Oleh : Watini Alfadiyah, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
Kebijakan untuk mengakhiri belajar dari rumah di tahun ajaran baru mulai dilontarkan oleh Kemendikbud ketika memasuki new normal life. Namun, muncul kekhawatiran para orangtua terkait kegiatan sekolah. Yakni, bagaimana keamanan terkait kesehatan anak-anak mereka nantinya.
Terkait hal itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan, hanya sekolah di zona hijau yang dapat kembali membuka pengajaran secara tatap muka di tengah pandemi virus corona (Covid-19). (Jakarta,05/06/2020/Tribunnews.com).
Kepala Biro Kerja sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani mengatakan pembukaan sekolah yang berada di zona hijau akan dilakukan secara hati-hati. Kesehatan dan keselamatan warga sekolah menjadi prioritas utama.
"Sehingga sekolah-sekolah di wilayah zona hijau tidak serta merta dibuka, tetapi akan dilakukan dengan sangat hati-hati, dan tetap mengikuti protokol kesehatan," ujar Evy.
Evy juga menambahkan pembukaan kembali sekolah khususnya di wilayah zona hijau, akan dibahas Kemendikbud bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sedangkan protokol kesehatan di bidang pendidikan akan dibahas bersama Kementerian Kesehatan.
"Sekolah yang berada di zona hijau tidak langsung bisa dibuka secara otomatis, tetapi melalui prosedur izin syarat yang ketat. Misalnya sebuah sekolah berada di zona hijau, tetapi berdasarkan penilaian keseluruhan prosedur dan syarat, ternyata tidak layak untuk dibuka kembali. Tentu ini harus tetap menjalankan pendidikan jarak jauh," tambah dia.(Jakarta, 07/06/2020/Merdeka.com).
Kebijakan untuk mengakhiri BDR di tahun ajaran baru meskipun diberlakukan dengan mengikuti protocol kesehatan dan social distancing masih mengkhawatirkan. Karena jumlah kasus setiap hari kurva bukannya melandai tetapi justru terus meningkat. Dengan demikian, akhirnya membuat stakeholder pendidikan bingung dan ragu menentukan langkah apa yang semestinya diambil dalam menyikapi kebijakan pemerintah untuk new normal life. Sehingga sikap ini menunjukkan bahwasanya pemerintah terlihat tidak punya arah yang jelas tentang target pembelajaran di sekolah karena tidak adanya integrasi dengan kebijakan new normal life yang dijalankan. Sehingga stakeholder pendidikanpun kesulitan untuk menetapkan secara tegas apakah perlu tetap belajar dari rumah (BDR) atau bisa tatap muka. Semua menjadi dilema dalam pembelajaran baik belajar dari rumah maupun bertatap muka.
Padahal, terlaksananya pembelajaran secara memadai akan membawa kesuksesan dalam mencapai target pendidikan. Namun sayangnya kini belum ada gambaran yang jelas tentang target pendidikan selain mengikuti arahan dari
PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains.
PISA merupakan survei evaluasi sistem pendidikan di dunia yang mengukur kinerja siswa kelas pendidikan menengah. Penilaian ini dilakukan setiap tiga tahun sekali dan dibagi menjadi tiga poin utama, yaitu literasi, matematika, dan sains.
Penyelenggara studi adalah OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development), dengan begitu tidaklah heran jika masalah perekonomian jadi menguasai arah dari target pendidikan.
Dengan begitu tampak target pendidikan dalam sistem kapitalis tidak lain adalah perekonomian. Yang berbeda dengan sistem Islam, dimana target pendidikannya adalah untuk membangun kepribadian Islam generasi, mempersiapkannya dengan ketrampilan atau keahlian dalam seluruh aspek kehidupan sehingga mempunyai keahlian sebagai bekal hidupnya kelak dikemudian hari, serta mempunyai kemampuan untuk memimpin peradaban. Dalam rangka untuk mencapai target tersebut penguasa akan membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya integral. Jadi tidak akan menomorduakan salah satu bidang ranah kehidupan tertentu, tetapi semua aspek kehidupan akan diperhatikan. Karena kepemimpinan dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Dengan adanya kepemimpinan yang bersikap demikian tentu meskipun terjadi wabah maka akan mengambil kebijakan yang integral. Terlebih masalah pendidikan karena merupakan salah satu pilar kemajuan bangsa maka akan menjadi prioritas utama. Prioritas utama pula dalam urusan pembelajaran sehingga tidak ada kendala baik dengan daring ataupun tatap muka sehingga belajar tidak menjadi dilema. Wallahu 'alam bi-ashowab.[]