Evakuasi Rakyat Gaza Ke Indonesia Memuluskan Agenda Penjajah

 


Oleh: Ummu Uwais


Rencana presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi 1.000 warga Palestina memicu kontroversi di tengah masyarakat, bahkan wacana itu dianggap sebagai blunder yang bisa memicu protes dari dalam dan luar negeri. Alasannya, rencana kontroversial ini muncul ketika masyarakat indonesia sedang resah dengan berbagai masalah baik secara ekonomi maupun politik.


Di tengah beratnya beban biaya hidup, harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, sulitnya mencari lapangan kerja, besarnya gelombang phk, besarnya pungutan aneka pajak, maraknya kasus pembunuhan,perzinahan,perjudian, serta tingginya angka kriminalitas lainnya seakan menambah ketidaksepakatan terkait wacana evakuasi warga gaza tersebut. Sebagaimana fakta yang terjadi, contohnya, jangankan untuk urusan yang lebih besar, untuk program prioritas seperti MBG saja masih belum baik terealisasi sekalipun dengan kebijakan efisiensi anggaran, pangkas dana sana sini.


Menolak wacana evakuasi warga Gaza ke Indonesia bukan berarti tidak simpati atau tidak peduli atas derita yang menimpa saudara di Gaza, Namun kurang tepat jika solusi penyelesaiannya dengan merelokasi warga Gaza ke indonesia, Melainkan harusnya mengirimkan tentara untuk melawan israel laknatullah dan merebut kembali wilayah palestina yang telah dirampas . Akan tetapi pernyataan Prabowo bahwa Indonesia siap menerima 1000 warga Gaza, sesungguhnya justru itu akan memuluskan agenda pengusiran warga Gaza seperti yang diinginkan oleh penjajah.


Pernyataan ini juga justru kontra produktif dengan seruan jihad yang disuarakan oleh banyak pihak hari ini, yakni yang menyadari bahwa tidak ada solusi hakiki atas warga Gaza selain jihad, mengingat sudah berpuluh-puluh tahun genosida di Gaza terjadi, dengan berbagai upaya yang sudah dilakukan seperti mengirimkan berbagai bantuan makanan dan obat, menyuarakan berbagai aksi bela palestina, seruan boikot  dan lain sebagainya, nyatanya tidak dapat menghentikan terjadinya penjajahan dan genosida disana. 


Evakuasi rakyat Gaza jelas semakin menjauhkan dari solusi hakiki, karena sejatinya Zionis lah yang melakukan pendudukan bahkan perampasan wilayah. Sudah seharusnya Zionis yang diusir dari tanah Palestina, bukannya warga Gaza yang dievakuasi. Apalagi untuk menyetujui solusi dua negara, sebagaimana Prabowo yang menilai penyelesaian konflik di Gaza bukanlah perkara mudah dan membutuhkan kerja sama internasional. Namun, dia menekankan bahwa RI berkomitmen untuk mewujudkan penyelesaian konflik tersebut dengan solusi dua negara. (Berita NBC)


Di sisi lain, evakuasi tersebut bisa jadi merupakan bentuk tekanan AS terhadap Indonesia atas kebijakan baru AS yang menaikkan tarif impor. Berdasarkan pemberitaan NBC, Indonesia merupakan salah satu negara yang dipertimbangkan untuk menjadi lokasi tujuan relokasi. Namun, menurut laporan NBC, banyak pihak meyakini bahwa relokasi ini hanya kedok Israel untuk mengusir warga Palestina. Mereka curiga nantinya Israel tak mengizinkan lagi warga Gaza kembali ke tanah airnya. Keberhasilan upaya Indonesia dalam melakukan negosiasi atas kebijakan tersebut bisa jadi akan digunakan sebagai alat untuk menekan Indonesia agar melakukan evakuasi warga Gaza. Inilah buah simalakama bagi negeri yang tergantung pada negara lain.


Pemimpin negeri muslim seharusnya menyambut seruan jihad. Namun hari ini, nasionalisme dan prinsip tak boleh ikut campur urusan negara lain menjadi penghalang menyambut seruan jihad.  Sikap ini menunjukkan pengkhianatan pemimpin negeri muslim, serta abainya mereka atas derita di Palestina. Kecaman dan wacana evakuasi mereka hanya solusi parsial yang tak bisa menuntaskan persoalan di Palestina.


Negeri Muslim seharusnya menjadi negara adidaya yang memimpin dunia. Khilafah sebagai negara adidaya akan menerapkan syariat Islam sehingga menjadi rahmat bagi seluruh alam dan membela setiap muslim. Sayangnya hari ini Khilafah belum tegak, nasib umat islam pun makin sengsara.


Tanpa Khilafah, banyak hukum Islam yang tidak bisa dilaksanakan pada hari ini. Hukum pidana, ekonomi dan muamalah, jihad, politik dan pemerintahan tak bisa diaplikasikan. Hukum-hukum tersebut hanya menghiasi lembaran-lembaran kitab fikih tanpa bisa diamalkan dan diterapkan. Padahal sudah jelas kaum Muslim wajib melaksanakan semua hukum-hukum Allah SWT. 


Alhasil, akar persoalan kita pada hari ini adalah ketiadaan penerapan syariah Islam oleh Khilafah. Lalu mengapa masih ada umat yang malah mencari jawaban pada sistem selain Islam? 


Umat harus terus didorong untuk menolak evakuasi warga Palestina. juga menyeru penguasa untuk mengirimkan tentara demi membela saudara muslim di Palestina. Pada saat yang sama, Umat juga harus makin kuat  berjuang untuk menegakkan Khilafah. Karena hanya jihad dan tegaknya Khilafah solusi hakiki membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajah. 


Gerakan umat ini membutuhkan kepemimpinan partai islam ideologis agar tetap berada di jalur perjuangan yang benar sehingga memberikan pengaruh besar dalam mendorong penguasa negeri muslim untuk mengirimkan tentara untuk berjihad dan telah memenuhi syarat wilayah untuk tegaknya Khilafah, sebagaimana yang dinyatakan

Al-’Allamah Syaikh ‘Abd al-Qadim Zallum  tentang wilayah yang berhasil menegakkan Khilafah harus memenuhi 4 syarat:


Pertama, kekuasaan wilayah tersebut bersifat independen, hanya bersandar kepada kaum Muslim, bukan kepada negara Kafir, atau di bawah cengkraman kaum Kafir.


Kedua, keamanan kaum Muslim di wilayah itu di tangan Islam, bukan keamanan Kufur, dimana perlindungan terhadap ancaman dari dalam maupun luar, merupakan perlindungan Islam bersumber dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam murni.


Ketiga, memulai seketika dengan menerapkan Islam secara total, revolusioner dan menyeluruh, serta siap mengemban dakwah Islam..


Keempat, Khalifah yang dibai’at harus memenuhi syarat pengangkatan Khilafah (Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu), sekalipun belum memenuhi syarat keutamaan. Sebab, yang menjadi patokan adalah syarat in’iqad (pengangkatan).  (al-’Allamah Syaikh ‘Abd al-Qadim Zallum, Nidzam al-Hukmi fi al-Islam, 59-60)

Wallahualam bissahawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم