan Zionis agar mau mendengar suara kita hanyalah harapan palsu belaka. Selama ini upaya dari pemimpin negeri-negeri muslim hanya sebatas diplomatik yang sama sekali tidak ada hasil yang signifikan. 


Diplomatik yang hanya sekedar basa-basi politik, tidak lebih hanya untuk melindungi diri dari kecaman rakyat. Para pemimpin negeri muslim sejatinya hanya membebek pada kepentingan Amerika Serikat (AS). Sampai kapan pun, selama  negeri ini masih mempertahankan sistem ekonomi dan pemerintahan berbasis Ideologi Kapitalisme maka selama itu juga negeri ini akan terus berada di bawah ketiak AS dan melindungi berbagai kepentingan AS.


Sangat mengherankan dan terlihat lucu sekali, pemimpin-pemimpin negeri muslim di seluruh dunia ini, sibuk wara-wiri diplomasi biar terlihat kerja dan peduli Palestina. Padahal mereka punya kekuatan militer dan tentara serta bisa bersatu kalau mereka punya kemauan untuk menghancurkan Israel. Bahkan Amerika Serikat saja mereka bisa hancurkan dengan kekuatan militernya. 


Sayangnya, mereka hanya memikirkan kepentingan dan jabatan saja, sehingga bersikap masa bodoh dengan persoalan Palestina, saudara muslim mereka sendiri. Kalau pun mereka berbicara tentang Palestina, itu hanya sekedar untuk mendukung arah politik kepentingan Amerika Serikat atau Zionis terhadap Gaza Palestina.


Jangankan suara pemimpin-pemimpin negeri muslim, selama ini PBB bahkan tidak pernah didengar. Justru akan terlihat buruk ketika dibaca bahwa Indonesia sebagai muslim terbesar malahan membuka celah normalisasi dengan pihak pembantai muslim Gaza.


Betul, bahwa kita semua menginginkan agar genosida segera dihentikan dan Palestina segera bisa mengenyam kemerdekaannya. Tapi bukan berarti harus dengan cara mengakui Zionis dan genosidanya karena Zionis terbukti tidak pernah punya niat baik.


Solusi dua negara bahkan sudah dilakukan, tapi yang terjadi Zionis malah terus mengikis wilayah Palestina dan menyisakan Gaza dan wilayah Tepi Barat. Ini terbukti Two State Solution bukanlah sebagai solusi.


Satu-satunya solusi mengusir penjajah adalah dengan jihad semesta dengan bersatunya negeri-negeri muslim dengan kekuatan militer dan pasukan mereka, dan kekuatan pasukan ini harus berada di bawah komando khilafah.


Karena tanpa Khilafah (negara Islam) yang menyatukan mereka, tidak akan mungkin negeri-negeri muslim tadi bersatu, mengingat banyaknya politik kepentingan dengan basis demokrasi Kapitalisme ala Barat saat ini,  yang semakin merantai tangan dan kaki pemimpin-pemimpin negeri muslim di seluruh dunia. 


Oleh sebab itu, persatuan atas dasar akidah (Islam) dengan komando Khilafah sebagai negara mandiri tanpa intervensi negera kafir, inilah yang menjadi satu-satunya solusi untuk membebaskan Palestina bahkan membebaskan seluruh negeri muslim di seluruh dunia, baik dari penjajahan fisik atau penjajahan non fisik yang melingkupinya seperti penjajahan politik pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan sebagainya.


Sebagaimana hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan dalam Musnad Ahmad dan Al-Bazar :


....ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ


"...Selanjutnya  akan ada kembali Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian.” Beliau kemudian diam." (HR. Ahmad dan Al-Bazar).


Bahwa Kekhilafahan yang kedua akan kembali berdiri, yang menjadi tugas dari seluruh kaum muslim adalah berupaya dengan lebih serius, sungguh-sungguh serta konsisten memperjuangkan tegaknya khilafah melalui thariqah perjuangan Rasulullah saw.


Karena secara historis dan empiris, hanya dengan Khilafah maka Palestina bisa dibebaskan.

Khalifah Umar bin Al-Khatthab membebaskan Palestina pada tahun 637 M (Abad ke-16 H). Setelah pengepungan yang dilakukan oleh Khalid bin Walid selama 6 bulan. Pembebasan yang dilakukan oleh Salahuddin Al-ayyubi pada tahun 1187 M, setelah pertempuran Hattin melawan pasukan salib.


Serta jangan lupakan bagaimana gigihnya Sultan Abdul Hamid II, mempertahankan tanah Palestina, dan membuat aturan tegas supaya tanah Palestina tidak diperjual belikan kepada Zionis. Padahal Sultan Abdul Hamid tengah ditekan oleh pihak luar dengan utang luar negeri Khilafah pada saat masa kelemahannya. Namun dengan penuh kewibawaan dan ketegasan beliau menghinakan utusan Inggris yang ingin membeli tanah Palestina saat itu.


Terbukti setelah Runtuhnya Kekhilafahan Utsmani pada tahun 1924 Masehi, tanah Palestina berada di bawah kekuasaan kaum kafir dialihkan dari tangan ke tangan oleh musuh-musuh Islam hingga saat ini berada di bawah Zionis laknatullah 'alaih. Oleh sebab itu, wahai kaum muslim di seluruh dunia, bergeraklah dengan berbagai upaya untuk menggaungkan pembebasan Palestina dengan langkah riil yakni dengan dakwah dan jihad, Allahu Akbar!


Wallahu a'lam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama