Sertifikat Pra Nikah, Mensolusi?


Oleh: Rina Yulistina
Kontributor Muslimah Voice

Indonesia terasa tak pernah sepi dengan isu kontroversial. Kali ini datang dari Kementrian Agama, calon pengantin wajib memiliki sertifikat sebelum menikah.

Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Masyarakat telah faham ketika pergantian menteri, maka berganti pula aturan mainnya. Namun rencana sertifikasi tak pernah terlintas sama sekali di benak masyarakat. Terutama para jomblo.

Rencana sertifikasi ini berawal dari Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi bergabung dengan Menteri Agama dalam barisan menteri berinisiatif tinggi di 100 hari pertama kerja. Muhadjir mengumumkan akan mencanangkan program sertifikasi perkawinan. Artinya, siapa pun pasangan yang mau menikah wajib punya sertifikat menikah yang didapat dari mengikuti kelas pranikah pemerintah. (Vice.com)

"Jadi sebetulnya setiap siapa pun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga. [Kelas ini] untuk memastikan bahwa dia memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu harus diberikan sertifikat,” ujar Muhadjir kepada Kompas.

Muhadjir berujar, kelas ini gratis. Sedangkan pembahasan materi berkisar dari kesehatan alat reproduksi, pencegahan penyakit, hingga tips merawat janin dan anak usia dini. Tahun depan kebijakan ini akan dimulai dengan durasi kelas tiga bulan. Dalam menjalankan program ini, Kemenko PMK akan menggandeng Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan untuk menjadi pemateri sesuai bidang masing-masing.

Usut punya usut program ini dilatar belakangi oleh kasus peceraian yang semakin tinggi, perselingkuhan, kasus stunting pada anak, dan kasus KDRT. Menjadi sebuah pertanyaan apakah dengan adanya sertifikasi semua latar belakang masalah tersebut akan terselesaikan? Apakah ada jaminan setelah lulus masa pendidikan selama tiga bulan dan mendapatkan sertifikat akan tercipta keluarga bahagia dunia akherat? Perlu diragukan karena jawabannya bisa iya, bisa juga tidak.

Begitu banyak lika liku dalam berumah tangga apakah semua bisa tercakup dalam tiga bulan sertifikat? Apakah kedua calon pengantin bksa ikut serta dalam sertifikat tersebut? Bisa jadi ketika progran ini berjalan, malah menimbulkan masalah baru. Misal, calon pengantin tak sempat mengikuti sertifikasi dan pada akhirnya mengambil jalan pintas yaitu melakukan praktik suap agar sertifikat bisa keluar.

Maka, perlu kita telisik kembali akar masalah apa yang menjangkiti keluarga Indonesia sehingga solusi yang diberikan pun sesuai dengan akar masalahnya. Memang membangun rumah tangga tak semudah membangun rumah, namun disitulah letak barokahnya. Mempersiapkan diri berupa mental dan pemahaman agama dalam berumah tangga sesuatu yang wajib dikantongi oleh para calon pengantin. Tanpa kedua hal tersebut rumah tangga akan berjalan tak sesuai syariat. Hidup di dunia materialistis membuat mata terkadang selalu mengadah ke atas dan pada akhirnya terjungkal karena kurangnya bersyukur. Kewajiban dan hak suami istri tak berjalan sesuai kodratnya karena tak faham akan syariat. Ketika mempunyai anak tak faham harus dididik dengan cara yang seperti apa, cara sekuler kah atau cara islam. Inilah akar masalahnya keluarga Indonesia yang rata rata merupakan keluarga muslim tak faham akan syariat.

Rumah tangga butuh pondasi yang kokoh karena darisanalah tumbuh anak anak penerus bangsa ini. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama sebagai pelindung, pendidik anak yang penuh cinta kasih. Sehingga harapan Indonesia maju dan berjaya bisa terwujud. Pondasi yang kokoh dan kuat hanya bisa kita sandarkan kepada sang pembuat aturan yaitu Allah SWT, yang menciptakan manusia dan seisinya. Jika aturan pernikahan kita sandarkan ke manusia pasti akan timbul pro dan kontra di dalamnya.

Di dalam islam, menyiapkan pernikahan yang diberkahi tidak dilakukan selama 3 bulan sebelum akad. Namun, menyiapkan anak Adam siap menikah dilakukan jauh jauh bulan bahkan tahun yaitu sejak anak dalam usia dini.

Hidup berumah tangga butuh ilmu islam yang kokoh sehingga mulai dari buaian hingga ke liang lahat, terus dan terus belajar. Dimana seorang perempuan dipersiapkan dan dididik menjadi ibu dan pengatur rumah tangga. Sedang lelaki dididik menjadi qowwam/pemimpin atas istri dan anaknya. Yang mana ditanamkan atas landasan aqidah dan keimanan. Sehingga umat Islam akan melakukan pernikahan atas landasan iman untuk mencapai ridha Allah.

Membangun rumah tangga yang kokoh dibutuhkan pula masyarakat yang kokoh dan negara yang kokoh pula. Tanpa masyarakat dan negara yang kokoh keluarga kokoh akan menjadi mustahil. Sehingga penerapan islam secara kaffah sangat dibutuhkan disini. Islam menjawab semua permasalahan yang ada di tengah2 keluarga, masyarakat dan negara mulai dari masalah ekonomi misalnya. Negara memberika peluang kerja yang sangat besar bagi kaum lelaki untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sedangkan masyarakat Islam akan mencegah terjadinya perselingkuhan.

Oleh karena itu kenapa kita harus ragu untuk menerapkan aturan islam sebagai jalan hidup?[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم