Oleh: Ria Nurvika Ginting, SH, MH (Dosen FH)
Dua anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat usai menjalankan sidang kode etik. Kedua polisi tersebut berinisial Brigpol L yang bertugas sebagai bintara Ditlantas Polda NTT dan Ipda H yang menjabat sebagai Ps Pair Fasmat SBST Ditlantas Polda NTT. Keduanya dinilai terbukti melakukan hunungan sesama jenis. Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah berlangsung pada Kamis, 20 Maret 2025 di Ruang Direktorat Tahti Polda NTT. Dalam sidang tersebut Brigpol L terbukti melakukan hubungan seksual sesama jenis atau disorentasi seksual dan dikenakan Pasal 13 ayat (1) Peraturan pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 serta beberapa Pasal dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Hal yang memberatkan Brigpol L adalah ketidakjujuran dalam pemeriksaan dan perbuatannya yang telah mencoreng citra Polri.
Sedangkan Ipda H terbukti juga melakukan hubungan sesama jenis atau disorentasi seksual. Ipda H dianggap telah memperburuk citra kepolisian dan tidak menjaga keutuhan rumah tangga. Hal ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/3) yang lalu. Dia juga menyampaikan bahwa sanksi pemecatan kepada Ipda H dan Brigpol L merupakan komitmen Polri dalam menegakkan disiplin dan menjaga integritas Polri. (CNNIndonesia, 23/3/25)
Kasus LGBT semakin hari semakin marak dan meresahkan tanpa melihat status maupun usia. Seorang penegak hukum yang akan mengayomi dan menjaga keamanan masyarakat pun terpapar LGBT. Sungguh miris sekali kita melihat kondisi ini. Mengapa hal ini bisa terjadi? Kasus LGBT semakin membuat resah masyarakat. Disisi lain, LGBT malah diberikan tempat dengan dalih kebebasan HAM. Hal ini juga kita bisa lihat dari sanksi yang diberikan jika terjadi kepada seseorang yang berada dalam sebuah institusi ataupun aparat hanya dikenakan sanksi pemecatan. Kasus LGBT dianggap pelanggaran kode etik saja bukan sesuatu yang kriminal. Hal ini wajar dikarenakan dalam sistem hukum saat ini juga tidak memasukkan LGBT sebagai sebuah tindak kriminal.
Menkopolhukam Mahfud MD pernah menyampaikan bahwa LGBT adalah kodrat. Di depan Rakernas KAHMI di Puncak Bogor (20/5/2023). Mahfud mengatakan, “Orang LBT kan diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu tidak boleh dilarang wong Tuhan yang menyebabkan dia hidupnya menjadi homo, lesbi, tetapi perilakunya yang dipertunjukkan kepada orang itulah yang tidak boleh.” Selanjutnya Mahfud juga mengatakan KUHP yang baru yang akan berlaku pada 2026, tidak mengatur LGBT, meski ada pihak yang mendorong agar diatur. KUHP hanya mengatur secara umum soal pelecehan yang tidak terbatas pada LGBT. (tvone.com, 22/5/2023) Mahfud melanjutkan, pihak yang mempertanyakan kepada dirinya mengapa orang LGBT tidak ditangkapi saja karena Indonesia merupakan negara Pancasila. Mahfud lantas menjawab bahwa penangkapan hanya bisa dilakukan apabila ada larangan LGBT dalam Undang-undang. (republika.com, 23/5/2023)
LGBT Buah Sistem Kapitalis-Sekuler
Penyimpangan perilaku dan seksual ini tidak bisa dianggap sebagai hak asasi manusia. Dengan berlindung dibalik HAM, tidak boleh penyimpangan seperti ini dibiarkan dan dipelihara karena justru penyimpangan seperti ini merusak kehidupan dan generasi umat manusia termasuk diri pelakunya sendiri. Inilah buah dari rusaknya Sistem yang diterapkan ditenggah-tengah kita saat ini yakni Sistem Kapitalis-Sekuler yang tak berstandar pada halal-haram tapi kepada manfaat semata. Serta melahirkan ide liberalisme yang memberikan kebebasan sebebas-bebasnya. Salah satunya kebebasan berperilaku termasuk dalam hal cara memuaskan seksualitasnya.
LGBT dalam sistem kapitalis-sekuler dibenarkan dengan ide relativitas kebenaran dan moral. Intinya tidak ada kebenaran tunggal yang mengikat semua orang. Kebenaran bersifat majemuk; bergantung individu, budaya dan konteks sosial tertentu. Semua orang harus toleran terhadap perbedaan dan ukuran moralitas serta ukuran benar dan salah menurut pihak lain. Karena itu, menurut ide ini, perilakuLGBT tidak boleh dipandang sebagai perilaku menyimpang tak bermoral dan abnormal. Menurut ide ini, LGBT hanya merupakan keberagaman orientasi seksual seperti perbedaan suku, agama, ras, dan budaya dalam masyarakat. Perilaku LGBT dianggap manusiawi dalam dalih tidak merugikan orang lain. Yang penting perilaku seksual yang terjadi aman, nyaman dan bertanggungjawab. Masyarakat lantas dituntut toleran terhadap perilaku menyimpang LGBT. Padahal jelas-jelas perilaku menyimpang ini tidak sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan oleh sang pencipta. Perilaku ini merusak keberlangsungan manusia (loss generation).
LGBT dalam Sistem Islam
Manusia diciptakan Allah Swt. dengan fitrah yang melekat dalam dirinya. Dengan bekal potensi kehidupan (thaqah hayawiyah), seperti kebutuhan jasmani dan naluri, manusia akan terdorong melakukan suatu perbuatan. Potensi yang dimiliki manusia ini sama dengan makhluk hidup yang lain. Pembedannya, manusia diberikan Allah Swt. akal sehingga perbuatan manusia memiliki perbedaan dengan makhluk hidup yang lain.
Perilaku seks adalah manifestasi dari naluri seksual yang dimilki oleh makhluk hidup termasuk manusia. Allah menciptakan berpasang-pasangan yakni wanita dan pria. Manusia dapat memenuhi naluri seksualnya dengan salah seperti berzina juga dapat memenuhinya dengan cara menyimpang seperti sesama jenis, sodomi ataupun sejenisnya. Hal ini tidak hanya salah dan menyimpang tapi sudah menyalahi fitrah yang telah ditetapkan Allah sebagai sang khlaiq dan mudabbir (pengatur).
Alasan dan dalil-dalil HAM tidak diakui dalam Islam dan sama sekali tidak ada nilainya. Justru alasan dan dalil-dalil seperti ini harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat Islam. Karena jelas bertentangan dengan dalil-dalil Syariah. Selain itu, harus disadari penggunaan alasan dan dalil HAM ini hanyalah justifikasi untuk memelihara penyimpangan yang jelas di laknat oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, Islam yang paripurna telah menyediakan konsep aturan dari pencegahan penyimpangan serta sanksi yang keras dan tegas bagi pelakunya. Salah satu sanksi yang ditetapkan bagi pelakunya adalah dibunuh, sebagian ulama ada yang menyatakan dirajam; ada yang menyatakan dijatuhkan dari atas bangunan yang tinggi hingga mati. Sanksi ini bukan hanya berlaku untuk pelaku, tetapi orang yang disodomi juga dikenakan sama, kecuali bagi yang dipaksa untuk disodomi.
Selain hukuman yang keras, islam juga mengharamkan tayangan-tayangan atau apa saja yang mempromosikan penyimpangan seks tersebut. Dalam bentuk film, kontes waria dan sebagainya karena hal ini bisa mempromosikan dan menyuburkan apa yang diharamkan oleh Islam. Hukum Islam yang tegas yang bersumber dari sang Khaliq ini hanya dapat diterapkan dalam sebuah sistem yang akan menerapkan syariat islam secara kaffah yakni Daulah Khilafah. Suatu kemustahilan berharap dengan sistem saat ini yakni Kapitalis-Sekuler yang menjunjung HAM (kebebasan berekspresi) yang mana hukumnya bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas sehingga hukum yang diterapkan tidak sesuai dengan fitrah manusia hanya berlandaskan hawa nafsu semata dan kepentingan serta manfaat semata. LGBT akan semakin subur di Sistem yang diterapkan saat ini. Hanya dengan Sistem Islam yang diterapkan secara kaffah (sempurna) dalam institusi Daulah Khilafah yang akan memberantas tuntas perilaku menyimpang ini secara tegas karena jelas-jelas melanggar syariat yang telah ditetapkan sang khaliq sang pengatur yang berhak membuat hukum.