New Normal Life : Antara Kesiapan Negara dan Keberpihakan Kepada Kapital




Oleh : Tesya


Pandemi COVID-19 belum usai. Namun, masyarakat dibuat heran dengan kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan New Normal Life. Hal ini berarti sama saja dengan memaksa masyarakat untuk menjalani suatu rutinitas normal seperti sebelum adanya pandemi, padahal ketika New Normal Life diberlakukan  haruslah memperhatikan berbagai kesiapan baik dari sisi masyarakat maupun perangkat negara di berbagai bidang.

Merdeka.com, Senin 25 Mei 2020, mengabarkan, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari. "Jadi, new normal ini adalah sesuatu yang akan dihadapi, namun berbincang new normal ini banyak prasyaratnya. Pertama, syaratnya harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB," sebutnya.

Pemberlakuan New Normal Life sejatinya merupakan bentuk upaya rezim dalam mengembalikan sistem perekonomian para kaum kapitalis yang berada diambang kwhancuran akibat pandemi ini. Salah satu upaya yang dilakukan demi menyelamatkan kepentingan acara kapital ini maka rezim melakukan peninjauan terhadap mall yang notabene sebagai wadah bisnis para kapital yang dipersiapkan manakala New Normal Life ini diberlakukan, sebagaimana diberitakan oleh Kompas TV, Selasa 26 Mei 2020, bahwa Presiden Joko Widodo meninjau persiapan sejumlah tempat, untuk penerapan kehidupan normal baru atau New Normal Life, salah satunya persiapan di mal Summarecon, Bekasi, Jawa Barat. Sementara di sisi lain justru usaha kecil yang notabene sebagai sumber penghidupan rakyat biasa diminta untuk ditutup dengan alasan memutus penyebaran wabah, sungguh ironis bukan?.

Ditengah pandemi yang belum mengalami penurunan, kebijakan rezim akan hal ini sangat membahayakan nyawa rakyat. Karena kondisi ini dikhawatirkan sebagai suatu seleksi alam yang akan banyak merenggut nyawa rakyat. Dimana rakyat yang lemah antibodinya terhadap virus akan rentan meninggal dan rakyat yang kuat akan bertahan. Tentu kita masih ingat tentang fakta sejarah peristiwa pendemi Flu Spanyol. Disaat pandemi belum berakhir dan masyarakat dibebaskan dari isolasi mandiri serta dibiarkan beraktivitas normal kembali, yang terjadi justru malapetaka besar yakni pandemi gelombang kedua yang malah lebih banyak lagi merenggut ratusan nyawa.

Sepatutnya kita pun belajar dari sejarah, mengambilnya sebagai sebuah pertimbangan bijak demi keselamatan banyak orang. Namun, manakala pemerintah masih tetap bersikukuh dengan penerapan New Normal Life di tengah pandemi ini maka itu berarti pemerintah tidak pernah memperhitungkan nyawa rakyatnya sama sekali. Lagi-lagi yang dilakukan pemerintah hanya untuk kepentingan segelintir orang saja, yakni para kapital berikut kepentingannya sekalipun harus dibayar dengan nyawa rakyatnya sendiri.

Inilah suatu kondisi ketika suatu negara dipimpin dengan ideologi yang fasad atau cacat, yakni ideologi sekuler-kapitalis. Ideologi ini merupakan buah pemikiran manusia yang terbatas. Suatu kebijakan yang tercipta akan terus mendatangkan suatu problematika baru dimana materialisme menempati posisi tertinggi dalam penerapannya. Sudah saatnya rakyat bangkit dan sadar bahwa penderitaan dan kedzoliman akan terus menimpa jika ideologi ini terus dipertahankan.
Sebaliknya, umat seharusnya makin sadar untuk segera mengakhiri sistem yang rusak ini dan beralih panasaran yang akan lebih membawa pada keberkahan dan keadilan yakni sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Sistem inilah yang akan menerapkan Islam secara kaffah dalam suatu tatanan kehidupan. Sistem manusiawi yang menundukkan penghambaan kepada materi menuju penghambaan totalitas pada Sang Khaliq semata. Sebuah sistem yang manakala diterapkan oleh sebuah negara, akan menjamin penjagaan terhadap nyawa manusia. Wallahu'alam bish shawwab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama