Efektivitas Peran Milenial Menopang Pemerintahan



Endang Setyowati
(Kontributor Muslimah Voice)

Setelah pengangkatan para menteri dan jajarannya, kemudian bapak presiden mengumumkan nama staf khusus juga untuk mendampinginnya selama masa baktinya. Sehingga terlihat gemuk dalam kabinet saat ini.

Seperti dilansir oleh Tirto id (23/11/2019), Presiden Joko Widodo mengumumkan 12 staf khusus untuk mendampinginya selama pemerintah periode kedua 2019-2024. Tujuh di antara mereka merupakan generasi milenial: usianya 20 hingga 30-an tahun, yang memang sengaja ditunjuk Jokowi untuk bertugas "mengembangkan inovasi-inovasi di berbagai bidang."

Jokowi mengenalkan satu demi satu nama-nama mereka serta mengumumkan latar belakang pendidikan dan kiprahnya. Umumnya adalah entrepreneur, sociopreneur, dan edupreneur—aktivitas bisnis yang dipadu dengan pengembangan sosial, pendidikan, filantropi, dan ekonomi anak muda.

Pendeknya, mereka merepresentasikan generasi milenial.
Mereka adalah Angkie Yudistia, Aminuddin Maruf, Adamas Belva Syah Devara, Ayu Kartika Dewi, Putri Indahsari Tanjung, Andi Taufan Garuda Putra, dan Gracia Billy Mambrasar.

“Ketujuh anak muda ini akan jadi teman diskusi saya, harian, mingguan, bulanan,” ujar Jokowi setelah mengenalkan mereka. Jokowi menambahkan, “[Ketujuh milenial ini] memberikan gagasan-gagasan segar yang inovatif, sehingga kita bisa mencari cara-cara baru, cara-cara out-of-the-box, yang melompat, untuk mengejar kemajuan negara kita," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2019).

“Saya juga minta mereka untuk menjadi jembatan saya dengan anak-anak muda, para santri muda, para diaspora, yang tersebar di berbagai tempat,” kata Jokowi menambahkan.

Pengangkatan para milenial tersebut begitu sangat diharapkan dalam kiprahnya memperbaiki negeri ini. Dengan gaji yang sangat fantastik yaitu 51 juta. Dan cara kerja mereka tidak perlu hadir langsung di hadapan presiden, dan itupun tidak tiap hari.

Sebenarnya, masalah di negeri ini sudah sangat kompleks, Jika saja pemerintah memang peduli pada persoalan yang dihadapi para milenial, hal yang paling utama dilakukan adalah menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha yang kondusif.

Bukan sekadar mengangkat orang-orang muda untuk menjadi simbol milenial, ini adalah kebijakan yang tidak menyentuh pada inti persoalan, padahal banyak para milenial saat ini tengah mengalami masalah pengangguran.

Kegagalan untuk mengatasi masalah pengangguran ini, adalah salah satu bukti bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani para milenial. Yang mana dalam setiap tahunnya ratusan bahkan ribuan para milenial lulus kuliah yang berharap bisa langsung bekerja.

Namun kenyataannya tidak semua mendapatkan pekerjaan sesuai dengan titel mereka. Yang dengan susah payah mereka mendapatkannya, selain itu dengan biaya yang mahal pula.

Belum selesai masalah para milenial yang pengangguran, masih ada lagi dalam bidang ekonomi, yang mana banyak dilakukan pemutusan hubungan kerja(PHK) secara massal, dan saat ini juga adanya wacana penghapusan UMK(upah minimum kabupaten/kota).

Belum lagi dengan masuknya banyak barang impor di negeri ini.
Masalah-masalah yang terjadi saat ini, bukti jika pemerintah memang gagal dalam mengayomi rakyatnya. Rakyat dibiarkan hidup sendiri, dengan biaya yang terus merangkak naik.

Jika saja kita mau memakai sistem Islam, yang langsung dari yang maha pencipta, maka para milenial tidak takut akan menjadi pengangguran.
Dengan memakai sistem Islam, tak hanya menyejahterakan,  mendayagunakan kaum muda untuk menempati berbagai posisi strategis dalam pemerintahan, bukan cuma sebagai staf.

Sepanjang masa khilafah, banyak khalifah yang menjabat di usia muda, contohnya Mehmed V (Al-Fatih). Rasulullah saw juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid yang masih belasan tahun menjadi komandan pasukan jihad.

Itu salah satu bukti bahwa dulu dijaman kejayaan Islam, para milenial sangat produktif dan berperan aktif dalam lingkungan pemerintahan.
Jadi tidakkah kita rindu dengan sistem Islam itu lagi?

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama