Dilema Saat Pandemi, Haruskah Terjadi?



Oleh : Andri Septiningrum, S.
(Ibu Pendidik Generasi )

"Rasa bosan mengajarkan anak di rumah tidak ada apa-apanya jika dibandingkan rasa sakit dan  menyesalnya jika anak sakit, diisolasi dan atau bahkan meninggal". Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum IDAI, dr Aman Pulungan saat acara ILC bertemakan "Selamat menempuh normal baru, Sudah siap kah kita? "

Ungkapan ini menjadi sebuah energi positif  bagi kita sebagai ibu pendidik generasi, saat kita lelah dan bosan mengajar anak terutama disaat pandemi, ternyata jauh lebih baik daripada kita harus kehilangan anak kita.

Terlebih lagi, apabila kita sebagai seorang muslim seharusnya kemuliaan seorang ibu menggantikan semua rasa lelah dan bosan kita dalam mendidik anak. Tidak ada kemuliaan terbesar yang diberikan Allah bagi seorang wanita, melainkan perannya menjadi seorang ibu. Anak-anaknyalah yang akan menjadi sumber pahala bagi dirinya dan sumber kebaikan untuknya.

Bahkan Rasulullah pun bersabda ketika ditanya oleh seseorang: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”,  jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 6447).

Akan tetapi, usaha keras yang dilakukan ibu dalam mendidik anak di dalam rumah (karena ingin memutus mata rantai penyebaran Covid19) ternyata disambut dengan pelonggaran PSBB oleh pemerintah, meskipun pada faktanya masih cukup tinggi penyebaran virus ini. Pelonggaran PSBB ini dilakukan pemerintah agar masyarakat bisa tetap produktif di saat pandemi.

Padahal, produktif disaat masih cukup tingginya penyebaran wabah ini berisiko di beberapa daerah. Seperti diungkapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Juru Bicara Khusus Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengakui aktivitas produktif memang sangat diperlukan di Indonesia akan tetapi pada faktanya masyarakat masih kurang disiplin dalam menjalankan protokol covid. (VIVAnews, 04/07/2020).

Pemerintah juga mengatakan tidak akan menambah anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp87,55 triliun hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 semakin banyak dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus.

Pemerintah beranggapan naiknya kasus hanya karena tes yg semakin masif, bukan karena tidak diputusnya rantai sebaran. Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha yang mengatakan kasus positif saat ini memang semakin tinggi karena tes yang semakin banyak, namun rasio kasus sebenarnya sama. (AA, 04/07/2020)

Benarkah aktivitas produktif masyarakat harus dilakukan di saat pandemi? Benarkah tingginya kasus covid ini karena tes yang dilakukan semakin banyak?

/Pentingnya Aktivitas Produktif Masyarakat Saat Pandemi/

Dalam sistem kapitalis, dimana ekonomi menjadi sesuatu yang pertama harus diselamatkan. Meskipun kesehatan menjadi taruhannya. Maka menjadi suatu hal yang wajar apabila negara berupaya agar rakyatnya tetap produktif meskipun saat pandemi. Tidak adanya jaminan kebutuhan pokok dan kesehatan bagi rakyatnya dalam sistem ini, menimbulkan dilema di masyarakat.

Salah satunya adalah Mohamad Fathi, seorang pemilik UMKM di Jakarta. Ia dan istrinya sebelumnya telah memilih untuk menutup gerai aksesoris kerajinan tangan mereka yang berada di sebuah mal di ibu kota. Bahkan sebelum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan PSBB.

Ayah dari dua anak itu mengatakan tidak mendapat pemasukan sama sekali pada bulan April dari usaha kerajinan tangan itu. Ia dan istrinya kini berpaling berjualan makanan melalui pelayanan antar.

Begitu pula yang dialami Ribka, seorang pemilik salon kecantikan di kota Tangerang Selatan, Banten. Pemasukan salon miliknya itu mulai turun sejak Maret, ketika wabah virus corona masuk Indonesia. Transaksi finansial usahanya pun anjlok ketika PSBB di kota itu mulai diterapkan dan salon terpaksa tutup.

"Sebenarnya kalau dari segi individu sendiri aku sih (berpandangan) ya emang better (lebih baik) nggak dilonggarin ya. Tapi kalau dari segi bisnis, better dilonggarin karena kan pegawai juga butuh digaji, trus juga kan bisnis butuh customer supaya bisa langgeng terus." ujar Ribka. (BBCnews, 3/05/2020).

Muhammad Fathi dan Ribka masih beruntung dibandingkan masyarakat ekonomi rendah. Mereka bingung mencari alternatif pekerjaan lain saat pandemi ketika mereka harus lock down.

Kurangnya pemahaman tentang bahaya Covid19 membuat sebagian dari mereka mengabaikan protokol kesehatan dan pelonggaran PSBB merupakan angin segar buat mereka.

/Penyebaran Virus Karena Tidak Diputusnya Rantai Penyebaran/

Penyebaran virus yang semakin tinggi menurut beberapa ahli adalah karena tidak diputusnya mata rantai penyebaran. Salah satu upayanya adalah dengan social distancing. Hal ini berbeda dengan yang disampaikan bahwa peningkatan kasus karena semakin banyaknya tes yang dilakukan.

Mengutip dari GridHealth, seorang pakar Matematika Fakultas MIPA UNS Solo Prof.Dr. Sutanto Sastraredja, DEA memberikan penjelasan tentang cara untuk mengakhiri wabah ini.

Menurutnya, wabah ini akan hilang dari Indonesia pada 10 Juni 2020, namun dengan syarat pemerintah melakukan karantina total alias lockdown. (Hype.gride, 31/03/2020).

Banyak orang yang tidak sadar bahwa dirinya terinfeksi, lalu pergi ke berbagai lokasi untuk menemui teman dan kerabatnya. Akibatnya, penyebaran virus ini semakin luas. Apalagi, virus ini sudah bisa menular ke orang lain, meskipun orang-orang yang terinfeksi tidak merasakan gejala yang berat. Mereka bisa saja merasa sehat dan hanya sedikit bersin-bersin atau flu, namun ternyata sudah terinfeksi COVID-19.

Bayangkan jika orang yang terinfeksi itu masih tetap masuk kerja, sekolah, atau datang ke seminar. Meski awalnya yang terinfeksi hanya satu orang, namun setelah menyebar, bisa saja ribuan orang lainnya yang berada di tempat tersebut, juga terinfeksi.

Prinsip Islam dalam Mengatasi Wabah

Dalam sistem kapitalis, memang tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi rakyat. Lain halnya dengan Islam, yang mengutamakan keselamatan nyawa manusia daripada nilai materi (ekonomi). “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR At Tirmidzi).

Dalam sistem Islam, ada 5 prinsip yang dilakukan saat terjadi wabah:

1. Penguncian areal wabah (lockdown).
Ditegaskan Rasulullah saw., yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim)

Artinya, tidak boleh seorang pun yang berada di areal terjangkit wabah keluar darinya. Juga tidak boleh seorang pun yang berada di luar areal wabah memasukinya.

2. Pengisolasian yang sakit.
Rasulullah saw. menegaskan, yang artinya, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari) dan “Hindarilah orang yang berpenyakit kusta seperti engkau menghindari singa.” (HR Abu Hurairah).

Saat wabah harus dilakukan tes yang cepat dengan hasil akurat kepada setiap orang yang berada di areal wabah. Mereka semua berpotensi terinfeksi dan berisiko sebagai penular. Selanjutnya, yang positif terinfeksi harus segera diisolasi dan diobati hingga benar-benar sembuh.

3. Pengobatan terhadap orang yang sakit meskipun tanpa gejala.
Kesehatan dalam Islam adalah kebutuhan pokok publik. Maka dalam Islam tidak akan melakukan pembatasan dana dalam urusan kesehatan rakyatnya. Negara akan mengobati orang yang sakit meskipun tanpa gejala.

Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).

4. Social distancing.
Yakni orang yang sehat di areal wabah hendaklah menghindari kerumunan. Hal ini sebagaimana masukan sahabat ‘Amru bin Ash ra., yang dibenarkan Khalifah Umar bin Khaththab ra..

Wabah ibarat api. Kuman yang penularannya antarmanusia akan menjadikan kerumunan manusia sebagai sarana penularan, begitu juga sebaliknya.

5. Penguatan daya tahan tubuh.
Mereka yang sehat tetapi berada di areal wabah lebih berisiko terinfeksi. Caranya adalah dengan menjaga pola hidup sehat sesuai syariat. Hal ini jelas membutuhkan jaminan langsung negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

Walhasil dilema yg dialami di sistem kapitalis tidak akan terjadi pada sistem Islam karena Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan kesehatan bagi rakyatnya, terutama saat pendemi. Sistem yang jika diterapkan maka akan ada keberkahan di dalamnya. Wallahu a’lam bish-shawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama