SEKOLAH “NEW NORMAL”, WASPADA ANAK DALAM INTAIAN CORONA



Oleh: Eni Imami, S.Si
(Praktisi Pendidikan)

Rencana kembali masuk sekolah pada pertengahan Juli nanti, sebagai bagian dari skenario “New Nomal Life” banyak menuai kritik. Pasalnya, hingga saat ini wabah belum mereda. Grafik kasus Corona kian meningkat, pada Senin (2/6/2020) menjadi 27.549 kasus. Diantaranya termasuk korban anak-anak. Menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia cukup tinggi, bahkan tertinggi di ASEAN. Di Surabaya saja terdapat 127 kasus anak-anak terinfeksi Covid-19 dengan rentang usia 0-14 tahun. (m.kumparan.com/1/6/2020).

Komisioner KPAI, Retno Listyarti meminta pemerintah untuk menimbang dan mengkaji kembali terkait pembukaan sekolah. Hal ini untuk menghindari penyebaran virus atau terjadi cluster baru di sekolah. “KPAI mendorong Kemendikbud dan Kemenag RI belajar dari negara lain yang sudah mulai turun kasusnya, bahkan zero kasus, kemudian membuka sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan. Namun ternyata ditemukan kasus baru karena siswa dan guru tertular Covid-19. Sekolah malah menjadi cluster baru.” Kata Retno. (m.liputan6.com/23/5/2020).

Ketua umum IDAI, Aman Pulungan juga angkat bicara. Pendidikan memang merupakan hak anak. Namun ditengah pandemik covid-19 yang masih bergejolak sebaiknya proses belajar mengajar di sekolah ditunda kembali. Ia juga menegaskan, dengan memperhatikan jumlah kasus yang terus bertambah kemungkinan akan terjadi lonjakan. Apalagi upaya pencegahan infeksi pada anak-anak masih sulit dilakukan. (republika.co.id/1/6/2020)

Apa yang terjadi di luar negeri patut dijadikan pelajaran. Di Korsel pada rabu (27/5), lebih 800 sekolah kembali dibuka. Namun, hanya sehari kemudian terjadi 79 kasus baru covid-19. Prancis, Finlandia, dan Inggris yang dikenal memiliki sistem kesehatan baik dan membuka sekolah dengan persiapan yang matang dan protokol kesehatan ketat, ternyata juga ditemukan siswa terpapar Corona  dan menimbulkan cluster baru. Jangan sampai hal ini terjadi di Indonesia.

Memang, sebagian besar anak-anak sudah jenuh belajar di rumah. Mengeluhkan susahnya sinyal, tak mampu beli kuota, susah memahami pelajaran menjadi masalah dalam pembelajaran daring. Namun, memaksakan kembali belajar di sekolah dalam kondisi wabah belum reda juga menjadi ancaman keselamatan anak-anak dari intaian Corona.

Ada banyak kekhawatiran apakah anak-anak dapat belajar dengan tenang dengan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Dapatkah dipastikan mereka menjaga jarak 1.5 meter selama berinterkasi dengan teman-temannya di sekolah. Memastikan mereka mencuci tangan, tidak mengucek mata, menyentuh hidung dan mulut, serta kontak fisik dengan yang lainnya. Pun para gurunya, selama belajar di sekolah apakah bisa full memantau mereka sedangkan tugas administrasi keguruan juga banyak.

Jangan sampai anak-anak menjadi korban demi menjalankan skenario uji coba kebijakan “New Nomal Life”. Anak-anak adalah aset akhirat bagi orang tuanya dan aset masa depan negara. Maka negara wajib melindungi jiwanya dengan menjaga kesehatannya. Negara yang kuat terletak pada anak bangsanya yang sehat.

Islam memiliki seperangkat aturan dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Orang tua adalah madrasah utama bagi anak-anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang difasilitasi negara untuk mencerdaskan warganya. Jadi sudah seharusnya selain orang tua sekolah juga memiliki peran penting bagi perkembangan pola pikir anak. Pun melindungi jiwa mereka dari segala macam bahaya.

Negara dalam Islam merupakan institusi terbesar yang bertanggung jawab atas segala urusan rakyatnya. Dalam hadist Bukhari disampaikan Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. Saat ini prioritas urusan rakyat adalah penjagaan jiwa dari bahaya virus Corona ketimbang persoalan ekonomi.
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai, Turmudzi, dan dishahihkan al-Albani).

Dalam sejarah Islam, wabah pernah tejadi pada masa Rasulullah SAW. Berupa kusta menular yang mematikan dan belum diketahui obatnya. Rasulullah SAW memerintahkan untuk tidak dekat-dekat bahkan mengisolasi penderita agar tidak menyebar, bahkan dibuatkan tembok di sekitar daerah wabah tersebut. Pun di masa Khalifah Umar bin Khatthab, melakukan upaya maksimal untuk menghadapi wabah tha’un yang pernah terjadi dimasanya.

Saat ini, masih dibutuhkan upaya maksimal guna menghadapi wabah sebelum diputuskan sekolah dibuka kembali. Apa yang disampaikan oleh KPAI, IDAI, serta respon masyarakat patut dijadikan pertimbangan bagi penguasa dalam menentukan kebijakan. Semua demi kebaikan warga dan masa depan negara. Allahu ‘alam bis showab. []






*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama