Drama BPJS, Semakin Membuat Resah



Oleh : Septa Yunis
(Analis Muslimah Voice)

Drama Bpjs kembali digulirkan. Setelah keputusan pemerintah pada tahun 2019 lalu untuk menaikkan iuran BPJS dibatalkan oleh MA (Mahkamah Agung). Kini drama kenaikannya diputar kembali. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS. Yang akan berlaku per Juli 2020.

Dikutip dari Kompas.com (14/5/2020), Dalam Pasal 34 Perpres yang ditandatangani pada 5 Mei 2020 itu disebutkan tarif BPJS Kesehatan 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta kelas I naik dari Rp 80.000 jadi Rp 150.000 per bulan. Iuran peserta kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 1 Juli 2020 (iuran BPJS 2020). Sementara iuran peserta kelas III segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) jadi Rp 42.000 per bulan.

Pemerintah berdalih, kenaikan iuran BPJS tersebut untuk menutup defisit BPJS. Direktur Utama BPJS Fahmi Idris mengatakan bahwa BPJS Kesehatan menanggung tunggakan klaim ke rumah sakit untuk tahun anggaran 2019 yang dibebankan pada tahun 2020 sebesar Rp 15,5 triliun.

Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap penguasa. Pemerintah dianggap plin plan dalam membuat kebijakan. Dengan menaikkan iuran BPJS juga bukanlah langkah yang tepat. Pasalnya, di tengah perekonomian yang semakin terpuruk, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja banyak rakyat yang kelimpungan. Ditambah iuran BPJS dinaikkan.

Dari awal munculnya, BPJS bak drama korea. Pesertanya diwajibkan membayar premi berdasarkan tingkat kelasnya, namun pelayanan tak sesuai harapan. Sudah bukan rahasia lagi, jika pasien BPJS selalu dinomor duakan. Dari antrean yang mengular hingga obat pun dipilihkan yang paling rendah dosisnya. Padahal semua itu tidak gratis.

Hal tersebut adalah bentuk ketidakadilan pemerintah dalam mengurus rakyatnya. Ditambah iuran BPJS dinaikkan menambah kekecewaan masyarakat, sekaligus membuktikan pemerintah telah dzolim terhadap rakyatnya sendiri. Tidak memikirkan nasib rakyat di tengah beban hidup semakin sulit.

Jika memang BPJS adalah jaminan kesehatan untuk rakyat, seharusnya tidak ada iuran yang wajib dibayarkan setiap bulannya. Karena kesehatan rakyat merupakan jaminan negara terhadap rakyatnya.
Namun faktanya, BPJS hanyalah Kedok. Pemalakan berkedok jaminan tersebut seharusnya dibubarkan sejak dulu, bahkan tidak perlu dibentuk.

Indonesia negara yang melimpah sumber daya alam. Seharusnya tidak kelimpungan untuk mengurus rakyatnya termasuk dalam bidang kesehatan. Karena kesehatan merupakan tanggung jawab negara. Namun melimpahnya SDA tak serta merta negeri ini menikmatinya. Pasalnya SDA tersebut sudah diswastaisasi dan menjadi milik asing dan aseng.

Sungguh sangat disayangkan negeri yang seharusnya kaya raya, harus terus memalak rakyatnya untuk menutup defisit negara. Akibat penerapan sistem yang salah negeri ini menjadi salah kaprah dan semakin semrawut. Kapitalisme menjadi akar masalah negeri ini. Jika sistem ini yang terus mentereng, bukan tidak mungkin rakyat semakin terpuruk, dan Indonesia Tinggal lah nama.

Berbeda dengan sistem yang datang dari Allah, Islam. Islam akan mengatur semua hidup manusia termasuk mengelola negara, sehingga SDA dapat dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, termasuk jaminan kesehatan, semua akan gratis. Tidak ada lagi swastaisasi kepemilikan umum oleh para kapitalis. Begitu indah dan sejahteranya ketika negeri ini diatur dengan sistem Islam.

Namun, para penguasa enggan untuk menerapkan Islam sebagai satu-satunya aturan untuk mengatur negeri ini. Sungguh miris ketika negeri mayoritas rakyatnya muslim memilih sistem kufur yang diterapkan. Tidakkah para penguasa takut akan azab Allah?[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم