Oleh : Watini Alfadiyah, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
Pandemi virus covid-19 (Corona) masih menghantui seluruh aspek kehidupan negeri ini. Tak terkecuali dunia pendidikan, hingga belajar jarak jauh/ daring jadi pilihan. Namun kini, muncul wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli 2020. Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Sabtu (9/5).
Namun Hamid menegaskan rencana ini dimungkinkan untuk sekolah di daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman dari wabah corona. "Untuk daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman oleh Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan," tambahnya. Hamid mengatakan nantinya kegiatan sekolah akan menggunakan protokol kesehatan di area institusi pendidikan yang sudah ditentukan pemerintah. Dan diwajibkan memakai masker.
PJJ sudah berlangsung setidaknya dua bulan lebih di sebagian besar daerah. Sebelumnya Kemendikbud menyatakan tengah meyiapkan tiga skenario belajar di tahun ajaran 2020/2021. Pertama kegiatan belajar dilakukan di sekolah, sebagian di sekolah dan sebagian PJJ, serta sepenuhnya PJJ sampai akhir tahun. (Sabtu,09/05/2020/CNNIndonesia.com)
Federasi Serikat Guru Indonesia khawatir siswa dan guru menjadi korban wabah covid-19 (Corona) jika rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuka sekolah pertengahan Juli diputuskan. Kekhawatiran tersebut datang dari wakil Sekretaris Jendral FSGI Satriawan. Ia meragukan koordinasi pemerintah pusat dan daerah yang terlihat tak sinkron dalam penanganan Corona. Kalau ingin membuka sekolah ditahun ajaran baru, oke itu kabar baik. Tapi datanya harus betul-betul tepat, mana daerah yang hijau, kuning, merah, tuturnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon. (Sabtu/09/05/2020/CNNIndonesia.com)
Adanya rasa kekhawatiran rencana sekolah dibuka kembali pada pertengahan juli ini menggambarkan pada publik sebagai upaya pemulihan kondisi sosial ekonomi semata, karena tidak diiringi dengan adanya kepastian bahwa wabah sudah terhenti. Belum pula dipastikan adanya penyebaran virus dan yang terinfeksi pasti sudah diisolasi. Namun, sayang faktanya untuk memastikan siapa saja yang terinfeksi (melalui tes masal dan Polimerase Chain Reaction/PCR) saja belum dilakukan. Tidak tercukupi atau minimnya dana kini menjadi alasan kurangnya alat yang memadai. Inilah fakta negara korporatokrasi yaitu perselingkuhan antara birokrasi dan korporasi. Jadi dibalik birokrasi/penguasa ada para korporasi/pengusaha yang mempengaruhi kebijakan negara. Sehingga tidaklah heran jika birokrasi/penguasa lebih dekat dengan korporasi/pengusaha daripada rakyatnya. Sehingga tatkala birokrasi membuat kebijakan untuk negeri akan memihak pada korporasi. Dan watak korporasi pasti memperhitungkan untung dan rugi. Itulah wajah politik dalam sistem demokrasi.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selalu serasa ambigu, karena belum terlihat ada solusi tuntas sudah muncul kebijakan baru. Kebijakan baru yang kontroversial dengan keadaan terus dikeluarkan. Mulai dari pembebasan napi akibatnya kriminalitas meningkat, banyak rakyat di PHK jutru TKA China didatangkan, ditengah pandemi ngotot ibu kota dipindahkan, saat daring butuh kuota dana BOS dan gaji guru yang dipotong, saat pandemi corona belum pasti berhenti sekolah sudah dibuka kembali. Inilah kebijakan yang muncul dari rezim ruwaibidhah yaitu rezim yang digambarkan sebagaimana sabda Rasulullah Saw : Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, Siapa Ruwaibidhah itu? Nabi menjawab, Orang bodoh yang mengurusi orang umum.(HR. Al-Hakim, Al-Mustadrak Ala As-Shahihain,V/465)
Itulah gambaran rezim demokrasi saat ini, yang memimpin hanya karena ambisi kekuasaan tanpa teori bahkan dikendalikan oleh para korporasi yang hanya berfikir untung dan rugi. Sehingga tatkala membuat kebijakan-kebijakan untuk rakyat selalu ambigu dan tidak tentu kemana harus mengacu.
Sungguh berbeda dengan sistem Islam, dimana setiap kebijakan publik seorang penguasa memimpin berangkat dari sabda Rasulullah Saw : Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya.(HR. Muslim dan Ahmad). Itulah gambaran pemimpin dalam sistem islam yang berangkat memimpin didasari dengan ketaqwaan. Sungguh memiliki kesadaran untuk mengurus rakyatnya dan merasa sebagai raaiin (pengatur dan pemelihara) dan junnah (pelindung). Dengan demikian, tatkala membuat kebijakan pasti akan berfikir untuk kemaslahatan semuanya. Terlebih dimasa pandemi tentu akan segera membuat kebijakan, yang mudah didapat, tidak berbelit, dan akan menyelesaikan masalah secara tuntas. Sehingga wabah terhenti penularannya dan pemulihan kondisi bisa dilakukan tatkala sudah terkendali. Wallahu alam bi-asshowab.[]