New Normal, Membangun Kembali Bisnis Kapitalis Yang Telah Sekarat



Oleh: Anna Liesa

Wabah covid 19 tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat ini. Nampaknya harapan masyarakat di bulan mei ini wabah covid 19 akan pergi, pupus sudah. Berdasarkan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 jumlah angka positif covid 19 semakin naik, data terakhir per 2 juni 2020 jumlah kasus positif mencapai 27.549 dengan jumlah pasien sembuh sebanyak 7.935 dan pasien meninggal dunia sebanyak 1.663.

Jumlah kasus positif yang semakin meningkat seharusnya menjadikan pemerintah terus memperketat aturan PSBB agar grafik angka positif covid19 segera turun dan wabah segera berakhir. Namun nampaknya pemerintah tak melakukan hal itu, mereka justru semakin melonggarkan kebijakan yang ada bahkan mereka sendiri melanggar kebijakan yang telah dibuatnya sendiri.

Miris memang, melihat keadaan yang sudah segawat ini pemerintah justru memandang enteng wabah ini. Mereka malah fokus pada dampak dari wabah ini yang memukul sektor ekonomi. Belum lama ini Presiden Jokowi menyerukan agar masyarakat bisa berdamai dengan corona, presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah saat ini tengah bersiap untuk menghadapi kenormalan baru atau new normal di antaranya dengan mengerahkan aparat TNI dan Polri.

Pemerintah mengerahkan aparat TNI dan Polri di 1.800 titik pada empat provinsi dan 25 kabupaten/kota, seperti Sumatra Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Gorontalo, Surabaya, dan Malang. Meski khusus untuk Jawa Timur, dikutip dari detik.com, Gubernur Khofifah Indar Parawansa dalam kesempatan terpisah menyatakan bahwa Jawa Timur belum siap untuk “new normal life” (detik.com, 26/05/2020).

Kembali masyarakat dibuat bingung oleh kebijakan pemerintah saat ini yang akan menerapkan skenario New Normal di Tengah-tengah wabah yang belum usai. Apa sebenarnya new normal itu? New normal adalah berlakunya kembali kehidupan seperti biasanya. Pendidikan dan fasilitas umum di buka dan kehidupan kembali normal. Ya memang kita akan mengahadapi fase new normal setelah wabah mereda dan selesai, akan tetapi saat ini bukan waktu yang tepat karena wabah ini belum selesai. Bukan hanya belum usai tapi wabah ini masih menjangkit banyak orang dan kurva penularannya pun semakin tinggi. Sehingga New normal yang di gadang-gadang pemerintah sejatinya belumlah normal.

New Normal, Upaya Menghidupkan Kembali Bisnis Kapitalis Yang Telah Sekarat

Sebenarnya penerapan new normal merupakan upaya pemerintah yang berkeinginan menghidupkan kembali bisnis para kapitalis yang sekarat akibat covid19. Dan kebijakan ini sejalan dengan kondisi pemerintah yang sudah mulai kewalahan dan kehabisan dana dalam menangani covid19 ini. Setali tiga uang, kebijakan new normal life sejatinya akan menghidupkan bisnis para kapitalis yang sempat mati suri akibat wabah covid19.

Mengapa demikian? Sebab new normal life nantinya akan membuka kembali mall-mall besar, gedung-gedung perkantoran dan fasilitas publik lainnya. Sekolah pun demikian perlahan akan dibuka kembali sehingga siswa tidak perlu lagi sekolah lewat daring. Tidak di pungkiri bahwa wabah ini juga berimbas pada para kapitalis. Usaha – usaha para kapitalis mengalami sakaratul maut. Jika kebijakan PSBB terus di terapkan maka hancurlah mereka. Sehingga merekapun tidak mau merugi dan berambisi agar New normal segera terlaksana dan usaha mereka berjalan kembali. Tentu saja dengan alih-alih memperbaiki ekonomi yang sejatinya hanya menyelamatkan para kapitalis. Rakyatlah yang akan menjadi korban. Semakin Banyak rakyat yang akan terjangkit. Ini bisa terlihat dari fenomena saat ini. Saat masyarakat masih di batasi, kurva penularan semakin naik. Apalagi segala aktivitas di bebaskan. Apa yang akan terjadi pada negeri ini?

New Normal Butuh New Sistem

Selain berkarakter imperialisme, karakter peradaban kapitalisme yang tidak kalah buruk dan berbahaya adalah mengakui nilai materi semata. Sehingga, aspek ekonomi yang hanya membahas aspek materi dan manfaat dalam sistem ekonominya, menjadi fokus bahkan mengatasi urusan kesehatan dan nyawa manusia. Bahkan, kesehatan sendiri tidak lebih dari jasa yang harus dikomersialkan.

Hal ini terlihat pada konsep “new normal” atau “new normal life” ini. Demi hasrat meraih nilai materi, rezim berkuasa berlepas tangan dari mengatasi pandemi Covid-19 yang tengah berkecamuk. Kendati untuk itu kesehatan dan nyawa miliaran manusia taruhannya. Di saat yang bersamaan, ia fokus pada fungsinya sebagai pelayan korporasi dan pelaksana agenda hegemoni Barat, khususnya ekonomi.

Inilah karakter buruk peradaban kapitalisme yang juga menjadi karakter konsep “new normal”. Jadi, “new normal” tidak lain adalah peradaban kapitalisme dengan karakter buruknya yang membiarkan pandemi meluas (herd immunity), demi meraih nilai materi (terbebas dari tekanan resesi).

Artinya, negara semakin tidak peduli terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. Di saat yang bersamaan setiap orang harus berjuang lebih berat lagi mengurusi kehidupannya, berhadapan dengan kerakusan korporasi dan agenda hegemoni yang difasilitasi negara di tengah keganasan wabah.

Maka alangkah naif, jika umat Islam hari ini masih belum sadar juga dari tidur panjangnya. Berlama-lama mengharap sistem kapitalisme ini akan memberi kebaikan pada mereka. Padahal berbagai bukti bertebaran di depan mata, bahwa sistem ini jelas-jelas hanya menempatkan maslahat umat sebagai ladang untuk mencari keuntungan semata.

Bahkan sekularisme yang menjadi asasnya telah menjadikan negara dan rezim penguasanya kehilangan rasa welas. Hingga tega menempatkan rakyat hanya sebagai objek pemerasan dan seolah nyawa pun siap “diperdagangkan”.

Sudah saatnya umat kembali ke pangkuan sistem Islam. Meninggalkan sistem buruk kapitalisme dan membangun New Sistem bernama Khilafah yang negara dan penguasanya siap menjalankan amanah sebagai pengurus dan perisai umat dengan akidah dan syariat. Hingga kehidupan akan kembali dilingkupi keberkahan dan kemuliaan. Sebagaimana Allah SWT telah memberi mereka predikat bergengsi, sebagai sebaik-baik umat. Inilah sejatinya New Normal yakni hidup normal dengan menerapakan syariah sebagai aturannya. Wallahu'alam bishshawwab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم