Impor di Masa Pandemi, Sengsara Nasib Petani



Oleh : Ari Susanti, STP

Miris ! Saat wabah melanda dan nasib petani merana, lonjakan impor semakin menggila.

Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan adanya krisis akibat Covid-19 menunjukkan kurangnya ketahanan pangan di Tanah Air. Karena secara umum, menurutnya, impor pangan Indonesia selama ini tergolong tinggi.

Salah satu komoditas pangan yang banyak diimpor adalah sayuran.  Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Faisal mengatakan bahwa impor sayur  sudah mencapai US$ 770 juta setahun pada 2019.

Apabila dikonversi ke rupiah, nilai impor sayur itu mencapai sekitar Rp 11,55 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat. Faisal mengatakan impor sayuran tersebut paling banyak didatangkan dari Cina dan trennya terus menanjak.

Selain sayuran, Indonesia juga tercatat sebagai importir buah-buahan. Berdasarkan data 2019, dalam setahun Indonesia bisa mendatangkan buah dengan total US$ 1,5 miliar atau senilai Rp 22,5 triliun. "Raja impor buah juga Indonesia, ini grafiknya naik seperti roket," kata Faisal. (Tempo,co.id, 25 Mei 2020)

- - -

Kebijakan impor tak lepas dari kebijakan liberalisasi ekonomi yang diambil oleh negeri ini. Negeri yang kaya akan potensi sumber daya alam ini seolah tak mampu memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya sendiri.

Hal ini tampak dari jumlah impor barang yang meningkat setiap tahunnya. Meskipun dalihnya memenuhi pasokan dalam negeri yang tidak mencukupi, namun fakta di lapangan, nasib petani banyak dirugikan. Seringkali kita mendengar bagaimana petani tidak memanen sayur atau buah dan dibiarkan membusuk,  dikarenakan biaya panen lebih mahal sedangkan harga jual panen sangat rendah. Lagi-lagi, nasib rakyat kecil semakin merana.

- - - -

Syariat Islam mempunyai aturan yang paripurna, termasuk dalam ekonomi. Hukum yang berasal dari Al Khaliq inilah yang tepat untuk manusia. Jika diterapkan akan membawa kemaslahatan bagi seluruh alam.

Syariat Islam membolehkan jual beli (QS Al Baqarah ayat 275). Jual beli baik secara domestik maupun luar negeri hukumnya mubah. Ekonomi Syariat Islam yang diterapkan dalam skala negara,  mempunyai kedaulatan pangan dengan melakukan mekanisme yang tepat sesuai syariat sehingga terwujud keberkahan.

Menurut Prof. Fahmi Amhar , ada lima prinsip pokok tentang ketahanan pangan yang  pernah dijalankan di masa yang panjang dari Kekhilafahan Islam, yang tetap relevan hingga masa-masa mendatang.

Pertama, optimalisasi produksi, yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok.  Di sinilah peran berbagai aplikasi sains dan teknologi, mulai dari mencari lahan yang optimal untuk benih tanaman tertentu, teknik irigasi, pemupukan, penanganan hama hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen.

Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan.  Konsumsi berlebihan justru berpotensi merusak kesehatan (wabah obesitas) dan juga meningkatan persoalan limbah.  Nabi juga mengajarkan agar seorang mukmin baru “makan tatkala lapar, dan berhenti sebelum kekenyangan”.

Ketiga, manajemen logistik, dimana masalah pangan beserta yang menyertainya (irigasi, pupuk, anti hama) sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang.  Di sini teknologi pasca panen menjadi penting.

Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan serta intesitas sinar matahari yang diterima bumi.

Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan.  Mitigasi ini berikut tuntunan saling berbagi di masyarakat dalam kondisi sulit seperti itu.

Jika sudah dilakukan hal-hal tersebut namun  belum memenuhi kebutuhan maka negara bisa melakukan impor dengan syarat-syarat yang dibolehkan syariat. Artinya impor adalah opsi terakhir jika benar-benar kekurangan bahan pangan. Tidak seperti sistem saat ini yang memenangkan importir dibandingkan petani.

Jelaslah, bahwa syariat Islam adalah sistem yang mengedepankan pemerataan kesejahteraan, kemanfaatan dan keberkahan.  Sistem yang dilandasi keimanan, bukan untung rugi seperti sistem kapitalis saat ini.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم