Endah Sulistiowati
Dir. Muslimah Voice
Ketika artikel ini ditulis setidaknya di Indonesia sudah ada 14.749 kasus suspect corona, 1007 meninggal, dan 3063 orang dinyatakan sembuh. Merujuk kepada situs Worldometers, saat ini mortalitas telah mencapai 102.734, sementara kasus infeksi lebih dari 1,6 juta.
Secara nasional, kondisi darurat virus ini setidaknya menuntut pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya. Hakikatnya jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat adalah tanggung jawab negara. Dalam pandangan Islam wajib diberikan secara gratis (cuma-cuma), alias tidak membayar sama sekali. Negara tidak boleh membebani rakyatnya untuk membayar kebutuhan layanan kesehatannya dan pengobatan.
Cepatnya penyebaran pandemi corona di Indonesia dan dunia setidaknya ada beberapa hal yang perlu dibahas dalam tulisan ini, yaitu:
1. Tanggung jawab negara dalam pelayanan kesehatan dengan semakin banyaknya suspect corona di Indonesia.
2. Kebijakan yang tidak bijak pemerintah dalam penanganan wabah corona.
/Soal Pembiayaan Pasien Virus Corona dan Perlindungan Tenaga Medis/
1. Pembiayaan Pasien Virus Corona
Menteri Kesehatan sendiri telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/Menkes/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya.
Menyoal penyebaran virus ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta pihak BPJS Kesehatan untuk turut serta menanggung penanganan pasien virus corona.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menegaskan Perpres No 82/2018, pasal 52 mengatur tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.
Pada pasal 52 huruf O, tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin termasuk: “Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah”.Dengan demikian, pasal ini mengatur larangan. Sesuai regulasi, BPJS Kesehatan dilarang menjamin pelayanan kesehatan akibat wabah. Karena biaya ini ditanggung oleh pemerintah secara langsung.
Menurut Kepala BPJS, solusi dari pembiayaan ini adalah dengan menyelesaikan terlebih dahulu apsek hukumnya. Perlu ada diskresi khusus agar pasal 52 huruf O bisa diterobos. Hal itu cukup dengan Instruksi Presiden atau Perpres khusus, yang memberi kewenangan pada BPJS Kesehatan untuk menalangi pedanaan pelayanan kesehatan untuk pasien Covid-19. Selanjutnya BPJS Kesehatan akan melakukan reimburse (penagihan) ke pemerintah, atau melalui mekanisme lainnya yang diatur secara internal oleh pemerintah.
Ia memastikan, fasilitas kesehatan ada "loket" untuk menagihkan, dalam hal ini BPJS Kesehatan. Adapun peran baru BPJS Kesehatan saat ini telah sejalan dengan arahan Presiden, di mana situasi sekarang, semua pihak harus bergotong-royong melawan virus corona.
Ditengah himpitan dolar yang terus beranjak naik akhir pekan ini, dolar AS bertengger di level Rp 16.000, bahkan sempat menyentuh Rp 16.200. Ditambah lagi utang luar negri Indonesia menyentuh angka 5.538 trilyun rupiah. Inilah yang semakin membuat panik Indonesia yang terkungkung kapitalisme di segala bidang termasuk kesehatan. Karena BPJS pun adalah produk kapitalis yang sedianya menjadikan negara berlepas tangan dari masalah kesehatan rakyat.
2. Perlindungan Tenaga Medis Indonesia
Jumlah tenaga kesehatan yang dimiliki Indonesia diakui masih sangat minim jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Jumlah dokter rasionya masih 1 : 4000 jiwa, angka yang sangat kecil jika harus menghadapi wabah corona, apalagi penduduk Indonesia mencapai 260 juta jiwa lebih.
Demikian juga APD (Alat Pelindung Diri) bagi tenaga medis di lapangan sangat memprihatinkan. Dengan alat sederhana mereka harus berjibaku sebagai garda terdepan untuk melawan virus ini. Minimnya anggaran kesehatan dan ketidak siapan bahkan cenderung abai dan pongah ketika merasa virus ini masih jauh turut memperparah kondisi tenaga medis. Sehingga harus ada dari mereka yang gugur karena tertular dari pasien yang mereka rawat. Sungguh ironis sekali.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih, menyebutkan terdapat 24 orang dokter yang meninggal setelah bekerja dan menangani pasien-pasien virus corona (Covid-19) di Tanah Air.
Daeng menjelaskan, selain para dokter yang meninggal dunia karena terjangkit Covid-19, saat ini juga ada sejumlah tenaga medis atau tenaga kesehatan yang juga positif Covid-19. Mereka terpapar penyakit itu setelah berjibaku menangani para pasien-pasien.
Tingginya angka kematian pada tenaga kesehatan tanah air menjadi pusat perhatian masyarakat, hal ini semakin menunjukkan ketidak seriusan pemerintah dalam menangani wabah ini, sepertinya hitung-hitungan profit masih menjadi ganjalan untuk melangkah.
Bahkan masker sebagai alat pertama pelindung diri harus berakhir di tangan eksportir, demi mengejar keuntungan pribadi. Sehingga di dalam negeri harus langka. Bahkan ekspor masker Indonesia ditujukan ke China yang tercatat US$ 826,14 ribu di Januari dan US$ 25,60 juta di Februari 2020. Lalu ke Singapura US$ 559.416 di Januari dan US$ 36,28 juta di Februari 2020. Selanjutnya ke Hong Kong tercatat US$ 1,76 juta di Januari dan US$ 73,90 juta di Februari 2020.
Meskipun Skuadron Udara 32 Lanud Abdul Rachman Saleh Malang memberangkatkan satu pesawat Hercules A1333 menuju ke Cina untuk mengambil alat kesehatan (alkes) untuk penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) di Indonesia. Namun sayangnya mereka tidak merinci apa saja yang dibawa dari Cina. Apakah sudah memenuhi kebutuhan nasional ataukah belum?
/Kebijakan Try and Eror/
Masih belum lekang dari ingatan warga Indonesia awal munculnya virus covid-19, para punggawa negara ini dengan tangan terbuka menerima wisatawan dan TKA Asing dari Cina. Ketika diingatkan, dengan pongahnya tetap kekeuh menjalankan kebijakan mereka.
Terdeteksinya bahwa di Indonesia sudah ada yang terinfeksi corona setelah pihak Arab Saudi memulangkan dan melarang jamaah umroh Indonesia. Kemudian ada pengumuman bahwa menteri perhubungan dinyatakan positif virus covid-19.
Social distance adalah kebijakan pertama yang dilakukan pemerintah. Namun, ketidak tegasan pemerintah ditambah ketidak patuhan masyarakat virus ini berkembang pesat. Para tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan menyerukan untuk lockdown. Namun sampai detik ini kebijakan itu tidak perbah dilakukan.
Memang lockdown membutuhkan biaya yang besar, karena harus mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat saat lockdown. Apalagi penyebaran virus ini hampir menginfeksi seluruh propinsi di Indonesia, dengan kata lain lockdown juga harus mencakup 260 juta penduduk. Pemerintah tidak berani, Indonesia negara kaya secara fisik, sayang kekayaan itu hanya diatas kertas, faktanya hampir semua kekayaan alam Indonesia sudah dikuasai swasta dan asing.
Ketika seruan untuk lockdown semakin santer, Presiden mencanangkan darurat sipil. Belum sehari kebijakan ini pun menuai pro kontra. Akhirnya yang terakhir pemerintah mengumumkan menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih diberlakukan sampai sekarang.
Apakah kebijakan ini berhasil menekan penyebaran virus covid-19? Fakta pun berbicara lain, kita tahu, membatasi rakyat dalam beraktivitas tanpa memberikan solusi dengan memenuhi kebutuhan mereka, maka hal itu tidak mungkin. Rakyat butuh makan dan bekerja, akhirnya disaat pandemi merangkak menuju puncak, mereka terpaksa harus keluar rumah lagi. Keuangan semakin menipis, bahan makanan sudah habis. Akhirya kehidupan pun sudah berjalan normal. Jika virus ini terus berkembang pesat dan semakin banyak korban yang berjatuhan, siapa yang harus disalahkan?
/Khotimah/
Kapitalisasi corona benar-benar dirasakan rakyat, ketakutan yang mencekam, serta lambannya pemerintah menangani kasus ini membuat virus corona menyebar dengan cepat. Ditambah dengan masih belum ada kejelasan untuk pembiayaan bagi pasien corana.
Ditambah lagi tjngginya biaya untuk penelitian dan orientasi profit masih menjadi kendala utama dalam produksi antivirus corona. Sehingga saat ini kesadaran untuk menjaga kesehatan secara mandiri masih menjadi hal utama bagi rakyat Indonesia. Ketika ikhtiar sudah maksimal maka yang harus dilakukan saat ini adalah melangitkan doa-doa. Agar Allah segera turunkan bala bantuan dan pertolongan-Nya. Semoga semua rakyat Indonesia khususnya dunia umumnya segera terbebas dari virus ini. Aamiin. Wallahu'alam.[]