Ika Mawarningtyas
Analis Muslim Voice
BPJS masih saja menjadi buah bibir yang tak kunjung usai. Pasalnya, tarif BPJS akan dinaikkan awal tahun 2020. Alasan, bahwa BPJS telah mengalami defisit anggaran telah menjadi dalil dinaikkan tari tersebut. Berbicara tentang BPJS sebenarnya kehadirannya lebih menguntungkan siapa?
Pertama, sebagaimana yang dilansir oleh cnbcindonesia[dot]com 7/10/2019 mengabarkan bahwa negara mengalami defisit anggaran hingga 32 T tahun ini. Hal ini yang menjadikan pemerintah akan menaikkan iuran BPJS.
Kedua, rumah sakit banyak yang mengalami kerugian. Jumlah tagihan klaim BPJS Kesehatan yang harus dibayarkan kepada seluruh rumah sakit mitranya telah mencapai lebih dari Rp 11 triliun. Angka itu merupakan catatan BPJS Kesehatan pada awal bulan lalu.
Anggota Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Hermawan Saputra mengungkapkan, terkadang pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan ke rumah sakit nunggak hampir 6 bulan.
“Kita ini tertunda bahkan 3 sampai 6 bulan. Ada yang kasusnya sampai 6 bulan,” ucapnya saat ditemui di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Sabtu (2/11/2019, kumparan[dot]com).
Dia menjelaskan, dampak dari tunggakan BPJS Kesehatan itu yakni mengganggu pembayaran gaji dokter dan tenaga kesehatan lain, hingga pembelian alat habis pakai dan alat medis lain sehingga mengganggu operasional.
“Belum lagi kami yang menghadapi masyarakat, fasilitas kami yang dikeluhkan masyarakat, kami juga yang dikorbankan secara tarif ini,” kata Hermawan.
Ketiga, banyak masyarakat mengeluhkan pelayanan BPJS yang kurang maksimal. Masyarakat menolak pula kenaikan iuran BPJS tersebut, karena akan semakin membebaninya. Seperti yang dikabarkan laman kumparan[dot]com sebagai berikut.
Peserta BPJS kelas mandiri II, Dedi Suhana mengatakan bahwa dirinya merasa keberatan dengan adanya kenaikan iuran BPJS.
"Saya tidak setuju karena menaikkan iuran dua kali lipat ini memberatkan saya yang harus membayar untuk tiga orang," ujarnya ketika ditemui di Tangerang Selatan, Jumat (30/8).
Jika negara merugi, pihak rumah sakit merugi, dan masyarakat juga dirugikan lalu untuk apa BPJS ini tetap dipertahankan? Lalu sebenarnya siapa yang diuntungkan oleh BPJS?
Mengutip pernyataan Arim Nasim dalam artikel bertajuk “Tolak SJSN: Komersialisasi Layanan Kesehatan” bahwa, konsep SJSN yang ditetapkan di Indonesia ini merupakan bagian dari Konsesus Whasington dalam bentuk program SAP (Structural Adjustment Program) yang diimplemetasikan dalam bentuk LoI antara IMF dan Pemerintahan Indonesia untuk mengatasi krisis. Sebelum membantu negara-negara yang terkena krisis, sesuai dengan isi dari Konsensus Washington, IMF menyarankan negara-negara tersebut mengimplementasikan 10 elemen sebagai berikut: (1) disiplin fiskal; (2) prioritas pengeluaran publik; (3) reformasi pemungutan pajak; (4) liberalisasi finansial; (5) kebijakan luar negeri yang mendorong persaingan; (6) liberalisasi perdagangan; (7) mendorong kompetisi antara perusahaan asing dan domestik untuk menciptakan efisiensi; (8) mendorong privatisasi; (9) mendorong iklim deregulasi; (10) pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual. Jika dipersingkat dari 10 elemen di atas adalah, liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi.
Program SAP inilah yang diterapkan IMF kepada negara-negara pasiennya di seluruh dunia termasuk Indonesia . Delapan kali penandatangan Letter of Intent (LoI) oleh Indonesia dan IMF selama periode 1997-2002 merupakan implementasi SAP ini. Hasilnya adalah undang-undang justru semakin membuat rakyat menderita dan semakin kokohnya penjajahan sosial dan ekonomi di Indonesia melalui liberalisasi dan swastanisi pengelolaan sumberdaya alam serta komersialisasi layanan publik.
Di Bidang Ekonomi lahirlah UU PMA , UU Migas, UU Minerba, UU SDA yang semuanya merugikan rakyat dan mengokohkan penjarahan kekayaaan milik rakyat oleh para kapitalis baik lokal maupun asing. Di bidang pendidikan muncul UU Sisdiknas dan UU BHP yang melahirkan swastanisasi dan komersialisasi layanan pendidikan. Dalam bidang kesehatan ini lahirlah UU SJSN dan BPJS sebagai pelengkap komersialisasi dan swastanisai layanan publik di bidang kesehatan. Dari paparan di atas semakin jelas bahwa BPJS mengindikasikan karena pesanan asing. Dimana asing meminta untuk melakukan kapitalisasi layanan kesehatan.
/GAGALNYA BPJS MENYELENGGARAKAN KESEHATAN UNTUK SEMUA/
Melihat fakta di atas cukup pilu dan mengoyak hati. BPJS yang digembar-gemborkan untuk saling menolong dalam masalah pembiayaan kesehatan. Justru, malah menambah masalah dan menzalimi banyak pihak. Sebenarnya kenapa BPJS gagal dalam mengentaskan permasalahan kesehatan di negeri ini, berikut penjelasan singkatnya.
Pertama, aroma kapitalisasi dan liberalisasi kesehatan tercium kuat. Pengalihan tanggung jawab negara dalam menjamin kesehatan kepada individu atau rakyat melalui BPJS adalah bukti bahwa negara telah melakukan liberalisasi di bidang pengelolaan kesehatan. Kesehatan, pendidikan, keamanan adalah kebutuhan pokok yang harus dijamin oleh negara untuk hajat hidup orang banyak. Melalui BPJS negara mengajak rakyat untuk membiayai fasilitas kesehatannya sendiri. Fasilitas tersebut yang didapatkan dipengaruhi oleh besaran tarif yang dibayar oleh rakyat.
Kedua , konsep asuransi dalam BPJS bathil dan bertentangan dengan syariat Islam. Tahun 2015 silam MUI sempat mengharamkan BPJS, hingga banyak sekali yang nyinyir dan menyerang MUI. Padahal, MUI hanyalah menyampaikan kebenaran Islam.
Sampai-sampai MUI sempat merevisi pernyataannya. Bahwa, BPJS tidak haram, hanya saja BPJS tidak sesuai syariah.
"Bukan fatwa haram, teksnya bukan haram. Ini ijtima komisi fatwa MUI keputusannya bukan BPJS haram, tapi BPJS yang sekarang berjalan tidak sesuai syariah," jelas Anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Prof Jaih Mubarok, Kamis (30/7/2015).
Jaih mengungkapkan alasannya, BPJS masih mengandung unsur riba dan juga ghoror atau tidak jelas akadnya.(detikcom 30/7/2015)
Jelas sekali padahal, akad BPJS yang mengandung riba mampu menjatuhkan penyelenggara dan pelakunya memakan hasil riba. Dimana riba ini sangat pedih balasannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Qur’an Surah Al Baqarah: 275-276, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka. mereka kekal didalamnya. Allah memusnakan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (Al Baqarah: 275-276)
Oleh karena itu, wajar jika umat Islam meninggalkan akad-akad seperti asuransi baik dari negeri maupun swasta yang mengandung riba. Sekalipun tawarannya begitu menggoda, sejatinya itulah riba. Tidak ada keberkahan pada pelaku riba dan ini membuat adzab turun jika riba dan zina telah dihalalkan dalam suatu negeri.
Ketiga , BPJS terbukti menzalimi banyak pihak. Negara tekor, klaim rumah sakit banyak yang belum terpenuhi, rakyat merasa keberatan dengan iuran yang semakin naik. Lalu untuk apa BPJS dipertahankan? Untuk siapa BPJS ini dipertahankan? Kalau bukan untuk menuruti syahwat kapitalis asing?.
Keempat, kesenjangan pelayanan BPJS. Pelayanan BPJS yang berkelas-kelas berdasarkan besarnya biaya yang sanggup dibayarkan rakyat adalah bukti kezaliman yang nyata.
Namanya orang sakit, semua butuh pelayanan maksimal dan optimal. Karena ini menyangkut hidup matinya seseorang. Tapi, urusan nyawa tidak lebih penting daripada urusan duit atau iuran yang dibayarkan peserta BPJS. Walhasil, banyak rakyat yang tidak sabar akhirnya mengambil biaya normal yang cukup mahal tanpa menggunakan fasilitas BPJS karena kecewa dengan pelayanan BPJS.
Kelima , jaminan kesehatan BPJS yang tidak bersifat parsial. Kesehatan yang harus dijamin negara tak hanya dalam hal pengobatan tapi juga wajib dalam hal pencegahan.
Negara wajib melakukan penyaringan makanan dan minuman atau penjagaan lingkungan agar terbebas dari penyakit.
Tapi sistem kapitalisme sekuler ini semakin memperparah kondisi kesehatan rakyat. Sistem yang sakit melahirkan orang-orang yang mudah sakit pula. Bahkan penyakitnya semakin bertambah dan berkembang semakin banyak.
Oleh karenanya mengapa masalah kesehatan ini butuh solusi yang sistemik pula. Dimana rakyat harus segera hijrah ke sistem yang membawa keberkahan dunia akhirat yaitu syariah Islam secara totalitas.
Keenam , BPJS zalim karena dijadikan alat palak sistematis. Naiknya iuran BPJS dan sanksi yang diberikan kepada penunggak membuat wajah BPJS laksana vampir yang kehausan darah manusia.
Jelas ini adalah zalim, dimana negara harusnya memberikan jaminan gratis kesehatan, malah menjadikan dalil BPJS untuk memalak rakyatnya.
Ketujuh , kekeliruan pemerintah mencari sumber dana dalam menyelenggarakan kesehatan. Sekali lagi untuk menyelenggarakan kesehatan yang bermutu memang butuh biaya yang tinggi.
Seharusnya penguasa memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini. Menjadikan hal tersebut sebagai sumber dana segar untuk selenggarakan kesehatan yang bermutu dan gratis. Bukan malah kapitalisasi kesehatan. Sehingga SDA tersebut dikuasai dan dinikmati kapitalis asing. Ini kezoliman yang nyata pula.
Sudah saatnya umat keluar dari cengkraman penjajahan kapitalisme yanh tersistem, memiskinkan dan menyakitkan secara TSM. Solusi apalagi yang kita harapkan kalau bukan solusi Islam, dimana hanya penerapan syariat Islam kaffah mampu menyelamatkan negeri ini dari kerakusan kapitalis asing dan segala bentuk penjajahannya.
/KEUNGGULAN SISTEM ISLAM KAFFAH DALAM MENYELENGGARAKAN KESEHATAN/
Dalam Islam, kesehatan adalah kewajiban dan tanggung jawab negara yang harus dijamin bagi rakyatnya. Haram hukumnya negara menyelenggarakan jaminan kesehatan yang justru menzalimi banyak pihak.
Tentu saja semua itu tidak akan terjadi jika negara tidak memiliki sistem ekonomi yang kuat dan berdikari. Oleh karenanya kenapa permasalahan kesehatan tersebut butuh sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh. Karena tak mungkin kuat jika kita hanya mengambil syariat Islam hanya sepotong-potong dan meninggalkan yang lainnya.
Tentunya hanya dengan Khilafah mampu menyelenggarakan jaminan kesehatan secara gratis. Bagaimana dan apa sumber dananya? Sumber pendapatan negara yang mampu membuat sistem Islam mampu menyelenggarakan kesehatan secara gratis yaitu Baitul Mal, berikut rinciannya;
Pertama, bagian Fai dan Kharaj (ada 6 pos) yaitu ghanimah, kharaj, status tanah, jizyah, fai, dan dlaribah.
Kedua, bagian Pemilikan Umum(ada 6 pos) yaitu
-minyak dan gas
-listrik
-pertambangan
-laut, sungai, perairan dan mata air
-hutan dan padang(rumput) gembalaan
-aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus
Ketiga, shadaqah: bagian tempat penyimpanan harta-harta zakat yang wajib beserta catatan-catatannya.
Pendapatan negara ini akan dijadikan satu atau dikumpulkan di Baitul Mal. Dipergunakan untuk kesejahteraan umat, mengurusi urusan umat, dakwah daulah.
Sungguh jika Khilafah kembali, keberkahan dan kesejahteraan akan benar-benar bisa diwujudkan jika Islam bisa diterapkan dalam segala aspek kehidupan.
Ada rekaman menarik tentang bagaimana Sistem Islam (khilafah) pada masa itu memeberikan layanan yang unggul kepada rakyatnya tanpa diskriminasi meskipun cuma-cuma. Dalam bukunya yang fenomenal Will Durrant berjudul Story of Civilization IV: The Age of Faith halaman 330, menyebutkan:
"Islam juga telah memelopori dunia terhadap peralatan & kompetensi bagi rumah-rumah sakit. Salah satunya yang didirikan oleh Nuruddin Zanki pada 1160 di Damaskus, dimana diberikan perawatan & pengobatan gratis disana selama tiga abad, tepatnya selama 267 tahun terus menerus. Ibnu Jubair yang tiba di Baghdad pada 1184 sangat mengagumi Bimaristan Adadi yang sangat besar, sebuah ruma sakit layaknya istana megah sepanjang tepian sungai Tigris, disini makanan dan obat-obatan diberikan cuma-cuma kepada pasien.
Di kairo pada 1285 Sultan Qalaun memulai mendirikan Maristan al Mansur, sebuah rumah sakit besar abad pertengahan. Di dalamnya terdapat sebuah bangunan persegi empat yang luas, empat bangunan menjulang di sekitar halaman yang dihiasi dengan koridor beratap, ditambah kesejukannya dengan air mancur dan sungai. Ada bangsal terpisah untuk beragam penyakit dan untuk pemulihan; laboratorium, apotik, klinik rawat jalan, dapur diet, pemandian, perpustakaan, tempat ibadah, ruang kuliah, dan khususnya akomodasi yang menyenangkan bagi penderita sakit jiwa. Pengobatan diberikan gratis kepada pria dan wanita, kaya dan miskin, budak dan merdeka; dan setiap pasien yang telah sembuh diberikan sejumlah uang untuk bekal selama dia sakit (tunjangan selama tidak dapat bekerja karena sakit -ed), sehingga dia tidak perlu segera kembali bekerja. Mereka yang tidak bisa tidur disediakan musik yang lembut (terapi psikologis –ed), pencerita profesional, dan mungkin buku-buku sejarah. Rumah sakit jiwa ada di semua kota besar negeri- negeri Islam."
Demikian gambaran yang luar bisa terkait dengan betapa negara benar-benar memberikan layanan terhadap kesejahteraan rakyatnya. Bukannya malah memalak dengan dalih sok agamis; "ta'awun, saling menolong" tapi justru lari dari tanggung jawabnya yang sebenarnya. Tunggu apalagi, saatnya kembali pada Syariah. Allahuakbar...![]