"Teladan" Pelayanan Ala PLN



Sri Indrianti
(Pemerhati Sosial dan Generasi)

Sekian tahun melayani masyarakat, PLN senantiasa "tegas" dalam bertindak. Di tengah pandemi yang mendera negeri ini, PLN menunjukkan bentuk "keteladanan" dengan memberikan pembebasan biaya listrik dan potongan 50 persen sampai Bulan September.

Manajer Unit Layanan Pelanggan PLN Rayon Tulungagung, Timbar Imam Priyadi mengatakan bahwa di Kabupaten Tulungagung  pelanggan 450 VA yang mendapatkan pembebasan biaya listrik ada 69.270 pelanggan, sementara sebagian pelanggan 900 VA yang mendapatkan potongan biaya listrik sebesar 50 persen ada 15.720 pelanggan. Sedangkan untuk 178.331 pelanggan listrik tidak mendapatkan pembebasan maupun potongan 50 persen biaya listrik. (mayangkaranews.com, 2/7/2020)

Pelayanan dari PLN yang melegakan ini ternyata tidak semua dinikmati oleh masyarakat. Perbandingan pelanggan yang mendapatkan pembebasan dan potongan 50 persen tidak sampai separuhnya dari pelanggan yang membayar tarif normal. Sehingga  tetap mengecewakan masyarakat karena dalam kondisi pandemi semua lapisan masyarakat terkena dampak utamanya dari aspek ekonomi.

Bahkan dalam kurun belum ada sebulan PLN telah mencabut aliran listrik sebanyak 47 pelanggan. Pemutusan suplai listrik dilakukan setelah 20 hari jatuh tempo pelanggan tidak kunjung melunasi pembayaran tagihan listrik. Tindakan ini  dilakukan agar para pelanggan tidak semakin terbebani dengan menumpuknya tagihan listriknya. Namun apabila pelanggan PLN dapat melunasi tagihan setelah diputus, maka otomatis listrik akan di suplai kembali. (mayangkaranews.com,  28/6/2020)

/Komersialisasi Listrik/

Tidak heran dengan langkah-langkah "tegas" yang dilakukan oleh PLN karena memang berada di Negara Korporasi. Yakni negara dijadikan sebagai kendaraan bisnis. Segala kebijakan yang dikeluarkan negara demi kepentingan bisnis. Kepentingan rakyat tidaklah menjadi prioritas utama.

Untuk memuluskan tujuan, maka dikeluarkan kebijakan liberalisasi pada tata kelola listrik yakni Undang-undang No 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Undang-undang ini  memberikan celah pihak swasta yang terlibat penyediaan listrik mengintervensi PLN. Inilah yang pada akhirnya membuat tarif listrik lambat laun naik karena pengelolaan  tidak sepenuhnya dilakukan PLN yang notabene merupakan perusahaan milik negara. Terjadilah komersialisasi pelayanan listrik kepada masyarakat.

/Tata Kelola Listrik dalam Islam/

Rasulullah SAW bersabda : 
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput (kebun/hutan), air, dan api (energi)." (HR. Ahmad).

Merunut Hadist tersebut, listrik termasuk api karena merupakan sumber energi. Termasuk juga di dalamnya berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.

Berarti listrik merupakan  kategori kepemilikan umum. Oleh sebab itu, semestinya listrik dikelola oleh negara dan hasilnya diperuntukkan masyarakat umum tanpa memandang status sosial. Tak peduli kaya atau miskin semua mendapatkan pelayanan listrik yang sama yakni biaya murah atau gratis.

pada masa Khilafah Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibu kota Andalusia, pada malam harinya diterangi dengan lampu-lampu sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus. Ada sebuah masjid dengan 4.700 buah lampu yang menerangi, yang setiap tahunnya menghabiskan 24.000 liter minyak. (al-waie.id, 1/12/2017)

Sedangkan terkait listrik, menurut pengakuan seorang sejarawan berkebangsaan Turki, listrik masuk ke Masjid Nabawi sekitar satu abad lalu berkat usaha keras para petinggi Khalifah Utsmaniah Turki. Tepatnya pada masa Khalifah Abdul Hamid II tahun 1880. Temuan ini telah dirilis oleh al-Qirthas News menukil pernyatan Haji Muhammad Uzbek yang dimuat dalam sebuah majalah berbahasa Turki. Wallahu 'alam bishowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم