Kebohongan Publik di Balik Kampanye Kurva Landai


Oleh: Puji Ariyanti
(Pemerhati Generasi)

Dilansir oleh CNBC Indonesia. Pemerintah mengkampanyekan "Gerakan Kurva Landai". Hal ini merupakan seruan agar kasus positif virus corona bisa berkurang dan tak menularkan ke orang lain. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan gerakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus dengan cara memastikan tidak menularkan orang lain begitu juga sebaliknya. Saat video conference di Graha BNPB, Jakarta, Wiku Adisasmito berujar: "Caranya ubah perilaku, jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, dan menjaga imunitas. (9/9/2020)

Masih ditempat yang sama Wiku Adi Sasmito menjelaskan: "Kalau lihat usia, ternyata usia yang paling rentan di atas 45 tahun. Menunjukkan kasus meninggal usia di atas 45 tahun total gabungan 85%. Jadi ini informasi penting, ini navigasi yang harus dilakukan, harus melindungi orang-orang usia lanjut".

Padahal menurut tim Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) menuliskan, hingga saat ini Indonesia belum menampilkan kurva epidemi COVID-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi.

Tim EOCRU itu terdiri dari Peneliti EOCRU Iqbal Elyazar, Ahli Statistik EOCRU Karina Dian Lestari, mahasiswi doktoral Nuffield Department of Medicine University of Oxford Lenny Lia Ekawati, dan epidemologis EOCRU Rosa Nora Lina. Dalam tulisan yang dipublikasikan di laman The Conversation pada Jumat (8/5/2020), mereka meragukan adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru COVID-19.

"Masalah utamanya, sudah 68 hari setelah kasus pertama COVID-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi COVID-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi," tulis tim EOCRU. Karena itu, adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru COVID-19 cukup meragukan.

Ini adalah sebuah kebohongan publik. Faktanya, para ahli justru menyoal klaim perlambatan sebaran virus tersebut, karena  Indonesia dianggap belum punya kurva tersebut.

Betapa besarnya bahaya kebijakan pemerintah yang didesak oleh kepentingan ekonomi. Dalam menangani wabah pemerintah lebih mendengarkan saran menteri keuangan daripada saran ahli epidemiologi bahkan terkesan menyepelekan. Jika warga masih bebas bepergian, bisa jadi akan semakin sulit memprediksi kapan berakhirnya wabah.
Demikianlah upaya pemerintah. Beragam cara digunakan untuk memenangkan kepentingan bisnis segelintir kapitalis dan mengorbankan keselamatan rakyat. Kampanye kurva landai  disosialisasikan untuk menunjukkan keberhasilan pemerintah menekan sebaran virus dan menjadi legitimasi kesehatan untuk melonggarkan PSBB guna kepentingan ekonomi.

Analis politik Pangi Syarwi Chaniago, direktur eksekutif Voxpol Center Research and Consulting mengatakan ajakan Presiden Jokowi ini bisa dimaknai bahwa pemerintah putus asa, sebagai indikasi pemerintah tak sanggup lagi memenuhi kebutuhan masyarakat selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Saat wabah covid-19, para suami kehilangan pekerjaan. Sehingga kebutuhan keluarga tidak terpenuhi. Harusnya negara hadir meri'ayah memenuhi semua kebutuhan masyarakatnya. Bukan berharap pada lembaga swadaya masyarakat, yang bersifat sementara dan terbatas pembagiannya.

Kebijakan di dalam Islam pemimpin mempunyai tanggungjawab terhadap urusan umat. Semua daya dan upaya dikerahkan untuk mengurusi umat. Sehingga tidak sejengkalpun urusan umat terbengkalai. Pemimpin di dalam Islam tidak mementingkan kepentingan segelintir orang, apalagi mementingkan urusan konglomerat. Sebab setiap kebijakannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Dalam Islam semua persoalan diserahkan kepada ahlinya. Seperti masalah pandemi, diserahkan kepada ahli kesehatan. Karena analisa dari para ahli yang akan menentukan kebijakan seorang pemimpin yang akan diambil untuk kemaslahatan umat. Kebijakan yang mengandung unsur politik inilah yang akan diambil oleh seorang pemimpin sejati, yakni pemimpin dalam sistem Islam. Politik bukan sekadar kekuasaan, tetapi politik digunakan untuk mengurusi kepentingan umat. Semua itu hanya diperoleh pada sistem Islam dengan sistem pemerintahan Khilafah.
Wallahu'alam Bissawab. []

















*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama