Sekulerisme, Biang Pelecehan Islam



Oleh : NS. Rahayu (Pengamat Sosial)


Aksi pelecehan dan penghinaan Al Quran kembali terjadi. Viva.co.id (30/8/20) melansir berita saat gerakan aksi anti-Islam yang terjadi dan ketegangan memuncak di Ibu kota Norwegia, Oslo. Salah seorang wanita dari pengunjuk rasa anti-Islam yang merupakan anggota SIAN merobek-robek halaman-halaman Alquran dan meludahinya.  


Aksi tersebut merupakan lanjutan aksi anti-Islam di Swedia. Peserta aksi yang bertujuan  melakukan pembakaran Al Qur’an namun berakhir dengan kerusuhan karena terjadi pro dan kontra atas tindakan tersebut.


Saat melihat aksi-aksi anti-Islam di beberapa negara yang terjadi saat ini  dan selalu berulang kembali, hal ini terjadi bukan secara tiba-tiba. Karena aksi itu dilakukan tersistematis. 


Penghinaan terhadap kitab umat Islam ini jelas memicu kemarahan umat Islam karena AlQuran adalah kitab sucinya kaum muslimin. Bukannya jera atas komplain umat Islam atas nama toleransi, yang dijunjung tinggi oleh HAM, namun justru upaya menyakiti hati umat semakin nyata dan masif.


Dan tindakan itu seakan mendapat dukungan dari para politisi otoritas masing-masing. Bahkan pasca kejadian Perdana Menteri Norwegia Ema Solberg menyatakan bahwa tindakan perobekan Alquran di Norwegia sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Ia tak mempermasalahkan tindakan itu dalam unjuk rasa anti-Islam yang terjadi Sabtu pekan lalu. (Republika.co.id, 2/9/20) 


Jelas hal ini menyakiti hati umat Islam di seluruh dunia. Bukannya mengecam atau memberikan sanksi atas tindakan tersebut. Justru memberikan pernyataan yang bisa menjadi sebuah dukungan atas tindak pelecehan terhadap Islam. Ironis, di sistem yang menjunjung tingga HAM dan melindungi kebebasan berekpresi manusia.


Tapi coba saja jika yang melakukan tindakan tersebut adalah seorang muslim, maka dunia akan segera memberikan respon yang luar biasa dan media memblow up terus menerus aksi tersebut. Seakan tidak ada pembelaan dari manapun. Karena stereotype yang dibangun Barat adalah sekulerisme.


Tindakan unjuk rasa anti-Islam disebabkan arus opini kuat yang dibangun sistem sekulerisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini telah merasuki pemahaman masyarakat Barat. Unjuk rasa anti-Islam membuktikan Islamophobia di Barat adalah penyakit sistematis. 


Meski negara Barat menganggap tindakan ini melawan hukum, namun munculnya aksi sejenis ini menggambarkan kegagalan sistemik untuk  menjamin keadilan dan kebebasan beragama. 


/Kebebasan beragama dalam Islam/


Berbeda dengan sistem Islam yang menempatkan syariat sebagai pengatur kehidupan. Landasan aqidah Islam mampu membangun pola sikap pengembannya yang searah dengan pola pikirnya. Semua dilakukan karena pemahaman bahwa aturan itu harus sesuai dengan perintah Penciptanya yaitu Allah SWT. 


Lantas bagaimana sistem Islam yang di emban negara Khilafah menjamin lahirnya masyarakat yang sehat? Yaitu tatanan masyarakat yang mampu menjaga kemurnian ajaran Islam namun tetap bisa menjaga harmoni antar individu umat beragama.


Begitupun ketika menghadapai perbedaan dalam keyakinan (beragama) baik secara individu, kelompok masyarakat sampai negara. Islam mempunyai cara pandang yang adil dalam menyikapi perbedaan beragama (toleransi) sehingga tidak memicu konflik di tengah masyarakat.


Islam memandang bahwa masyarakat itu terdiri dari individu (manusia), pemikiran, perasaan dan aturan. Dari sini dapat dipahami bahwa ini cara pandang yang global dan menyeluruh atas bentuk masyarakat yang majemuk (beragam). 


Sikap toleransi bermakna membiarkan situasi tetap tenang dan rukun, sehingga setiap orang dapat menjalankan ibadah atau ajaran agamanya masing-masing tanpa disertai konflik. Baik antar agama maupun internal agama. 


Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Yunus ayat 99 yang artinya, “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” 


Jelas sekali bahwa Islam menerima toleransi antar agama dan memahaminya sebagai bagian keimanan. Namun begitu untuk merangkul agar orang lain masuk agama Islam sama sekali tidak ada paksaan di dalamnya, pun termasuk tidak menghinakan dan melecehkan agama mereka.


Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.... (QS. al-Baqarah: 256)

Maka dari itu, tidak ada gunanya memaksakan penyeragaman (homogenisasi) karena keberagaman justru merupakan sunnatullah yang dibolehkan dalam Islam. Wallahu’alam.[]


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم