Islam Memberantas Mafia Peradilan Secara Tuntas



Penulis: Ummu Alif
(Pengurus MT Ar-Rahmah Pare)

Sektor peradilan detik ini tidak sesuai namanya. Dalam rentang waktu 2011 hingga 2023, Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan sebanyak 29 hakim terjerat kasus suap dengan nilai total mencapai Rp107,9 miliar. ICW juga menuliskan praktik jual beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis. Mahfud MD, selaku mantan Menkopolhukam mengatakan hal serupa, hari ini korupsi telah meluas ke berbagai sektor termasuk peradilan.

Karena hal ini pula, berbagai pihak mengharapkan agar dilakukan perampasan aset bagi para koruptor. Namun, Presiden Prabowo menilai jika perampasan aset harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyengsarakan keluarga pelaku yang tidak terlibat. Dalam beberapa kesempatan, ia mengutarakan keinginannya untuk mensejahterakan hakim, karena merupakan janji kampanye dalam Pilpres 2024. Menurutnya dengan penghasilan yang mencukupi, ASN dan pejabat di negeri ini enggan untuk melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Namun ICW menilai sikap ini salah sasaran. Sebabnya, keluarga koruptor sering terlibat atau menikmati hasil korupsi. ICW mencatat bahwa sejak 2015 hingga 2023, 44% tersangka korupsi melibatkan keluarga.

Demikianlah sedikit gambaran karut marutnya sektor peradilan di negeri kita. Peradilan adalah tempat yang semestinya masyarakat bisa memperoleh keadilan. Namun sayang, sektor itu rawan suap, bahkan marak terjadi jual beli hukum di sana. Akibatnya, sistem hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Jika orang-orang kaya, pejabat, atau punya koneksi dengan orang dalam (ordal) yang sedang menghadapi kasus hukum, semua seolah-olah begitu mudah diatur. Sebaliknya, jika wong cilik yang menghadapi kasus hukum, semua prosedurnya tampak lebih rumit, bahkan terkesan dipersulit padahal mereka juga sudah keluar banyak biaya.

Di satu sisi, fenomena ini begitu nyata terjadi di hadapan kita. Tentunya ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, tetapi sudah seharusnya memantik daya kritis kita bahwa ada masalah di sektor peradilan dan sistem hukum saat ini.

Di sisi lain, kita juga tidak bisa mengingkari bahwa semua ini tidak bisa dilepaskan dari tegaknya sistem kehidupan sekuler berdasarkan ideologi kapitalisme di negara kita ini. Ide sekuler telah merasuk ke berbagai lini sehingga kita akan selalu menemukan banyak manusia yang tidak takut dosa. Mereka bahkan benar-benar menyepelekan peran agama, alih-alih mengambilnya sebagai sumber hukum dan aturan kehidupan. Inilah yang terjadi pada Islam. Menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia, namun tidak dijadikan sebagai sistem kehidupan, alih-alih solusi problematik bagi di negeri ini. Sungguh miris!

Islam adalah agama dan aturan kehidupan yang paripurna yang berasal dari Allah Taala. Tidak semestinya kita meragukan Islam sebagai sistem hukum, karena kebenarannya sudah dijamin penjagaannya oleh Allah Taala sendiri. Ini sebagaimana firman Allah di dalam ayat, "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS Al-Hijr [15]: 9).

Perihal sistem peradilan maupun fenomena mafia di dalamnya, Islam memiliki solusi tuntas untuk memberantasnya. Dalam hal ini setidaknya terdapat dua cara yang ditawarkan oleh Islam. Pertama, solusi personal, yaitu dengan mengangkat hakim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.. Hakim tidak boleh kafir maupun fasik (pelaku maksiat). Kedua, solusi sistemis, yaitu dengan adanya pengawasan yang ketat terhadap hakim untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Pencatatan harta pejabat termasuk hakim dilakukan sebelum dan sesudah ia menjabat seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra.. Jika ada kelebihan harta mereka secara tidak wajar (ilegal), khalifah tidak segan untuk menyita harta tidak sah tersebut. 

Islam mendukung perampasan aset hasil korupsi untuk mengembalikan hak-hak rakyat. Ini sejalan dengan firman Allah Taala di dalam QS Al-Baqarah ayat 188, yang artinya, "Janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. Jangan pula kalian membawa harta itu pada hakim agar kalian dapat memakan sebagai harta orang lain dengan dosa, padahal kalian mengetahui." Juga sabda Rasulullah saw., "Allah telah melaknat pemberi suap, penerima suap dan perantara di antara keduanya." (HR Ibnu Majah).

Solusi tersebut mustahil diterapkan akibat tegaknya sistem pemerintahan sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sistem sekuler meniscayakan adanya hukum buatan manusia yang bisa diubah sesuai pesanan "orang kuat" maupun kepentingan uang.

Jelas, solusi Islam membutuhkan sistem pemerintahan yang seiring sejalan, yaitu sistem pemerintahan IsIam yang didasarkan pada akidah IsIam yang memberlakukan syariat Islam secara kafah. Itulah sistem Khilafah. Hanya dengan Khilafah, peradilan Islam bisa ditegakkan dan mafia hukum bisa diberantas secara tuntas. Wallahualam bissawab. [NA]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama