Penistaan Agama Merajalela Karena Hukum yang Lemah

 



Oleh: Hani  Handayani, A.Md (Penggiat Literasi)


Di tengah umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan, umat muslim dibuat “gerah” atas penistaan yang dilakukan oleh Jozeph Paul Zhang. Dimana pria ini mengadakan forum diskusi lewat aplikasi zoom bertema “Puasa Lalim Islam”.


Hasil dari pertemuan di zoom tersebut diunggah nya ke media sosial membuat beragam reaksi dari para netizen. Berbagai pihak pun termasuk tokoh agama, politisi, hingga menteri Inilah demokrasi yang tidak tegas dengan penistaan agama sehingga marak dilakukan orang-orang yang tidak mempunyai iman dalam beragama. Sebaliknya, dalam sistem Islam hampir tidak dijumpai penistaan agama karena mereka akan mendapatkan hukuman tegas dan keras bagi pelakunya. Beragama adalah hak yang paling asasi yang dilindungi oleh hukum. Dan penistanya harus dihukum seberat – beratnya agar bisa menjadi efek jera bagi yang lain untuk tidak melakukan penistaan terhadap agama apa yang dilakukan Joseph ini dan mereka meminta agar pria ini segera ditangkap karena telah menistakan agama Islam dan mengaku sebagai nabi ke-26. Pemerintah dalam hal ini tidak tinggal diam, pihak kepolisian melalui Bareskrim Polri tengah mendalami persoalan ini.


Dikutip dari Antara (18/3), Kabareskrim mabes Polri Komjen Pol. Agus Andrianto mengatakan, berdasarkan data perlintasan imigrasi, Joxeph diketahui saat ini tidak berada di Indonesia. Ia telah meninggalkan Indonesia sejak Januari 2018, hal ini tidak menghalangi proses penyidikan karena kepolisian Indonesia akan bekerja sama dengan kepolisian luar negeri dan akan membuat daftar pencarian orang (DPO) terhadap Jozeph agar bisa di deportasi dari negara tempat dia berada.


 *Lemahnya Hukuman


Kasus penistaan terhadap agama Islam terus terulang, hal ini tampaknya tidak membuat para pelaku penista agama takut, walaupun para "senior" mereka telah merasakan hukuman atas penistaan agama yang mereka lakukan. Lantas apa yang salah dalam setiap kasus penistaan terhadap  agama ini sehingga selalu terulang kembali.


Ya, karena hukum di negeri ini tidak mampu membuat para penista agama merasakan takut atas hukuman yang ada di negeri ini, karena berdasarkan Kitab Undangan-undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 156 yang berbunyi “barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atas pengkhianatan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.


Begitu pun dengan pasal 156 (a) yang berbunyi “Indonesia melarang setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia atau dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apa pun akan dipidana dengan pidana selama-lamanya 5 tahun penjara”.


Bila kita melihat kedua pasal ini tampak jelas bahwa saat ini hukuman yang diberikan tidaklah  berat, wajar jika para penista agama selalu bermunculan setiap tahunnya. 


Hal ini pun didukung oleh penerapan  sistem demokrasi, di mana kebebasan berpendapat sangat diagungkan. Kebebasan mengemukakan pendapat atas dasar hak asasi manusia, wajar jika selalu bermunculan pendapat-pendapat yang menimbulkan kegaduhan bagi umat beragama.


Pun, Toleransi yang dikumandangkan dalam sistem demokrasi ternyata tidaklah seindah teorinya, karena faktanya sampai hari ini kasus penistaan terhadap agama Islam masih terus terjadi. Apakah ini yang dinamakan toleransi beragama?.


Oleh karena itu, menuntut keadilan bagi penista agama rasanya sulit ketika sistem demokrasi saat masih ditetapkan. Sudah tidak layak rasanya berharap pada sistem saat ini, di mana tidak ada hukum yang berat membuat pelaku penista agama jera atas perbuatan mereka.


 Pandangan Islam


Penistaan terhadap agama Islam baik dari ajarannya ataupun yang mengaku sebagai nabi, ternyata tidak hanya terjadi di masa sekarang. Di masa Rasulullah pun hal ini pernah terjadi dan telah diprediksi oleh Rasulullah Saw, beliau bersabda, “ _Tidak akan datang kiamat sehingga beberapa apabila dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sehingga mereka menyembah berhala dan sesungguhnya akan ada di kalangan umatku tiga puluh orang pembohong besar yang masing-masing mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sama sekali sesudah Ku”._ (HR. Abu Dawud).


Dimana era Rasulullah SAW ada seorang bernama Musailamah bin Tsumamah bin Habib Al-Kadzdzab  yang mengaku sebagai nabi. Setelah Rasulullah wafat, makin banyak orang yang mengaku sebagai nabi padahal Allah SWT telah berfirman “ _Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, Tetapi dia adalah Rasul dan penutup para nabi”_ (QS: Al-Ahzab ayat 40).


Pada masa Khilafah Abdul Malik, ada seorang yang mengaku sebagai nabi bernama  Al-Harits bin Said Al-Kadzdzab. Saat itu Abdul Malik mendatangkan sejumlah ulama agar menyadari kesalahannya dan segera bertobat, tetapi ternyata dia tidak mau dan tetap dalam kesesatannya. Maka Khalifah Abdul Malik menjatuhi hukuman mati padanya.

 

Rasulullah SAW bersabda, ‘ _Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum muncul tiga puluh orang dajjal pendusta yang semuanya mengaku nabi. Oleh karena itu, barang siapa yang mengaku nabi, maka bunuhlah ia. Dan barang siapa yang membunuh salah seorang dari mereka, maka ia akan masuk surga_ ” (HR. Ibnu Askir).


Bila kita melihat dari hadis ini jelas Rasulullah sangat tegas memberikan hukuman kepada orang yang mengaku nabi, mereka harus di musnahkan. Pun hukuman terhadap para penista akan bila merujuk di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “ _Jika mereka merusak sumpah (perjanjian damai) nya, sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.”_ (QS. At-Taubah : 12).


Sungguh tegas Islam memberikan hukuman bagi para penista agama terlebih orang yang mengaku sebagai nabi. Berbeda jauh dengan demokrasi yang tidak ada ketegasan dalam memberikan hukuman, maka wajar bila orang-orang yang tidak  beriman  marak melakukan penista terhadap agama Islam. Kemuliaan sistem Islam dengan memberikan hukuman yang berat  pada pelaku penistaan agama, akan membuat efek jera bagi yang lain, agar tidak melakukan hal yang serupa.


 _Wallahu a’lam_

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama