Oleh: Nafisah Az-zahrah
Tak terhitung betapa banyak gelombang hijrah yang melanda saat ini, baik dari kalangan ABG, orang biasa bahkan para artis. Seiring dengan meluasnya cakupan dakwah yang disampaikan, islam kian menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat. Hal ini semakin meyakinkan umat kembali, bahwa islam adalah agama kebenaran yang membawa kemaslahatan. Gelombang hijrah tidak hanya membawa perubahan dari segi atribut islamnya saja, pemahaman mengenai islam kaffah juga semakin tergambar. Sehingga kerinduan umat untuk terikat dengan seluruh syariah islam menggema di berbagai penjuru. Pasalnya, islam tidak hanya mengatur masalah hablum minallah dan hablum minannafsi, namun juga mengatur hablum minannas.
Pengaturan islam dalam hubungan sesama manusia, mengambil peran yang lebih banyak. kompleksitas syariat islam itu mencakup seluruh lini kehidupan. Hanya saja sebagai seorang muslim kita tidak mampu untuk menjalankan ranah tersebut secara individu. Butuh peranan negara agar terealisasi nyata. Seperti halnya sistem peradilan, perekonomian, pendidikan, kesehatan, sosial dan politik tidak akan berlandaskan islam selain diatur oleh negara yang berlandaskan islam pula. Negara yang mampu menerapkan syariat islam tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah saw secara baku, yaitu sistem khilafah islamiyah.
Namun status khilafah saat ini tidak ada, ketiadaannya merupakan bencana besar umat islam. Hal ini ditandai dengan runtuhnya daulah islamiyah di Turki 1924 M silam. Dari sana munculah permasalahan yang menimpa umat muslim di berbagai wilayah hingga saat ini.
Akan tetapi, khilafah saat ini justru mengundang polemik antara disetujui dan ditolak dengan berbagai alasan. Penolakan terhadap konsep Khilafah menjurus pada berbagai macam anggapan. Seperti “tidak akan cocok jika diterapkan, khilafah hanyalah sejarah yang telah berlalu, dan yang lebih parah fitnah keji khilafah merupakan ancaman bagi negara.” Bahkan, dalam kabinet Indonesia maju yang baru terbentuk era kepemimpinan kedua Jokowi, menjadikan khilafah sebagai objek yang harus diperangi dalam yang di anggap pemecah belah bangsa. Dalam pernyataannya, Menag baru dari latar belakang TNI, Fakhrur Razi mengatakan “Banyak mudaratnya, Khilafah musuh semua negara.”
Tidak hanya di kalangan pejabat, di dunia akademik seperti kampus-kampus, isu pembahasan Khilafah sering dimonsterisasi dalam bentuk pemelencengan sejarah dan pemahamannya. ISIS seringkali dikaitkan dengan Khilafah yang sesungguhnya, padahal ISIS sendiri adalah buatan Amerika, yang mencoba memberikan bayangan kengerian sistem islam. Alhasil, islamophobia menjangkiti umat muslim sendiri, takut dan juga anti terhadap khilafah.
Untuk membendungnya, narasi radikalisme dilekat-eratkan kepada para pengemban dakwah syariah dan khilafah. Berbagai ancaman telah dibakukan dalam bentuk pelarangan penyebaran ide khilafah, kriminalisasi dan diskusi ngawur antar oknum pembenci khilafah.
Betapa besar kebencian pemilik kekuasaan saat ini terhadap khilafah, yang merupakan ajaran islam. Sungguh, sebuah kejahilan karena tidak mau menerima kebenaran dalil aqli maupun naqli yang menyangkut Khilafah.
Padalah, didalam Al-Qur’an, hadits dan ijtima’ sahabat, khilafah memiliki dalil yang kuat. Dalam Al-‘Alamah Abu Zakariya an-Nawawi, dari kalangan ulama mahdzab Syafi’i, mengatakan, “Para imama mahdzab telah bersepakat, bahwa kaum muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (ImamAn-Nawawi. Syarh Shahih Muslim, XII/205)
Imama Alaudin al-Kasani, imam besar dari madhab Hanafi pun mengatakan, “Sesungguhnya mengangkat imam (khalifah) adalah fardhu. Tidak ada perbedaan pendapat ini diantara ahlul haq, mengenai masalah ini. makala ada penafian pendapat ini dari sebagian kelompok Qadariyahtidak membawa makna apa-apa, kerena kewajiban ini adalah didasarkan kepada dalil yang lebih kuat, yaitu ijtima’ sahabat untuk membolehkan pelaksanaan hukum islam, yaitu ketaatan umat islam kepada pemimpin, lalu menghapuskan kedzaliman serta membuang perselisihan yang menjadi sumber kerusakan akibat tiadanya seorang imam.” (Imam al-Kasani, Bada’i ash-Shanai’ fi Tartib asy-Syarai’, XIV/406).
Imam Ahmad bin Hanbal dalam sebuah riwayat yag disampaikan oleh Muhammad bin ‘Auf bin Sufyan al-Hamashi, menyatakan, “Fitnah akan muncul jika tidak ada imam (khalifah) yang mengatur urusan manusia.” (Abu Ya’la al-Farra’i, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hlm:19).
“...Kemudian akan ada raja yang tirani (Jabbariyah),
maka iapun muncul sesuai dengan kehendak Allah, kemudian ia lenyap, jika Allah menghendaki-nya. Setelah itu akan muncul kembali Khilafah di atas Manhaj Nubuwah Rasulullah, setelah itu Rasulullah terdiam.” (HR. Ahmad dari Hdzaifah al-Yaman).
Maka penghadangan terhadap dakwah khilafah adalah bentuk penantangan terhadap syariat Allah. Berserikatnya musuh islam untuk mencegah tegaknya hukum Allah tidak akan mampu dilakukan. Makar yang mereka lakukan akan menjadi tiket pengundang adzab yang amat dahsyat. Cukuplah bagi setiap muslim untuk mengimani segala yang dibawa oleh Rasulullas saw, karena apa-apa yang keluar dari lisan dan perbuatannya semata-mata adalah wahyu dari Allah SWT. Wallahu’alam bishawab.[]