Reshuflle Kabinet, Apakah Mampu Tumbuhkan "Sense of Crisis"?



Oleh Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice


Baru-baru ini Presiden Joko Widodo melalui laman detik.com 28/6/2020 mengatakan bahwa beliau bisa saja membubarkan lembaga hingga reshuffle agar sungguh-sungguh dalam menangani pandemi Covid-19.

Selain itu, Jokowi meminta kerja keras dan kerja cepat sangat diperlukan. Dia juga menegaskan bahwa hukum perlu disiapkan dalam melakukan manajemen krisis.

"Kerja keras, dalam suasana seperti ini sangat diperlukan. Kecepatan dalam suasana seperti ini sangat diperlukan. Tindakan-tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dan manajemen krisis. Sekali lagi kalau payung hukum masih diperlukan saya akan siapkan. Saya rasa itu," jelasnya.

Dapat kita cermati bersama, bahwa pandemi Covid-19 kian lama tak semakin surut melainkan korban semakin bertambah banyak. Dilansir tribunternate.com tambah 1.301, jumlah kasus virus corona di Indonesia Jadi 60.695 per 3 Juli 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa virus corona Covid-19 masih menjadi ancaman di negeri ini.

Sekalipun banyak yang kebijakan yang diambil dari pemerintah pusat sampai daerah, dari pemberlakuan PSBB hingga wacana New Normal dengan catatan memenuhi protokol kesehatan, ternyata hal tersebut belum mampu menekan angka persebarana virus corona Covid-19.

Walhasil, pandemi tersebut mau tidak mau juga mempengaruhi kondisi ekonomi. Ekonomi kian melemah dan terancam krisis.

Berbicara tentang krisis, perlu digarisbawahi bahwa penyebab utama krisis, resesi, hingga depresi ekonomi adalah sistem ekonomi yang diterapkan di dunia yaitu ekonomi kapitalisme sekuler.

Cacat bawaan yang dibawa ekonomi kapitalisme adalah sebagai berikut ada 4 (empat):

1) Disingkirkannya emas sebagai cadangan mata uang dan digantikan menjadi dolar.

2) Hutang-hutang riba yang semakin menggelembungkan hutang itu sendiri.

3) Sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal yaitu jual beli saham, obligasi, dan komoditi tanpa adanya akad serah terima yang jelas.

4) Kebebasan dalam hak kepemilikan (misalnya privatisasi dalam hasil bumi).

Dari ke empat poin di atas telah memverifikasi bahwa yang menyebabkan negeri ini terpuruk kondisi ekonominya adalah sistem yang diterapkan sendiri. Bagaimana tidak?

Pertama, sumber daya alam yang begitu melimpah tidak dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Melainkan malah dikapitalisasi atau diprivatisasi ke para kapitalis. Dari situ akhirnya pembiayaan anggaran negara banyak diambil dari pajak dan utang.

Dalam masalah penanganan Covid-19 pun, negeri ini tak terlepas dengan menambag utang kembali. Padahal, negeri ini mempunyai kekayaan bahari, hayati, dan SDA yang cukup banyak.

Kedua, penyelenggaraan anggaran negara yang tidak berdikari alias masih utang kepada negara asing. Tentunya utang tersebut berbasis ribawai. Hal tersebut telah menjebak negeri ini di lingkaran setan dept trap. Walhasil utang kian menumpuk akibat bunga utang yang cukup fantastis. Bahkan untuk membayar bunga utang tersebut, pemerintah pernah melakukan utang lagi. Inilah lingkaran setan tersebut.

Ketiga, UU Corona yang baru saja disahkan ini juga menambah buruknya pengelolaan dana terkait pandemi Covid-19. Diduga kuat UU tersebut memungkinkan banyak terjadi praktik dana tak tepat sasaran hingga bisa berujung korupsi. Walhasil rakyat lagi yang menjadi korban.

Keempat, penetapan PSBB atau new normal yang belum tepat. Dengan dalil penyelamatan ekonomi hal tersebut diambil, hanya saja korban Covid-19 masih bertambah. Seharusnya pemerintah bisa melakukan karantina wilayah/kesehatan untuk mencegah persebaran Covid-19 di awal pandemi. Hanya saja hal tersebut tidak dilakukan. Banyaknya interaksi dan tidak disiplinnya rakyat menyebabkan virus ini kian menyebar.

Covid-19 yang kian menyebar justru membuat banyak pabrik atau perusahaan tutup total. Walhasil kondisi ekonomi kian buruk, ancaman PHK dimana-mana dan pemerintah tak mampu, jika harus menjamin kehidupan para korban PHK tersebut. Mampunya hanya memberikan sedikit bantuan yang kadang itu tak merata diberikan kepada rakyat yang membutuhkan.

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa jika pemerintah hanya me-reshuffle kabinet hingga membubarkan lembaga itu tidak akan mampu membebaskan negeri ini dari ancaman krisis. Seharusnya jika ingin terbebas krisis harusnya mencampakkan sistem Kapitalisme Sekuler dan hijrah total menuju sistem Islam secara sempurna.

Karena sistem ekonomi Islam terbukti kuat dan mampu terhindar dari krisis, yaitu

Karena, telah mencegah semua faktor yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi, yaitu sebagai berikut:

1) Sistem ekonomi Islam telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang sehingga tidak ada pendominasian mata uang tertentu
(dolar).

2) Sistem ekonomi Islam telah melarang riba.

3) Melarang penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya dan mengharamkan sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan dalam kapitalisme.

4) Sistem ekonomi Islam juga melarang adanya kebebasan dalam hak kepemilikan.

Dari sini saatnya negeri ini berbenah untuk kembali dengan sistem Islam yang mampu menyelamatkan dari krisis yaitu sistem syariah Islam. Tentunya sistem ini hanya bisa terwujud dalam naungan khilafah Islam sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Wallahu'alam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama