Oleh: Dhevi Firdausi, ST.
Penambangan nikel di Raja Ampat sedang mendapatkan perhatian serius dari masyarakat. Faktanya, tambang nikel tersebut sudah berlangsung sangat lama, jadi bukan aktivitas yang baru dilakukan di Raja Ampat. Hal ini seperti dikutip dari laman cnnindonesia.com, yang menyatakan bahwa PT GAG Nikel selaku perusahaan yang menambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya ternyata punya hak istimewa yang dikantongi sejak 1998. Aktivitas tambang nikel itu dilakukan di kawasan hutan lindung yang sebenarnya melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Namun, PT GAG Nikel dan 12 perusahaan lain mengantongi keistimewaan dari negara.
Organisasi internasional bidang perlindungan lingkungan, seperti Greenpeace, mengungkapkan bahwa pertambangan nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat telah menyebabkan deforestasi lahan sebesar 309 hektare di Pulau Gag, serta puluhan hektare di Pulau Kawe dan Manuran. Pembukaan lahan secara besar-besaran ini ternyata sudah sejak lama dilakukan. Namun, beritanya baru sekarang ini terungkap ke masyarakat luas. Pertambangan tersebut juga mengakibatkan pencemaran lingkungan, karena terumbu karang dan ikan yang berada di sekitar pulau tercemar oleh limbah tambang. Pencemaran ini secara tidak langsung telah merampas ruang hidup para nelayan di pesisir pantai. Mata pencaharian mereka satu-satunya telah dirusak.
Penambangan nikel di Raja Ampat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang nikel, karena besarnya sorotan publik. Berita ini viral dan menyita perhatian masyarakat setelah adanya protes dari warga setempat, serta analisa Greenpeace yang menyebutkan bahwa ada pelanggaran yang terjadi. Pelanggaran prosedur penambangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta tersebut mengakibatkan deforestasi ratusan hektare dan pencemaran lingkungan. Seandainya berita ini tidak viral, maka bisa dipastikan bahwa aktivitas pertambangan tersebut terus berlangsung hingga puluhan tahun ke depan, meski ditentang oleh masyarakat kecil di sekitar pesisir pantai.
Penambangan nikel menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati yang dilindungi, bahkan oleh dunia internasional. Selain itu, penambangan ini juga melanggar UU Kelestarian Lingkungan. Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, lokasi pertambangan ini dilakukan tepat di kawasan hutan lindung. Banyak jenis tanaman yang dilindungi kelestariannya di wilayah tersebut. Tidak hanya vegetasi, aneka satwa yang ada di dalam hutan lindung juga terancam punah. Padahal, keindahan alam di Raja Ampat ini telah mendapat pengakuan dari dunia internasional. Kawasan tersebut didaulat salah satu Global Geopark UNESCO di bidang pariwisata. Sebanyak 75 persen spesies terumbu karang dunia terletak di kawasan Raja Ampat.
Inilah bentuk nyata kerusakan sistem kapitalisme. Penambangan yang membahayakan lingkungan dapat dilakukan, meski melanggar UU yang sudah ditetapkan negara. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha lebih berkuasa. Kapitalisme berasal dari kata kapital, yang berarti modal. Uang adalah segalanya bagi masyarakat yang menerapkan sistem ini. Oleh karena itu, budaya suap-menyuap sudah biasa terjadi. Beberapa perusahaan yang mendapat ijin untuk melakukan penambangan merupakan perusahaan besar, yang memiliki milliaran uang. Sangat mungkin terjadi, terdapat tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam proses penerbitan ijin tambang yang tidak prosedural tersebut. Bidang pertambangan seperti ini memang rawan terjadi tindakan pidana korupsi.
Islam merupakan agama yang sempurna. Tidak hanya mengatur tentang ibadah ritual semata, namun juga mengatur hubungan sosial masyarakat. Islam menetapkan bahwa SDA adalah milik umum yang harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. Negara memiliki kewajiban menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan, yang akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Tambang nikel yang ada di wilayah Raja Ampat, tidak boleh dikelola oleh perusahaan swasta, apalagi perusahaan asing. Nikel tersebut jika dikelola sendiri oleh negara, hasilnya dapat digunakan untuk membiayai bidang pendidikan, sehingga masyarakat dapat menikmati fasilitas pendidikan dengan harga yang sangat terjangkau.
Islam juga memiliki konsep "hima", yang akan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat eksplorasi. Hima merupakan bahasa Arab yang berarti kawasan yang dilindungi. Rasulullah Saw pernah menetapkan adanya hima atau kawasan lindung. Penetapan hima pada suatu kawasan, akan melindungi area tersebut dari perburuan liar, penebangan hutan, serta pengambilan SDA secara berlebihan. Dalam Islam terdapat syari'at bahwa manusia harus menjaga keseimbangan alam, melindungi dari kerusakan, dan memanfaatkannya secara bijaksana agar generasi mendatang masih bisa menikmatinya.
Pemimpin dalam Islam menjalankan aturan sesuai dengan hukum syari'at, dan berperan sebagai raa'in yang akan mengelola SDA dengan aman dan menjaga kelestarian lingkungan, dan hidup manusia. Khalifah dan struktur di bawahnya merupakan sosok muslim yang amanah, yang memiliki keimanan dan ketaqwaan tinggi pada Allah SWT. Keimanan ini membuat para pemimpin mempunyai rasa takut yang besar untuk melanggar syari'at-Nya, sehingga tindakan KKN dapat diminimalisir. Mereka juga akan amanah untuk menjaga kelestarian lingkungan karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas jabatan yang diemban. Demikianlah, syari'at dan sistem Islam dapat menjadi solusi yang solutif atas semua permasalahan hidup manusia, termasuk pertambangan nikel di Raja Ampat ini.