Desi Wulan Sari
Member Revowriter
Pemimpin baru, kebijakan baru. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mewacanakan mengubah kurikulum yang sudah diterapkan saat ini: Kurikulum 2013. (RadarBanjarmasin, 19/11/2019).
Belum juga tuntas pelaksaan, evaluasi, efektivitas dan efisiensi secara komprehensif dalam Kurikulum 2013. Pimpinan tertinggi penerintahan menginginkan menteri pendidikan yang dipilihnya merombak kurikulum yang ada sekarang.
Kekhawatitan para praktisi pendidikan dan para orang tua siswa didik menjadi alasan kuat saat mempertanyakan rancangan-rancangan pak menteri dalam perombakan kurikulum tahun ini. Jika kita melihat sepak terjang mendikbud sekarang, tak ada satupun track record beliau yang berhubungan langsung dengan dunia pendidikan. Sebagai pengusaha muda sukses merupakan bidang keahlian beliau dalam mengembangkan usaha di Indonesia. Akankah perombakan kurikulum pendidikan secara tergesa-gesa membuat metode pendidikan menjadi lebih efisien dan terarah, atau malah menjadi persoalan baru yang makin rumit proses pelaksanasnnya. Karena kurikulum 2013 belum cukup lama diterapka malah ingin dirubah lagi. Pastinya akan banyak penyesuaian lagi oleh sekolah, guru maupun para siswanya.
Sehingga masuknya pendapat para pengamat pendidikan, seperti yang disampaikan Pengamat pendidikan ULM, Prof Ahmad Suriansyah. Menurutnya, landasan pengembangan kurikulum harus didasarkan pada landasan psikologis, sosiologis, budaya, dan IPTEKs. Anak SD, SMP dan SMA/SMK memiliki jenjang usia yang tentunya secara psikologis berbeda antar tingkatan, oleh sebab itu kurikulum pun disusun berdasarkan sekuensis tingkat kematangan usia.
Salah satu dosen FKIP ULM, Reja Fahlevi mengatakan pergantian kurikulum dinilai terburu-buru tanpa melihat dan menimbang aspek kematangan proses pendidikan. Daripada dilakukan perubahan kembali, lebih baik pemerintah melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap K-13 tanpa mengubah esensinya.(m.kalsel.prokal.co, 19/11/2019).
Jika benar-benar dipaksakan pergantian kurikulum ini, akankah rakyat yang menjadi korban akibat gonta-gantinya para pemimpin. Seakan rakyat hanya menjadi percobaan yang tidak jelas hasil dan kemaslahatan didalamnnya. Padahal bukan pergantian kurikulum yang nenjadikan sukses sebuah pendidikan melainkan pada tataran pelaksanaannya. Karena hakikatnya pendidikan itu harus menyentuh ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Tidak hanya untuk menyentuh ranah pengetahuan saja.
Padahal Islam pernah mencontohkan bagaimana pendidikan di masa itu telah menghasilkan generasi cemerlang. Generasi yang berhasil menemukan berbagai penemuan-penemuan penting dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Semua itu bisa terjadi karena khalifah sang pemimpin negara benar-benar fokus pada keberhasilan pendidikan umat. Sehingga para pendidik seperti guru, ulama dan pengajar ilmu pengetahuan ataupun ilmu agama, di berikan jaminan kehidupan bagi diri dan keluarganya sebagai penghargaan atas pengabdian dirinya dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa, yaitu generasi Rabbani. Islam adalah solusi. Wallahu a'lam bishawab.[]