Asri Herlina
Peliburan sekolah akibat corona sudah mengalami perpanjangan sebanyak 4 kali sejak diputuskan pada pertengah Maret lalu. Keputusan peliburan sekolah di berbagai daerah dilakukan bertahap. Yakni setiap 14 hari dilakukan evaluasi, apakah sekolah tetap libur atau kembali belajar seperti biasa. Dan setiap kali waktu perpanjangan berakhir, rutinitas para guru sambil menunggu keputusan adalah menjawab kerinduaan anak didik mereka akan sekolah tercinta. “Bu, kapan masuk sekolah lagi?”, “Bu, besok sekolah?”, “Bu, kesel hoyong sakola deui!” (Bu, bosen pengen sekolah lagi!) begitulah contoh kecil pesan yang mereka sampaikan pada saya.
Kerinduan mereka akan pembelajaran di kelas, guru dan sahabat-sahabat mereka di sekolah tidak bisa terbayar hanya dengan komunikasi digital. Sebab keriuahan sekolah menjadi warna tersendiri bagi anak ataupun gurunya. Bahkan libur yang lama ini membuat anak yang malas sekolah sekalipun begitu rindu untuk pergi sekolah. Alasanya apa? Sebab di rumah saja membuat mereka bosan, interaksi terbatas dengan orang-orang itu saja, juga tidak dapat uang saku hariaan tentunya. Alasan mereka merindukan sekolah beragam, mulai dari yang positif sampai negatif.
Tidak hanya bagi anak, gurupun mengalami kerinduan yang sama. Sekolah menjadi sepi setiap kali harus piket untuk melihat kondisi sekolah.
Meski kerinduan itu tinggi, tapi corona tetaplah harus di waspadai. Jangan sampai kemudiaan banyak anak dan juga guru menjadi korban sebab mementingkan kepentingan sepihak.
Kemendikbud memang berencana membuka sekolah di tahun ajaran baru nanti. Seperti yang diungkapkan Plt Direktur Jendraal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid “kita merencanakan membuka sekolah mulai awal tahun pelajaran baru, sekitar pertengah juli”. Muhammad Hamid pun menegaskan rencana ini dimungkinkan untuk sekolah di daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman dari wabah corona. (CNNIndonesia.com, 9/5)
Pernyataan Plt Direktur Jendraal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud tersebut mengundang pertanyaan. Sudahkah ada aturan yang jelas untuk mengantisifasi agar corona tidak menyebar di lingkungan sekolah?. Sudahkan pemerintah memiliki data akurat daerah mana saja yang aman?. Bukankah hari ini sudah hampir di seluruh provinsi corona ini menyebar?
Wakil Sekretaris Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengeluhkan kekhaawatiran yang sama. Ia menyampaikan"Kalau ingin membuka sekolah di tahun ajaran baru, oke itu kabar baik. Tapi [datanya] harus betul-betul [tepat], mana [daerah] yang hijau, kuning, merah.” (CNNIndonesia.com, (9/5)
Faktanya memang rezim ini sering plin-plan menentukan kebijakan. Dengan dalih menghemat anggaran kemudian membebaskan napi dan menyebabkan kriminalitas meningkat pasca pembebasan. Alasan ekonomi juga menjadi sebab beroperasinya kembali moda transfortasi publik. Yang akhirnya akan menyebabkan meningkatnya kerumunan masa. Bolehnya pulang kampung dan larangan mudik juga menjadi bukti anehnya kebijakan rezim hari ini. Belum lagi data daerah aman dan tidak aman yang belum jelas. Sebab terkendala alat tes corona yang mahal dan langka. Tidak satu arah kebijakan antara pusat dan daerah juga menjadi masalah tersendiri yang menyebabkan corona sulit berakhir di negeri ini. Segudang kebijakan membingungkan ini, bagaimana tidak membuat panik orang tua dan guru kala kemudian sekolah di buka?
Kebijakan rezim seakan menunjukan semakin jelasnya ciri rezim saat ini yang bersifat Ruwaibidhah. Apa itu Ruwaibidhah?. Mari kita lihat pada sebuah hadist yang disampaikan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda :“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465)
Bukan berarti mereka bodoh secara nyata, tapi mereka berilmu namun ilmunya tidak menjadi jalan bagi kebaikan. Mereka paham agama tapi pemahamnya digunakan demi sedikit materi dunia. Mereka berbicara urusan umat tapi hanya untuk kepentingan sebagian mereka saja. Kekuasaannya digunakan untuk membenarkan yang menguntungkan, bukan lagi meluruskan yang salah atau membenarkan yang benar.
Imam as-Syathibi pun menjelaskan arti Ruwaibidhah, “Mereka mengatakan, bahwa dia adalah orang bodoh yang lemah, yang membicarakan urusan umum. Dia bukan ahlinya untuk berbicara tentang urusan khalayak ramai, tetapi tetap saja dia menyatakannya.” (As-Syathibi, al-I’tisham, II/681)
Seperti buah simalaka memang ketika berbicara kebijakan yang dikeluarkan sistem kapitalis. Satu sisi terselamatkan sisi lain terabaikan. Sekolah dibuka kembali memang akan sangat baik bagi proses pendidikan. Apalagi Indonesia banyak sekali keterbatasan akan pembelajaran berbasis daring. Jaringan yang masih belum merata, biaya online yang begitu mahal, keterbatasan sarana prasarana orang tua bagi anak untuk belajar menjadi kendala besar yang dihadapi selama pembelajaran berbasis daring. Tetapi keselamatan nyata jauh lebih utama. Maka kebijakan terbaik tentu dengan pertimbangan ini.
Kegagalan sistem ini memang harus membuat kita membuka mata. Bahwa solusi terbaik justru dimiliki kita umat muslim. Sistem Islam yang paripurna. Islam mencetak pemimpin yang tegas dan berpihak nyata pada rakyat. Kebijakan yang dikeluarkan harus sesuai syariat yang memang memanusiakan manusia. Buktinya sudah ditunjukan Rasululloh SAW saat menangani wabah kusta dengan karantina dan isolasi terhadap penderita. Rasulullah ﷺ memerintahkan agar tidak dekat dengan penderita kusta sampai kepada tidak perlu melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda:"Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta"(HR al-Bukhari).
Umar bin Khaththab pun melakukan hal yang sama saat terjadi wabah di Syam. Bahkan tidak hanya karantina wilayah dan pengobatan pada penderita tapi pemenuhan kebutuhan masyarakat terdampak sebagi bukti tanggung jawab mereka mengurusi urusan umat. Sebab Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (pemimpin) itu pengurus urusan rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus”. (HR Bukhari dan Ahmad)
Pemimpin dalam Islam akan melindungi seluruh nyawa manusia. Kedudukan sebagai penguasa untuk menerapkan syari'at agar Rahmatan lil'alamin bisa terwujud. Kepemimpinannya memberikan rasa aman pada ummat. Umat pun akan lahir kepercayaan pada pemimpinnya.[]