Kemuliaan dan Kewibawaan Al-Liwa' dan Ar-Rayah


Oleh: Tawati
(Aktivis Dakwah Muslimah Majalengka)

Di dalam Islam, sesungguhnya bendera menduduki posisi yang sangat tinggi. Dulu bendera ini selalu diusung oleh tangan yang suci dan mulia, tangan Baginda Rasulullah saw., di atas sebilah tombak dalam setiap peperangan dan ekspedisi militer. Panji dan bendera juga memiliki kedudukan yang sangat mulia karena di dalamnya bertuliskan kalimat tauhid yang mulia, “La Ilaha illalLah Muhammad RasululLah.

Meskipun bendera ini hanya selembar kain yang akan berkibar bila tertiup angin, di hati musuh-musuh Islam, ia laksana sambaran tombak dan panah yang melesat secepat kilat. Sebaliknya, kecintaan pembawa bendera terhadap benderanya melebihi cintanya seorang yang dimabuk asmara.

Begitu mulianya kedudukan bendera ini, Nabi saw. pernah menyerahkannya kepada beberapa sahabat yang sangat pemberani, seperti Ja’far ath-Thiyar, Ali bin Abi Thalib dan Mush’ab bin Umair. Para sahabat ini senantiasa menjaga bendera dan panji ini dengan penjagaan yang sangat sempurna. Mereka menjaganya dengan sepenuh jiwa.

Para sahabat yang pemberani, rela terbunuh untuk memelihara dan mempertahankan eksistensi bendera itu hingga ajal mereka. Semua itu dilakukan karena penghormatan dan pengagungan mereka terhadap panji dan bendera Rasulullah saw. Bahkan mereka rela berkorban untuk menjaga bendera itu. Sebab, bendera adalah simbol kebenaran, simbol jihad dan simbol tauhid. Bendera juga merupakan simbol kemuliaan, keagungan dan kewibawaan.

Untuk menggambarkan kemuliaan, keagungan dan kewibawaan bendera dan panji Rasulullah saw., cukuplah kisah Mush’ab bin Umair pada Perang Uhud dalam mempertahankan panji Rasulullah saw. sebagai pelajaran yang menyentuh hati siapapun yang mengimani Allah dan Rasul-Nya.

Mush’ab bin Umair terus membawa bendera tersebut. Lalu datanglah Abu Qamiah, dengan mengendarai kuda, menyabetkan pedangnya hingga tangan kanannya putus. Namun Mush’ab bersyair dengan lantang: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul (TQS Ali Imran [3]: 144).

Lalu bendera itu ia ambil dengan tangan kirinya. Ia terus bertahan. Namun, tangan kirinya berhasil ditebas oleh orang kafir. Lalu ia menelungkupkan bendera itu di dada dan lehernya. Dia lalu mengulang lantang Quran Surat Ali Imran ayat 3. Kemudian datanglah serangan ketiga. Akhirnya, beliau menemui syahid. Tombaknya patah. Mush’ab tersungkur ke tanah. Benderanya pun jatuh, kemudian diambil oleh Abu ar-Ruum bin Harmalah. Tatkala kaum Muslim kembali ke Madinah bendera itu terus ia pegang hingga memasuki Madinah.

Hadis-hadis yang berbicara tentang bendera merupakan hadis yang membicarakan salah satu bagian dari sistem pemerintahan Islam, yakni bagian dari atribut kenegaraan Daulah Islamiyah, juga sebagai simbol tertinggi dalam menjalankan misi-misi Daulah Islam. Para sahabat besar sangat memperhatikan hal tersebut. Pada Perang Khaibar Rasulullah saw. bersabda:

Sungguh aku akan memberikan ar-Râyah ini esok hari kepada seseorang, yang ditaklukkan (benteng) melalui kedua tangannya; ia mencintai Allah dan Rasul-Nya; Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Malam harinya semua orang tidak tidur dan memikirkan siapa di antara mereka yang besok akan diserahi bendera itu.

Adanya mandat resmi dalam mengemban al-Liwâ’ dan ar-Rayah ini menunjukkan bahwa ia adalah simbol negara sehingga memperjelas kedudukan Rasulullah saw. sebagai pemimpin suatu negara, yakni Negara Islam (Daulah Islam). Wallahua'lam[].

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama