7 Hal Penyebab Judi Online Marak di Indonesia



Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


Perjudian adalah sebuah pertaruhan yang mengandalkan kemungkinan atau peluang (probabilitas). Kemungkinan "untung" atau kemungkinan "buntung", yang dikemas dalam sebuah permainan. Kemungkinan untung karena pemainnya sedang berada pada nasib baik atau mahir pemainnya, sebaliknya, kemungkinan buntung karena sedang jelek peruntungannya atau pemainnya yang tidak terlatih.


Di Indonesia, judi telah menjadi bagian dari Sejarah perjalanan bangsa kita, dari masa Kerajaan, kolonial Belanda hingga sekarang. Dikutip dari tulisan Wayu Lumaksono dan Anik Andayani yang dimuat dalam Jurnal Pendidikan Sejarah berjudul "Legalisasi Porkas dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Pada 1985-1987", menyebutkan, pada era kemerdekaan hingga tahun 1960-an, kondisi ekonomi dan sosial masih buruk. Sehingga Masyarakat pun banyak yang mengambil jalan pintas untuk menyejahterakan hidupnya dengan cara berjudi.


Pada era tahun 1980-1993, Pemerintah secara terselubung telah melegalkan praktik perjudian. Pemerintah melegalkan penarikan dana dari masyarakat lewat Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah atau SDSB, yang dananya dikelola Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) dengan bernaung dibawah kebijakan Kementerian Sosial.


SDSB akhirnya dibubarkan pada 24 September 1994, melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor BS-10-4/91 oleh Menteri Haryati Soebadio era itu, karena dipicu aksi demo mahasiswa menolak kebijakan Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB). Sejak saat itu, SDSB menghilang dari Indonesia.


Transformasi praktik perjudian selalu mengikuti tren. Di era tren internet membuat para pelaku usaha judi, memanfaatkan ruang digital untuk menciptakan banyak bentuk perjudian yang dapat diakses oleh siapa pun.
Saat ini, ribuan konten judi online menghiasi platform digital baik secara terang-terangan maupun terselubung. Kementerian Komunikasi dan Informatika, menjadi pihak yang paling sibuk dalam penanganan dan pemberantasan isu judi di Indonesia.


Mengutip dari Siaran Pers Kominfo, No. 01/HM/KOMINFO/01/2024. Per 30 Desember 2023 total konten judi online telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sebanyak 805.923 konten perjudian dari seluruh media sosial.


Mudahnya mengakses internet ditambah menjamurnya platform pinjaman online turut mendukung semakin banyaknya masyarakat yang ketagihan judi online ini. Alih-alih untuk meningkatkan perekonomian, justru judi online panen kasus kriminalitas.
 

Tidak berhenti sampai di sini, judi online pun turut digemari oleh para pelajar dan mahasiswa. Menurut data yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebanyak 13 persen pemain judi berusia di bawah 20 tahun, bahkan di bawah usia 10 tahun. Sementara itu data yang dirilis PPATK menyebutkan lebih empat juta pengguna internet merupakan pemain judi. Mirisnya, dua persen dari jumlah tersebut merupakan pengguna berusia di bawah 10 tahun. Sebelas persen dari jumlah itu merupakan pengguna berusia dari 10 hingga 20 tahun.


Inilah yang membuat miris, ternyata judi online ini sudah menyasar kepada anak-anak. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi orang tua, masyarakat, dan seluruh pihak yang berwenang. Karena daya rusak judi online ini sudah tidak bisa ditolerir lagi.


Faktor - Faktor Penyebab Judi Online Berkembang Pesat di Indonesia


Indonesia sebagai negeri muslim terbesar menjadi lahan subur tumbuhnya platform judi online. Dari yang awalnya berupa game anak-anak sehingga banyak anak-anak yang tergiur permainan ini, hingga yang terang-terangan menawarkan berbagai produk judi online dengan berbagai iklan di media sosial. Untuk membasmi hingga akar, perlu kita cari tahu mengapa judi online terus bertumbuh di negeri ini.
 

Setidaknya dari pengamatan penulis ada beberapa faktor penyebab judi online berkembang di Indonesia antara lain:

1. Akses internet yang mudah: Meningkatnya akses internet dan penggunaan smartphone membuat judi online lebih mudah dijangkau. Jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023. Ini berarti tingkat penetrasi internet Indonesia menyentuh angka 79,5%.


Pengguna internet di Indonesia mayoritas mengakses internet melalui ponsel, dengan 98,9% pengguna menggunakannya untuk menemukan informasi lewat Google. Media sosial yang paling banyak digunakan adalah WhatsApp, diikuti oleh Instagram, Facebook, dan TikTok.
 

2. Kurangnya regulasi. Sebenarnya pemerintah telah menerbitkan undang-undang menyangkut masalah perjudian ini. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian:


Pasal 2 Menyebutkan bahwa segala bentuk perjudian yang dilakukan tanpa izin dari pemerintah adalah tindakan yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana.


Pasal 3: Mengatur tentang sanksi bagi orang yang terlibat dalam perjudian, baik sebagai penyelenggara maupun pemain, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 25.000.000.


Pasal 4 Memberikan wewenang kepada aparat penegak hukum untuk menindak dan melakukan penertiban terhadap segala bentuk perjudian.


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 27 ayat 2 Mengatur tentang perjudian online dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1.000.000.000 bagi pelaku judi online.


Sayangnya penegakan hukum yang lemah memungkinkan judi online beroperasi secara ilegal. Apalagi beberapa oknum dari penegak hukum sendiri justru menjadi pelaku judi online, sebagaimana beberapa kasusnya diunggah oleh portal berita online.


3. Kemudahan transaksi. Sistem pembayaran online yang canggih memudahkan transaksi keuangan dalam judi online.


4. Iklan dan promosi.
Iklan judi online yang menarik dan promosi yang menggiurkan dapat menarik perhatian masyarakat. Bahkan iklannya secara terang-terangan ditawarkan di beranda media sosial dan tidak mendapatkan teguran baik kepada penyedia platform maupun penyedia jasa iklan.


5. Kurangnya edukasi. 
Kurangnya pengetahuan tentang bahaya judi online dan cara menghindarinya membuat masyarakat rentan terjebak.
 

6. Faktor ekonomi.
Kesulitan ekonomi dan keinginan untuk mendapatkan uang cepat dapat mendorong orang untuk terlibat dalam judi online. Sebagaimana kita ketahui pasca pandemi Covid 19 perekonomian Indonesia kondisinya sangat memperihatinkan. Ketika perlahan perekonomian mulai menggeliat justru disambut dengan kenaikan pajak, LPG, dan BBM. Inilah yang menyebabkan efek domino dimana-mana.
 

Bahkan PHK massal terjadi diberbagai lini, dari perusahaan kecil hingga perusahaan besar seperti Sritex. Efisiensi anggaran yang tidak tepat yang dilakukan pemerintah turut memperparah kondisi ini. Sehingga bagi sebagian masyarakat mengambil jalan pintas untuk menyambung hidup dengan judi online.
 

7. Pengaruh lingkungan. Lingkungan sosial yang mendukung judi online dapat mempengaruhi individu untuk terlibat. Apalagi jika ada dari mereka yang nampaknya "sukses" dalam judi online ini, maka akan memiliki daya panggil bagi teman-teman yang lain.
 

Faktor-faktor ini saling terkait dan dapat memperkuat satu sama lain, sehingga perlu pendekatan komprehensif untuk mengatasi masalah judi online di Indonesia.


Menyelesaikan Masalah Judi Online 


Dalam kapitalisme, industri yang merusak manusia terus tumbuh subur. Industri miras, industri terkait pornografi dan pornoaksi, termasuk industri judi online. PPATK melaporkan bahwa nilai transaksi judi online mencapai Rp155 triliun. Penghasilan bandar judi online bisa mencapai Rp3 miliar dalam sehari.


Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan rakyat Indonesia mengidap kanker akut bernama judi online. Jika begitu, kanker akut ini hanya bisa diobati dengan syariat. Ada beberapa solusi yang harus ditempuh negara untuk menyelesaikan judi online pada anak. Pertama, membina masyarakat, termasuk anak, dengan pemikiran yang benar bahwa judi merupakan perbuatan haram. Bukan hanya merugikan manusia, tetapi juga dilarang agama (Islam).


Kedua, melakukan rehabilitasi pada anak yang kecanduan dengan mengarahkan dan membimbing mereka agar tidak kembali terpengaruh dengan judi online. Selain peran orang tua, masyarakat dan negara juga bertanggung jawab melakukan pengawasan. 


Ketiga, negara bertindak tegas kepada bandar, pemain, maupun pembuat situs-situs judi online. Juga memberikan sanksi yang membuat mereka jera hingga tidak ada lagi celah mengakses judi, baik offline dan online.



.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama