Oleh : Siti Taqiyya Zulaikho
Palestina, merupakan tempat yang memiliki kedudukan istimewa di hati kaum muslimin. Tanah yang diberkahi, dimana terdapat Al Aqsha yang dahulu menjadi kiblat pertama kaum muslimin, kemudian diberkahi dengan turunnya para anbiya, tempat Isra' Mi'raj Rasulullah diperjalankan menuju ke Sidratul muntaha.
Namun sayangnya, tempat yang sebegitu pentingnya tersebut, sekarang menjadi tempat paling nestapa di dunia. Tempat dimana darah-darah mengalir bahkan dari tubuh anak-anak, wanita yang tak berdaya, dan dari tubuh orang-orang yang tidak bersalah.
Dilansir dari Tempo.co, selama dua hari berturut-turut saat Ramadan ini, polisi Israel melarang warga Palestina untuk berbuka puasa di Masjid Al Aqsa, Yerusalem menurut kantor berita Palestina. WAFA News Agency juga melaporkan bahwa polisi Israel menyerang warga Palestina sepulang dari salat tarawih di masjid menurut saksi mata pada 14 April lalu.
Menurut para saksi, Polisi juga melarang azan malam di Masjid Al Aqsa untuk malam kedua berturut-turut, bahkan polisi Israel menembakkan granat kejut ke arah warga Palestina, dan menahan lima orang.
Nestapa Palestina Takkan Terhenti Tanpa Tegaknya Kepemimpinan Islam
Setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Palestina merupakan tempat yang paling merasakan pahitnya kehilangan pelindung, yaitu khilafah. Palestina yang menjadi target utama kaum zionis, hingga saat ini menjadi bulan-bulanan penyerangan brutal. Sedangkan saudaranya sendiri kaum muslimin, dan juga pemimpin negeri-negeri muslim tak mampu berbuat apa-apa selain hanya memberikan bantuan moriil, logistik, medis, dan pendidikan semata. Bantuan-bantuan pragmatis tersebut takkan mampu membantu mereka kecuali hanya sangat sedikit, sedangkan yang mereka butuhkan ialah kekuatan untuk melawan para penjajah Israel.
Kejahatan yang Israel lakukan terhadap warga Palestina telah melampaui batas, bahkan telah terkategorikan melakukan kejahatan perang. Namun sampai titik ini pula, tak ada pemimpin muslim yang berani bertindak tegas untuk mengakhiri kebiadaban Israel tersebut yang jelas-jelas telah menyimpang dari agenda membangun perdamaian dunia, sebagaimana yang digaung-gaungkan oleh PBB.
Diamnya para pembesar negeri-negeri muslim, dan tidak berdayanya mereka, tidak lain karena secara politis mereka tak mampu untuk bertindak independen. Itulah yang terjadi saat sistem yang dijalankan adalah sistem pemerintahan yang tunduk pada kapitalisme barat, mereka terikat dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh negara kapitalis yang berwewenang untuk mengendalikan kondisi dunia. Sekat-sekat kebangsaan telah menghambat suatu negara untuk ikut campur dengan wilayah negara lain.
Kita bisa merefleksikan pada sejarah, bagaimana saat Daulah Utsmaniyah setelah memberlakukan tanzimat, mengadopsi sistem dari Barat dalam perpolitikannya, dan terikat dengan kebijakan dunia saat itu, daulah tak lagi bisa ikut campur ke negeri-negeri lain seperti mengirim bantuan tentara saat perang, ataupun mengirim senjata untuk membantu negeri lain yang membutuhkan bantuan.
Semangat nasionalisme yang berkobar di dada masyarakat muslim juga menjadi dalih mereka untuk mementingkan kepentingan dalam negeri sendiri, daripada harus memikirkan negara lain yang bukan tanah airnya. Pada akhirnya selain para pemimpin muslim tak mampu berkutik karena terbatas wewenangnya, masyarakat muslimnya pun juga telah enggan untuk ikut campur dalam membela saudaranya seiman. Sebuah ironis bagi umat yang diajarkan bahwa, "Umat Islam itu Bersaudara", "Umat Islam itu satu tubuh, apabila yang satu sakit, maka sakit semuanya".
Keruntuhan khilafah menjadi penyebab banjir darahnya umat Islam, tak hanya di Palestina, juga terjadi pula di negeri-negeri lain yang muslimnya menjadi minoritas, seperti Uyghur, Rohingya dan sebagainya.
Umat Islam ternistakan tanpa adanya pemimpin muslim yang mampu melindunginya, pemimpin yang berpegang pada Quran dan Sunnah, pemimpin yang hanya takut pada Allah Swt saja, pemimpin yang mampu independen tanpa takut dengan intervensi kaum kafir penjajah.
Kepemimpinan Islam, atau kekhilafahan, satu-satunya institusi yang mampu mengembalikan martabat kaum muslimin dan mengentaskan mereka dari serangan orang-orang kafir penjajah, baik fisik ataupun pemikiran. Sebuah sistem yang telah diruntuhkan oleh para pembenci Islam belum genap 100 tahun yang lalu. Sebuah sistem yang amat ditakuti oleh orang-orang kapitalis, sampai-sampai mereka menghembuskan opini khilafah-phobia dengan berbagai macam tuduhannya.
Melihat berbagai nestapa yang menimpa saudara-saudara kita, sudah seharusnya menjadi introspeksi bahwa sudah saatnya umat kembali pada aturan Allah, dengan menerapkan sistem dari Allah, Islam. Sistem yang telah dijalankan oleh para pendahulu, sistem yang melindungi kaum muslimin dimanapun mereka berada tanpa sekat kewilayahan. Sistem yang akan menjaga kemuliaan umat, menjaga kesejahteraan mereka dengan penuh amanah tanpa diskriminasi agama, warna kulit, ras dan sebagainya.
Wallahu'alam bisshawwab.[]