Poligami, Pelakor, dan Jerat Kapitalisme -Bagian 1-



Oleh: Fauziyah Ali

Luar biasa tulisan bertagar #layanganputus membahana badai. Opini ini viral dan tidak hanya berefek pada pelaku yang diceritakan sebagai tokoh yang diambil dari kisah nyata. Tapi secara nyata, berhasil menutup isu-isu penting negeri ini untuk sementara waktu. Memang masalah poligami ini selalu menjadi berbicangan yang HOTS. Jadi mari kita membicarakannya.

Tapi tentu walau masalah ini  HOTS, untuk didiskusikan tetap harus didudukkan pada tempat duduk-duduknya masing-masing. Suami, istri pertama, istri kedua, istri ketiga, istri keempat dan hubungan-hubungan akibat terjadinya perkawinan antara suami dan beberapa istri ini.

Tidak tepat kalau menikah lagi tapi ikatan yang diurus hanya dengan satu orang saja yaitu istri baru. Ada ikatan tambahan bahwa suami juga harus memperhatikan ikatan yang timbul akibat pernikahan yang baru ini. Seperti hubungan dengan orangtua istri, anak (jika ada), dan lain-lain.

Lalu, tidak semua rencana poligami harus dramatis, memisahkan suami dan keluarganya istri pertama. Dan yang menduduki singgasana ratu diganti istri kedua. Atau yang disebut pelakor tadi, perebut laki orang.

Menikah lagi juga tak harus selalu dengan wanita yang lebih muda, cantik, singset. Begitupun tidak harus biar nggak kelihatan soal syahwat, menikah dengan seorang yang lebih tua, janda yang umurnya menjelang nenek-nenek supaya istri yang pertama tidak marah dan tidak tersaingi soal kecantikan dan umurnya. Ini sih, sudah ditambah unsur-unsur subjektif. Menikah dengan yang lebih muda boleh, lebih tua boleh, sama nenek-nenek boleh, yang bukan nenek-nenek boleh, dan tentu dengan yang seumuran juga boleh.

Ingat, pokoknya nanti ada hak dan kewajiban yang terbentuk pasca menikah sama seperti pasangan menikah yang masih baru-baru itu. Hak dan kewajiban itu harus ditunaikan pasca menikah. Jadi bukan asal menikah saja. Apalagi menikahnya hanya karena supaya sah melakukan hubungan seks dengan pasangan baru. Menikah tidak sesederhana itu, Guys. Menikah itu ibadah paling lama dan paling kompleks jadi jangan 'ngasal' supaya nggak rugi dunia akhirat.

Ya, kalau hak dan kewajiban yang akan terbentuk pasca menikah lagi bisa dipenuhi dengan baik dan ma'ruf 'yo orapopo' menikah lagi. Dan ingat kewajiban pada keluarga sebelumnya juga masih 'nempel' alias melekat pada diri suami. Jangan ditinggalkan karena keenakan punya yang baru. Hihihihi. Keluarga dengan istri pertama tetap harus mendapat jaminan mawaddah wa rohmah atas pernikahan yang sudah dilakukan.

====

Poligami itu boleh lho dalam Islam. Fix lho ya. Kalau boleh ya berarti boleh. Tapi kan bikin sakit hati istri pertama, nanti rata-rata membawa kehancuran dalam rumah tangga. Trus kalau gak adil gimana? Kan daripada membuat mudzorot poligami dilarang aja.

Hihihihi...itu mah, aturan main istri pertama.  Kalau aturan Islam termasuk soal poligami dalam Islam ini datang dari Allah. Kata Allah boleh ya boleh.

Poligami boleh dilakukan dengan atau tanpa izin istri pertama. Mau dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan istri pertama seperti kasus #layanganputus juga boleh asal syarat dan rukun nikah dengan istri baru terpenuhi dan sah. Tapi "yo ojo ngono". Waktu menikah dengan istri yang dulu kan juga nggak asal to, serius to? Waktu itu terbersit pengen meraih surga sama-sama kan! Eh, karena terpincut wanita lain yang lebih muda dan seksi malah pernikahan jadi bubrah.

Kalau saya sih berpresepsi pernikahan poligami yang dilakukan diam-diam mencerminkan sebenarnya suami belum siap poligami. Apalagi kadang-kadang tidak sedikit juga istri baru yang harus ditutup-tutupi identitasnya. Wah ini mah jadi nggak ma'ruf pada istri baru. Kadang kalau didramatisir malah banyak kasus seperti di sinetron,  identitas anak dari istri baru jadi terombang-ambing. Wah, koq menikah lagi malah bikin masalah baru daah.

===

Seyogyanya walaupun poligami ini boleh misal tanpa izin dengan istri pertama tapi lakukan dengan ma'ruf. Tidak perlu ditutup-tutupi juga sehingga merugikan keluarga istri yang baru.

Poligami adalah hak seorang laki-laki (suami). Suami boleh mengambil haknya. Jika hak itu diambil perhatikan juga konsekuensi atau hak dan kewajiban baru yang muncul pasca menikah lagi. Keberadaan suami menjadi dimiliki tidak hanya satu istri tapi beberapa istri. Menganggap suami mendapat hak saja adalah salah. Tunaikan kewajiban-kewajiban pada masing-masing istri dengan baik (ma'ruf).

Pernikahan adalah kebaikan. Konyol jika membangun ikatan pernikahan yang baru malah jadi menceraiberaikan ikatan pernikahan sebelumnya. Bukankah Allah membenci perceraian. Tentu baik suami, istri pertama dan calon istri berikutnya harus sama-sama memahami ini. Istri pertama memahami kondisi sekarang menjadi kondisi berbagi, istri kedua memahami, dia harus menghargai bangunan pernikahan suami dengan istri pertama, jangan merebut. Dan yang paling penting suami paham. Tanggung jawab membawa keluarga ke Jannah semakin bertambah. Dan ini tidaklah mudah. Harus ada ilmunya rasanya. Poligami tanpa ilmu, 'ngawur'.

=====

Di mata istri pertama, poligami memang menyakitkan hati. Istri sakit hati karena cemburu. Tapi cemburu itu soal lain, suami menyakiti istri itu juga soal lain. Rasullah saw dan para sahabat juga melakukan poligami tapi lihatlah beliau-beliau bukan orang yang tipe menyakiti istri. Keluarga-keluarga  yang dibangun berjalan baik dan ma'ruf.

Ingat baik-baik dan 'ojo lali' status istri pertama,  kedua, ketiga, dan keempat semua sama baik hak dan kewajibannya. Nggak istri pertama saja yang perlu dihormati dan kalau istri muda akan dapat bagian harta paling besar. Itu 'ngawur' alias poligami kurang ilmu. Jadi kalau istri pertama walau pernah ke Turki tapi belum pernah ke Cappadocia, ya diajak kesanalah jangan disuruh 'ngurus' anak banyak aja. Itu kan sama istri muda bulan madunya ke Cappadocia to?

Salam, saudaramu

Fauziyah Ali

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم