Pelonggaran Mobilitas, Akankah Picu Wabah Gelombang Kedua?


Oleh: Ummu Diar

Belakangan publik disajikan dengan beberapa kali perbedaan kebijakan terkait mobilitas manusia selama wabah. Hingga hal ini pun memicu respon dari beberapa ahli. "Secara kebijakan tidak konsekuen sekarang ini, mudah-mudahan masyarakat kita yang lebih disiplin dan mawas diri," terang Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Hermawan Saputra, dilansir CNN Indonesia pada Sabtu (16/5). "Seperti misalnya pelarangan mudik, tapi ternyata ada pelonggaran. Ini kan bertolak belakang," imbuhnya. [1]

Adanya wacana pelonggaran mobilitas sebagaimana yang dikemukakan di atas pada akhirnya sampai juga di level masyarakat. Pelonggaran tersebut mungkin saja disikapi dengan ketidakpahaman oleh sebagian orang. Akibatnya, tidak bisa disalahkan jika kemudian ada yang mengartikanya sebagai pertanda kondisi sudah aman, sehingga mereka mulai keluar rumah dengan bebas layaknya tidak sedang dalam masa wabah.

Hal ini tentu mengandung konsekuensi yang tidak ringan, sebab dengan kembalinya masyarakat memadatai jalanan dan fasilitas umum, besar kemungkinan penularan wabah akan meningkat. Padahal sebelumnya, kompas.tv (21/05/2020), mengabarkan bahwa: penambahan kasus baru Covid-19 mencapai angka tertinggi yakni 973 kasus. Angka ini mengalahkan rekor sebelumnya per tanggal 20 Mei 2020, yakni 693 kasus. [2]

Adanya kondisi demikian, wajar jika pada akhirnya ada yang mengaitkan antara ketidakdisiplinan sebagian oknum dengan pelonggaran mobilitas sekaligus perbedaan kebijakan. Analisis beberapa tokoh mengaitkannya juga dengan gelombang kedua. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai upaya pemerintah menangani pandemi COVID-19 belum begitu optimal sehingga bisa saja pelonggaran PSBB memicu gelombang kedua virus Corona. [3]

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga menyampaikan hal serupa. "Oke mungkin dilonggarkan itu aspek sisi ekonominya mungkin akan sedikit terbantu, mungkin iya, karena orang kan kembali beraktivitas di sebagian sektor lah. Tapi ada risiko juga kalau kemudian ada second wave, gelombang kedua, gelombang ketiga, dan seterusnya," jelasnya. [3]

Wacana pelonggaran yang umumnya dilaterbelakangi alasan ekonomi juga terjadi di beberapa negara dunia. Hal ini pun memunculkan analisis: ada konsekuensi besar yang mengintai di balik dibukanya kembali ekonomi global. Menurut Anthony Fauci, membuka kembali penutupan ekonomi dengan hati-hati pun dapat memicu wabah gelombang kedua. [4]

Maka, melonggarkan mobilitas manusia demi ekonomi, meski di tengah wabah, sejatinya menyingkap watak asli kapitalisme global. Seolah lebih mengutamakan ekonomi, meski harus dibayar mahal dengan potensi kehilangan nyawa manusia. Sebab tabiat kapitalisme memang memandang bahwa materi yang di atas segalanya. Sehingga wajar jika alasan ekonomi terkadang mengemuka dibalik pengambilan kebijakan, yang tidak jarang saling berbeda.

Hal ini tentu tidak sama jika paradigma yang diambil adalah konsep Ilahiyah. Sebab sebagaimana yang disebutkan dalam kisah Umar Bin Khaththab dalam menangani wabah, justru urusan nyawalah yang diutamakan, yakni menekan agar tak semakin banyak nyawa yang terkorban. Prinsip Islam memutus penularan wabah dengan kunci wilayah agar tidak ada yang keluar masuk area wabah dijalankan. Ditambah lagi dengan social distancing skala besar yang diinisiatifkan oleh Amru bin Ash, maka lalapan api wabah pada manusia bisa dipadamkan.

Kala itu penekanan korban nyawa bukan hanya difokuskan pada si sakit saja, namun juga pada orang sehat yang terdampak wabah. Konsep Islam menyajikan sistem periayahan yang paripurna. Disamping penyediaan makanan yang merata selama berbulan-bulan, pemerintahaan Islam di masa Umar kala itu juga memberikan bekal bagi warganya agar mampu memulai kembali roda kehidupan pasca wabah.

Semuanya ini menunjukkan bahwa dalam Islam urusan nyawa bukanlah hal sepele. Sebab kehilangan dunia dan seisinya dinilai lebih ringan dari terbunuhnya satu nyawa. Oleh karenanya pemimpin yang mengemban visi Islam benar-benar serius jika menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan hidup mati warganya. Belum ditemukan kisah mereka bermain perbedaan kebijakan yang berakibat pada bergelombangnya sapuan wabah. Sebab Rasul bersabda: “Siapa pun yang diangkat memegang tampuk kepemimpinan atas rakyat, lalu dia menipu mereka, maka dia masuk neraka.” (HR Ahmad). []

Referensi:
1. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200515131207-20-503713/ahli-kebijakan-tak-konsekuen-picu-gelombang-kedua-corona 
2. https://www.kompas.tv/article/82398/kasus-baru-covid-19-tembus-hampir-1000-pertambahan-tertinggi-di-jawa-timur
3. https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-5018229/psbb-mau-dilonggarkan-bahaya-gelombang-kedua-covid-19-mengintai
4.
https://www.matamatapolitik.com/konsekuensi-besar-di-balik-dibukanya-kembali-ekonomi-global-in-depth/


*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama