Korupsi: Butuh Solusi Sistemik!

 


Muslimahvoice.com - Korupsi masih merajalela. Tak hanya memikat politikus, PNS pun kini turut terjerat didalamnya. Dilansir oleh Merdeka.com 18/4, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Menpan RB) Tjahjo Kumolo sama sekali tak menampik bahwa ia masih mendapati PNS atau ASN yang terjerat korupsi. Tjahjo menyebut setiap bulan Kemenpan RB memecat tidak hormat para PNS korup.


"Jujur kami tiap bulan rata-rata hampir 20 hingga 30 persen PNS yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, harus kami ambil keputusan untuk diberhentikan dengan tidak hormat,"  tegasnya dalam acara rilis survei LSI virtual.


Tjahjo mengatakan, setiap kasus korupsi dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pasti ada PNS yang terlibat. Para PNS atau ASN itu selama proses hukum tidak langsung diberhentikan melainkan dinonaktifkan terlebih dahulu hingga proses hukum selesai.


Sementara itu, Hasil survei LSI menyebut ada lima tempat atau bagian paling korup di instansi pemerintah. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menyampaikan bahwa kelima tempat tersebut adalah pengadaan barang, perizinan usaha, bagian keuangan, bagian pelayanan, serta bagian personalia.


Ya. Adalah fakta, bahwa korupsi di Indonesia memang sudah menggurita sejak lama. Dari kelas teri hingga kelas kakap bernilai milyaran rupiah. Pengagungan berlebih terhadap nilai materialisme (hasrat akan kemewahan), menjadikan manusia berani menceburkan diri ke lubang kriminalitas ini. 


Pemberitaan kasus korupsi yang hilir mudik di media, tentu membuat publik kecewa sekaligus geram. Disaat rakyat mati matian menyisihkan sebagian hartanya untuk pajak yang konon katanya untuk kemaslahatan bersama, para pejabat justru menjadikannya sebagai lahan basah untuk meraup keuntungan. 


Harus disadari bahwa sejatinya korupsi merupakan problem sistemik yang pasti mutlak terjadi dalam sistem sekuler. Mengatasi problem ini tentu tidak bisa jika hanya mengandalkan solusi solusi remeh seperti ancaman pemecatan atau pemberian sanksi semata.


Sudah menjadi rahasia umum bagaimana sanksi hukum yang berjalan di negeri ini begitu memihak kalangan berduit. Hingga istilah hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah pun rasanya sudah sangat familiar. Belum lagi masalah praktik jual beli hukum yang merajalela yang dipastikan gagal membuat koruptor jera.


Sungguh, memang beginilah akhir dari sistem yang mati matian meletakkan kedaulatan di tangan manusia. Tak hanya gagal menciptakan clean government, sistem ini juga membuka peluang bagi kebijakan/aturan/hukum untuk diamandemen sesuai kepentingan dan keuntungan golongan. Sehingga, adalah pembodohan publik jika sistem ini digaungkan sebagai sistem terbaik representasi suara Tuhan, karena yang ada hanyalah 'representasi kerakusan'.


Inilah mengapa masalah sistemik berupa korupsi membutuhkan pula solusi yang menyentuh kritik demi perubahan sistem, yakni sistem Islam yang kesempurnaannya terbukti mampu menyelesaikan seluruh problematika manusia.


Dalam Islam, keimanan individu tentu tidak luput dari perhatian mengingat keimanan merupakan benteng yang bisa membatasi individu dari aktivitas maksiat. Sehingga tidak ada pilihan selain merubah mindset individu. Mental maling dan haus uang harus segera dicerabut, untuk kemudian ditanamkan pada nya nilai nilai Islam yang mengedapankan halal-haram dalam berkehidupan. Termasuk dalam menjalankan amanah berpolitik maupun maupun kepegawaian negara. 


Kemudian, sebagai perisai terkokoh, negara harus berdiri di garda terdepan dalam memberikan sanksi tegas dan menjerakan bagi para penyeleweng. Tidak ada kompromi, apalagi grasi. Negara juga harus terlibat dalam menjamin terselenggaranya suasana birokrasi yang bersih dan kondusif dengan meletakkan islam sebagai pondasi dasar dan pijakan dalam mengatur pemerintahan. Rekrutmen kepegawaian/perpolitikan pun harus didasarkan pada profesionalitas dan integritas, yang kemudian dipadu-padankan dengan kualitas kepribadian.


Demikianlah upaya upaya yang dihadirkan Islam untuk membasmi para tikus berdasi. Tidak sebatas pada upaya kuratif, tapi juga melibatkan upaya preventif untuk mencegah tindak korupsi lebih dini.


Maya. A / Gresik

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama