Mendedah Revisi Kurikulum Agama ke Arah Moderatisme: Solusi atau Fobia?



Endah Sulistiowati
(Direktur Muslimah Voice )

Belum hilang dari ingatan tahun 2019 lalu, Kementerian Agama membuat kebijakan kontroversial yaitu merevisi 155 buku pelajaran agama yang tak sesuai konteks zaman dalam versi pemerintah, seperti khilafah dan jihad. Setelah heboh ditemukan soal tentang Khilafah dan Jihad di pelajaran Fiqih kelas XII di Kediri Jawa Timur.

Tahun ini, ada ratusan judul buku yang direvisi berasal dari lima mata pelajaran, yakni Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Alquran dan Hadis, serta Bahasa Arab dalam rangka mensukseskan program moderasi beragama.

Kemenag juga telah menerbitkan 12 buku mengenai Pendidikan Agama Islam yang memiliki sudut pandang lebih moderat. Di samping itu, komitmennya juga ditujukan dalam melakukan pencegahan penyebaran idelogi eksklusif di lingkungan pendidikan, yakni dengan mengulas sejumlah buku pelajaran.

Untuk itu Kemenag telah menerbitkan KMA No 183 tahun 2019 tentang Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah. Selain itu, diterbitkan juga KMA 184 tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah. Kedua KMA ini akan diberlakukan secara serentak pada semua tingkatan kelas pada tahun pelajaran 2020/2021.

III. PEMBAHASAN

/Meneropong Arah Kebijakan Kemenag Dalam Merevisi Pelajaran Agama di Madrasah/

Seluruh materi ujian di madrasah beberapa waktu lalu yang mengandung konten khilafah dan perang atau jihad telah diperintahkan untuk ditarik dan diganti. Hal ini disesuaikan dengan ketentuan regulasi penilaian yang diatur pada SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3751, Nomor 5162 dan Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA, MTs, dan MI. (Republika.co.id, Sabtu , 07 Dec 2019). Inilah awal permulaan bagi kemenag untuk menjalankan surat keputusan dari Dirjen Pendidikan Islam dengan berpatokan bahwa saat ini diperlukan adanya moderasi dalam beragama, terutama Islam.

Berikutnya konten radikal yang termuat di 155 buku pelajaran agama Islam telah dihapus oleh Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi. Namun, untuk materi Khilafah tetap ada di buku-buku tersebut. (Makasar, Terkini.id, 2 Juli 2020).

"Dalam buku agama Islam hasil revisi itu masih terdapat materi soal khilafah dan nasionalisme," ujar Menag lewat keterangan tertulisnya, Kamis, 2 Juli 2020 seperti dikutip dari CNN Indonesia. Kendati demikian, Menag memastikan buku-buku itu akan memberi penjelasan bahwa khilafah tak lagi relevan di Indonesia.

Jika kita telusuri alur direvisinya pelajaran agama di Madrasah. Maka kita akan menemukan penyebab utamanya, yaitu adanya konten Khilafah dan jihad dalam pelajaran tersebut. Sehingga perlu dilakukan revisi materi-materi tersebut sesuai dengan yang dikehendaki pemerintah.

Apalagi sebelumnya, materi Khilafah dan Jihad masuk dalam bab pelajaran Fiqh. Para ulama salaf mendefinisikan ilmu fiqih adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syar’i yang sifatnya amaliyah serta hukum tersebut diistinbat atau digali dari dalil-dalil yang terperinci. Sehingga jika Khilafah dan jihad dibahas dalam fiqh berarti Khilafah dan jihad adalah hal yang aplikatif.

Inilah yang tidak diinginkan rezim. Kata Khilafah masih menyisakan sensisivitas yang cukup tinggi di telingan rezim. Pun kata-kata ini tidak boleh didengar oleh generasi muda apalagi dengan konotasi positif. Sehingga perlu upaya sungguh-sungguh untuk "menyaring" setiap bahan ajar, agar para siswa terhindar dari virus radikal versi rezim.

Untuk itulah revisi besar-besaran dilakukan. Sepertinya Kemenag sudah melupakan sejarah bahwa nusantara ini dulunya adalah bagian dari Khilafah Turki Usmani. Dan dari sini, semakin bisa kita baca kearah mana sebenarnya kebijakan Kemenag ini akan menyasar. Apalagi sebagaimana kita tahu Kemenag menjadi salah satu pihak yang menerbitkan Surat Keputusan Bersama atau SKB tentang Penanganan Radikalisme ASN dalam rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada aparatur sipil negara atau ASN.

Untuk itulah setiap ajaran Islam yang berpotensi mengusik kenyamanan rezim maka dihapus. Kurikulum ini akan menghasilkan kurikulum anti Islam dan mengarahkan serta mendorong siswa mengganti Islam dengan sistem buatan manusia. Inilah bagaimana kapitalisme-sekularisme bermain yang memisahkan agama dari kehidupan, tidak akan pernah membiarkan Islam diterapkan secara sempurna.

Tentunya ini akan semakin menjauhkan siswa dari pemahaman tentang khilafah yang merupakan ajaran Islam dengan pemahaman yang benar. Jika moderasi ini tetap dipaksakan maka sama saja dengan mendistorsi agama Islam. Karena Khilafah dan jihad adalah bagian dari ajaran Islam.

Sehingga tidak berlebihan moderasi kurikulum di Madrasah ini disebut fobia akut terhadap Islam. Karena jelas-jelas nampak ketakutan terhadap kebangkitan Islam, apalagi jika kebangkitan itu muncul dari angkatan muda, yang otomatis punya jangkauan yang luas dan panjang dalam mendakwahkan Islam kaffah.

/Sikap Umat Dalam Menyikapi Moderasi Islam/

Sistem pendidikan Islam ini tegak di atas asas akidah Islam yang sahih lagi kokoh. Yakni berupa keyakinan bahwa manusia, kehidupan dan alam semesta adalah ciptaan Allah Ta’ala. Dan bahwa apa yang ada sebelum kehidupan dunia, serta apa yang ada setelahnya,  dengan apa yang dilakukan manusia di dunia. Yakni dalam bentuk hubungan penciptaan dan pertanggungjawaban (hisab).

Maka dalam konteks sistem pendidikan, akidah ini mengarahkan visi pendidikan Islam sebagai washilah untuk melahirkan profil generasi terbaik yang paham tujuan penciptaan. Yakni sebagai hamba Allah yang berkepribadian Islam dan sebagai khalifah yang punya skill dan kecerdasan untuk pembangun peradaban cemerlang.

Visi inilah yang kemudian diturunkan dalam kurikulum pendidikan Islam di setiap tingkatannya, berikut metoda pembelajarannya. Yang dalam penerapannya di-support penuh oleh negara dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang. Termasuk para pendidik yang punya kapasitas dan kapabilitas mumpuni. Hal inilah yang akan diperjuangkan dalam sistem Khilafah.

Namun saat ini pendidikan berbasis aqidah tidak akan kita jumpai kecuali sangat sedikit sekaki. Bahkan untuk mendakwahkan saja banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Sehingga perlu bagi individu-individu muslim untuk melakukan hal-hal berikut :

1) Mengokohkan pijakan aqidah untuk anak-anak sebelum mereka dilepas di luar, sehingga mereka bisa membentengi diri dari moderasi agama yang mengarah pada sekulerisasi.

2) Membangun keluarga sebagai institusi yang kuat, yang mampu menjadi pelindung bagi anak-anak atas kerasnya benturan phobia Islam di tengah masyarakat.

3) Menggencarkan dakwah Islam ditengah-tengah gencarnya moderasi dan sekulerisasi Islam di seluruh lini kehidupan.

Dengan melakukan 3 hal diatas, harapannya ditengah moderasi kurikulum anak-anak dengan bekal aqidah yang kuat bisa menyaring informasi-informasi menyimpang .Wallahu'alam .


*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama