Oleh : Ummu Amira Aulia
Sungguh miris, anggota DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc, mengatakan, kenaikan iuran BPJS telah melukai hati masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk Aceh. Apalagi kebijakan tersebut dilakukan di tengah-tengah pandemi corona seperti sekarang ini (acehtribunnews.com).
Pemerintah mengukur dari sisi untung rugi saja. BPJS disebut sebagai penyumbang defisit terbesar.
Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mengungkap data penyumbang defisit BPJS Kesehatan yang terbesar. Menurut dia, defisit terbesar berasal dari kelompok peserta bukan penerima upah atau PBPU/BU jumlahnya sekitar 35 juta orang (tempo.co).
Wajar, perekonomian masyarakat sedang tidak stabil. Jangankan untuk membayar iuran BPJS. Untuk makan sehari hari saja sudah sulit. Seharusnya negara punya empati disini, bukan malah menaikkan iuran BPJS.
Keputusan pemerintah, menaikkan iuran BPJS di masa wabah, tidak hanya melanggar keputusan MA, juga menegaskan ketidakpedulian terhadap kondisi rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam yang agung. Sejarah mencatat, sistem Islam ini terbukti mensejahterkan rakyatnya.
Di dalam sistem Khilafah justru lebih dahulu mengandalkan pengelolaan sumber daya alam yang tidak membebani masyarakat yang ternyata menghasilkan potensi pendapatan negara yang sangat besar dan mencukupi pembiayaan negara, sehingga menghutang ke luar negeri tampaknya tidak akan dilakukan oleh Khilafah karena banyaknya bahaya yang akan didapat dari utang luar negeri (ibnufarih.wordpress.com).
Sebuah lembaga yang urgen dalam tata laksana keuangan negara adalah baitul Maal.
Baitul Mal merupakan salah satu lembaga dalam Sistem Pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah) yang tugas utamanya adalah mengelola segala pemasukan dan pengeluaran negara. Baitul Mal merupakan lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribuslkan uang negara sesuai ketentuan syariat. Ringkasnya, Baitul Mal dapat disamakan dengan kas negara yang ada dewasa ini (ibnufatih.wordpress.com).
Distribusi kepemilikan yang tepat, menjadi kunci kedua, setelah baitul maal.
Islam menetapkan sejumlah harta kekayaan dan sumber daya alam sebagai milik umum, seperti tambang yang yang depositnya melimpah; sarana-sarana umum yang amat diperlukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari (air, padang rumput, api, dll), dan harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya (sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll). (Rokhmat S Labib).
Harta kepemilikan negara, juga dikuasai oleh negara. Harta ini digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Bayangkan, bila tambang emas, gas bumi, minyak bumi dan batu bara, dikuasai Indonesia, tentu rakyat Indonesia akan makmur dan sejahtera. Namun apadaya, seluruh harta kekayaan negara ini sudah dijual kepada asing.
Dengan pengelolaan SDA di tangan negara, maka dijamin, kesehatan masyarakat bisa dicover secara gratis. Tidak perlu ada badan penjamin kesehatan.
Kesimpulannya adalah, badan penjamin kesehatan dalam negara Islam, tidak pernah ada. Negara Islam, terbukti tidak pernah defisit dalam pengelolaan keuangannya. Aset negara Islam tidak pernah dijual ke luar. Sehingga, dengan kas negara yang optimal, kebutuhan pokok rakyat pun terpenuhi dengan baik. Termasuk biaya kesehatan, tidak dibebankan terhadap rakyat. Hanya sistem Islam, yang mampu mengatur kas keuangan negara sebaik ini. Masihkah kita ragu menerapkan syariat Islam? Wallohua'lam bisshowab.[]