Oleh : Septa Yunis
(Analis Muslimah Voice)
Krisis ekonomi tengah melanda dunia. Perekonomian global semakin merosot akibat pandemi yang tak kunjung berhenti. Dana Moneter Internasional, IMF, merilis Outlook Ekonomi Dunia musim semi pada Selasa (14/04) di tengah menyusutnya sebagian besar aktivitas ekonomi dunia akibat wabah corona.
Dalam laporannya, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan global sebesar 3,3 persen untuk tahun ini, karena lockdown atau penguncian telah menyebabkan kegiatan ekonomi nyaris macet total. "Kami mengantisipasi kejatuhan ekonomi terburuk sejak Depresi Besar," ujar Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. (https://m.republika.co.id/amp/q8thnu9715000)
Di Indonesia sendiri, perekomian tak kalah terjun bebasnya dan hampir mendekati kolaps. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di bulan April sangat rendah yakni 0,08%, meskipun sudah memasuki bulan Ramadan. Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada April juga mengalami penurunan signifikan di angka 27,5 dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti tren penurunan konsumsi yang memburuk di kisaran 2,84 persen, padahal biasanya masih tumbuh di kisaran 5 persen. Kontribusi konsumsi pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencakup hampir 57 persen setara Rp9.000 triliun. Menurut Sri Mulyani, porsi Jakarta dan Pulau Jawa sendiri berkontribusi 55 persen dari PDB Indonesia. Jika 10 persen PDB konsumsi itu turun, maka dampaknya akan langsung terasa.
Kepala Center of Macroeconomics and Finance Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai dampak pada pertumbuhan ekonomi seharusnya tidak sebesar itu. Pasalnya, pengurangan aktivitas ekonomi baru terjadi pertengahan Maret 2020. PSBB sendiri saja baru dimulai paling cepat 10 April 2020 di DKI Jakarta.
Bukan saja akibat pandemi ekonomi Indonesia kolaps, namun penerapan ekonomi kapitalis juga sangat mempengaruhi krisis yang saat ini terjadi.
Kerapuhan sistem kapitalis menyebabkan mudahnya perekonomian goncang. Sebab, ekonomi kapitalisme berdiri di atas sektor non riil dan sistem ribawi. Sehingga rentan terjadi krisis ekonomi. Hal ini semakin diperparah karena resesi ekonomi yang terjadi akibat pandemi.
Selain itu keadaan ekonomi Indonesia yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal seperti keadaan ekonomi politik negara lain, nilai tukar , kebutuhan negara lain, dan lain sebagainya juga membuat perekonomian terjun bebas.
Begitulah tabiatnya kapitalisme. Hal ini berbeda jauh dengan Islam, prinsip dasar ekonomi Islam adalah keadilan dan menghindari maysir (spekulasi), gharar (ketidakjelasan), riba (bunga). Perekonomian yang didasari oleh prinsip-prinsip tersebut tentunya lebih aman dan bergerak beriringan antara sektor riil dan sektor moneter.
Dengan demikian, konsep ekonomi Islam mampu mengatasi resesi ekonomi dengan solusi tuntas bukan solusi yang membuat rakyat semakin terpuruk.[]