Limbah Tak Terurus, Air Bersih Tergerus




Oleh : Ria Nurvika Ginting, SH, MH (Dosen FH)


Pihak PT Evergreen International Paper yang merupakan perusahaan kertas karton yang terletak di Desa Dalu Sepuluh B, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang diprotes warga setempat. Hal ini dikarenakan limbah dari pabrik tersebut diduga menyebabkan air sumur mereka menjadi berwarna coklat, pada Rabu, 11/6/2025 lalu. Salah seorang warga bernama Nurmala (46) sempat marah dengan seorang pria yang mengaku staf Bupati Deli Serdang karena terus membela PT Evergreen yang tidak mau mengakui kalau pencemaran terhadap sumur warga diakibatkan oleh aktivitas pabrik tersebut. (metro-online.co, 12/6/2025)


Perdebatan yang terjadi antara pihak perusahaan dan warga akhirnya ditengahi pemerintah desa hingga musyawarah dilakukan di Balai Desa Dalu Sepulun B. Terkait permasalahan tersebut, kepala Desa Dalu Sepuluh B, Wantoro membenarkan kejadian itu dan pihaknya telah melakukan mediasi dengan warga dan pihak PT Evergreen. Hasil dari musyawarah tersebut yakni kesepakatan untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara damai. Pihak perusahaan akan melakukan perbaikan atas kondisi dan sesuai tuntutan masyarakat terdampak serta memberikan kompensasi atas hal itu. (metro-online.co, 12/6/2025)


Pembangunan industri yang menjadi fokus pertumbuhan saat ini tidak bisa dilepaskan dari masalah limbah hasil produksinya. Dari permasalahan limbah ini yang paling merasakan dampaknya otomatis adalah warga disekitar. Seperti kasus PT Evergree diatas, sumber air bersih yang merupakan kebutuhan penting bagi kelangsungan hidup warga menjadi terganggu. Pada fitrahnya, manusia secara teknis membutuhkan tempat tinggal dengan lingkungan yang layak. Di dalamnya tersedia berbagai sarana kehidupan, seperti perumahan, air bersih, udara bersih, ruang publik yang asri, sarana sanitasi yang layak, sarana pendidikan, kesehatan dan transportasi publik serta aman dari bencana dan sarana rekreasi. 


Faktanya industrialisasi yang hanya mengejar keuntungan yang lahir dari diterapkannya sistem kapitalis-sekuler ditengah-tengah kita saat ini merupakan biang kerok terjadinya kerusakan lingkungan yang salah satunya disebabkan oleh limbah hasil produksi industri tersebut. Terlebih lagi dalam UU Ciptaker dimana ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 mengenai izin lingkungan dihapus yang merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha. Lalu Undang-undang yang baru ini menghapus hak setiap orang mengajukan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) apabila perusahaan atau pejabat menerbitkan izin lingkungan tanpa amdal. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai bahwa penghapusan pasal ini berdampak pada hilangnya tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. Jelas disini pemerintah lebih melindungi keberlangsungan korporasi dibanding upaya penegakan hukum secara mutlak berdasarkan UU No.32/2009. (news.detik.com, 6/10/2020)


Islam Mengharamkan Merusak Lingkungan 


Islam merupakan ideologi yang melahirkan peraturan berdasarkan aqidah islam. Peraturan tersebut berasal dari sang khaliq yakni Allah Swt. yang tidak akan mampu menyelesaikan persoalan manusia termasuk persoalan kerusakan alam yang salah satunya disebabkan oleh limbah. Hal ini dikarenakan sang Khaliq pasti lebih mengetahui apa yang dibutuhkan hambaNya. Sedangkan manusia yang lemah dan terbatas serta bergantung kepada yang lain jika membuat aturan akan menimbulkan konflik atau saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Dalam sistem kapitalis-sekuler yang diterapkan saat ini memberikan hak kepada manusia untuk menetapkan hukum yang tidak mampu mencari solusi kecuali menciptakan masalah baru.


Islam memerintahkan manusia untuk menjaga lingkungan dan tidak merusaknya. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.”(QS Al-A’raf:56)


Dengan demikian, limbah yang dapat membahayakan masyarakat dan merusak lingkungan  harus dikelola dengan benar sehingga potensi-potensi bahaya tersebut dapat dihindari. Rasulullah Saw bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)


Dalam sistem Islam, seorang pemimpin negara (khalifah) memiliki tanggung jawab dalam mengurus urusan rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Seorang imam (khalifah) adalah pengurus dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepengurusannya.” (Mutafaq ‘alaih).


Khalifah akan melaksanakan setiap kewajibannya sesuai syariat dalam rangka mengurusi umat dan memberikan kemaslahatan pada umat bukan hanya sekedar dalam rangka memperoleh keuntungan semata sebagaimana dalam sistem kapitalis-sekuler. Industrialisasi tidak akan berfokus pada keuntungan tapi kepentingan umat. Jika hal tersebut menyebabkan kesengsaraan pada umat maka Khalifah berkewajiban untuk menindak aktivitas tersebut.


Khalifah akan menetapkan kebijakan dan  regulasi tentang pengelolaan limbah berdasarkan syariat yang mana wajib dilaksanakan dan akan ditindak tegas jika terjadi penyimpangan. Selain itu, Khalifah juga berkewajiban membangun sistem pengelolaan limbah secara syar’i yang efektif dan efisien. Peran publik masyarkat dibuka selebar-lebarnya dalam pengawasan pelaksanaan regulasi tersebut. Individu melakukan aktivitas  berdasarkan keimanannya sehingga memahami bahwa haram untuk merusak lingkungan. Semua ini hanya dapat terlaksana dalam kepemimpinan Islam yakni Khilafah Islamiyah yang menerapkan seluruh sistem Islam (syariat) secara kaffah.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم