Politisasi dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar


Oleh: Puji Ariyanti
(Pemerhati generasi)

Dilansir oleh cnbc, jakarta Indonesia (4/5/2020) akhirnya pemerintah telah memilih pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai langkah untuk membendung penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19. Pilihan itu diperkuat dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Hal ini menjadikan segelintir pebisnis khawatir dan resah dengan usahanya yang terjungkal, mengakibatkan mereka berada di jurang kebangkrutan dan mendesak pemerintah untuk melonggarkan PSBB.

Setelah dilakukan evaluasi, pemerintah pun bersiap melakukan modifikasi terhadap PSBB. Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Kata Mahfud saat siaran langsung melalui Instagram-nya @mohmahfudmd, ada beberapa alasan sehingga harus memikirkan relaksasi PSBB, atau perlunya pengenduran karena masyarakat mengeluhkan sulit keluar, sulit berbelanja, sulit mencari nafkah dan sebagainya. (cnnbcindonesia.com)

Sejumlah kalangan mengkritik rencana Mahfud yang hendak melonggarkan PSBB. Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mempertanyakan alasan Mahfud yang mengatakan PSBB membuat warga kesulitan berbelanja. Menurut Dedie, sudah banyak kelonggaran yang diberikan selama penerapan PSBB. Dedie pun mengatakan ada delapan sektor yang dikecualikan selama penerapan PSBB. Delapan sektor ini, lanjut dia, merepresentasikan 70 persen kehidupan masyarakat. Dedie pun mengatakan pemberlakuan PSBB saat ini sudah memadi (3/5/2020)

Menurut Syahrul anggota DPR lewat keterangan tertulis mengatakan, bila alasan di balik rencana itu benar hanya untuk kepentingan bisnis, maka pemerintah sudah melanggar asas keadilan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU Karantina Kesehatan, menurut dia, keselamatan masyarakat adalah hal yang paling utama. NKRIKU (3/5/2020)

Menurut Dedie, sudah banyak kelonggaran yang diberikan selama penerapan PSBB. (detik.com ). Hal senada juga disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan yang mengkritik rencana Mahfud. Apalagi salah satu alasan Mahfud adalah PSBB membuat masyarakat stres. Menurut Irwan, Logika Mahfud terkait PSBB bikin masyarakat stres itu keliru besar dan terlalu dibuat-buat.

Sejak awal penerapan kebijakan PSBB tidak sungguh-sungguh. Tidak keliru kiranya jika kritik yang disampaikan berbagai kalangan tersebut memang sanga mendasar. Harusnya sejak awal pemerintah bertindak cepat mengambil opsi karantina wilayah. Dengan demikian dimungkinkan covid-19 akan cepat selesai dan korban tidak semakin bertambah seperti saat ini.

Jika ditelaah lebih dalam, sebenarnya aturan PSBB ini juga tidak menyelesaikan masalah. Fakta di lapangan kebijakan PSBB disetiap wilayah tidak sama. Ini menunjukkan kebijakan yang sangat longgar dan tidak tegas. Masyarakat masih bebas beraktivitas, makanya pasien positif dan yang meninggal terus bertambah. Seharusnya pemerintah lebih memperketat PSBB. PSBB yang diberlakukan pemerintah hanya bersifat imbauan, tidak ada sangsi tegas sehingga tidak efektif. Jika benar masyarakat mengalami stres, itu berarti bukan karena PSBB, tetapi karena negara tidak menjamin biaya hidup masyarakat selama pembatasan.

Fakta, pemerintah negeri ini tidak bersungguh-sungguh dalam penanganan covid-19, terbukti makin menggenjot kunjungan wisata, bahkan dengan subsidi APBN 2020. Demikianlah saat negeri ini mengurusi rakyatnya dengan sistem kapitalis sekuler, yang diutamakan adalah untung dan rugi bukan nyawa rakyatnya. Sehingga kebijakan PSBB pun mengarah pada kepentingan para pebisnis.

Jika dalam Islam saat terjadi pandemi, negara menempatkan dirinya sebagai junnah (perisai). Melindungi rakyat adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan, sehingga rakyat tidak berjatuhan terkena wabah seperti saat ini. Hal utama yang harus dilakukan adalah melakukan lockdown atau karantina sehingga wabah tersebut tidak akan keluar. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Saw juga sahabat Umar bin Khaththab.

Saat masa karantina semua kebutuhan rakyat terpenuhi, rakyat tidak perlu keluar rumah mencari makan atau nafkah sehingga wabah cepat berakhir. Nyawa seorang muslim begitu berharga, sehingga penguasa harus serius menjaga kesehatan rakyatnya. Seorang pemimpin sejati, akan mengerahkan daya dan upaya untuk meminimalkan korban bahkan menyelesaikan wabah itu dengan tepat dan cermat, bukan beretorika, tanpa tindakan nyata.

Tentu saja kebijakan yang dilakukan membutuhkan perencanaan, dukungan, bahkan dana yang besar. Maka, negara dalam sistem Islam adalah negara yang independen, negara yang memiliki kekuatan politik yang handal. Negara Islam memiliki Baitulmal yang akan menyelesaikan seluruh dana yang dibutuhkan. Karena dorongan keimanan para ahli senantiasa siap berjuang di garda terdepan, sehingga persoalan wabah cepat segera diatasi.

Kepemimpinan seperti ini hanya didapat pada sistem pemerintahan Islam yang telah diperjuangkan dan dicotohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW sarta dilanjutkan oleh Kekhalifahan Rasyidin atau Khulafaur Rasyidin.  Hidup sejahtera akan dirasakan oleh semua umat baik muslim maupun non muslim di bawah sistem yang sempurna yakni Islam kafah[]
Wallahu'alam bissawab. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama